Liputan6.com, Jakarta Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Perdagangan (BPKP) menemukan, hitung-hitungan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terkait biaya impor KRL bekas Jepang tidak sesuai dengan survey harga.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, BPKP telah membuat estimasi yang dapat dipercaya terkait pembayaran biaya impor KRL bekas kepada Japan Railway.
Advertisement
"Terkait kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia yang diajukan PT KCI, itu tidak dapat diyakini. Karena perhitungannya tidak berdasarkan survey harga, melainkan hanya berdasarkan harga pengadaan KRL bukan baru tahun 2018, ditambah 15 persen," terangnya di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Seto lantas memperkirakan, hitungan biaya tambahan 15 persen itu ada lantaran KCI menghitung angka inflasi tahunan selama tiga tahun terakhir sejak 2018.
"Mungkin itu asumsinya inflasi 5 persen per tahun dinaikin 3 tahun terakhir. Dari BPKP menyampaikan, itu kemungkinan besar akan tidak akurat. Saat ada kebutuhan terkait kapal kargo tersendiri," imbuhnya.
Impor KRL
Kendati begitu, ia belum bisa menyebut berapa nominal ongkos impor KRL bekas dari Jepang menurut hitungan KCI. "Enggak ada angkanya," ungkap Seto.
Temuan lainnya, BPKP juga bertanya kepada PT Pelabuhan Indonesia (Persero) soal ongkos angkut KRL impor bekas Jepang tersebut. Pelindo ternyata tidak memiliki kapal angkut yang sesuai kriteria, sehingga biaya impor semakin membengkak. "Hasil yang dikasih Pelindo, kontainer yang tersedia hanya 20 feet dan 40 feet. Sehingga pengangkutan dan pengiriman kereta harus dilakukan penggunaan kapal kargo sendiri. Ini tentu saja bisa menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasikan dengan akurat," tuturnya.
Tok! Impor KRL Bekas Jepang Resmi Ditolak
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang berada di bawah arahan Menko Luhut Binsar Pandjaitan, menetapkan bahwa impor KRL bekas dari Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) resmi ditolak.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marinves, Septian Hario Seto, menyampaikan bahwa pihaknya sudah menerima hasil laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk pengadaan KRL tidak baru tersebut.
"Saat ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan impor. Kalau dari has review BPKP sih sudah cukup jelas hasilnya. Kita akan mengacu pada hasil review," ujar Seto dalam sesi konferensi pers di Kantor Kemenko Marinves, Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Secara umum, Seto memaparkan ada empat hal yang jadi kesimpulan dari BPKP. Pertama, rencana impor KRL bukan baru tersebut tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri.
"Aturan itu telah menetapkan persyaratan umum KRL dengan penggerak sendiri harus memenuhi spesifikasi teknis, salah satunya tingkat komponen dalam negeri (TKDN)," imbuh Seto.
Impor KRL
Kedua, ia menyebut Kemendag juga sudah memberikan tanggapan dispensasi impor KRL tidak baru. "Ini tidak dapat dipertimbangkan karena fokus pemerintah ke substitusi impor P3DN (Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri)," urainya.
Ketiga, KRL bukan baru yang diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29/2021, dan Permendag yang mengatur kebijakan dan peraturan impor.
Advertisement
Proses Produksi Industri
Kedua aturan itu menyatakan, barang modal bukan baru yang bisa diimpor merupakan barang impor yang belum dapat dipenuhi dalam sumber dalam negeri.
Dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, atau diekspor kembali.
"Ada beberapa alasan teknis yang disampaikan BPKP, juga terkait impor KRL yang diajukan KCI ini kurang tepat. Karena ada beberapa unit sarana yg penggunaannya masih bisa dioptimalkan. Dari BPKP menemukan finding seperti itu," tegasnya.
Terakhir, hasil review BPKP menyebut, jumlah armada KRL yang saat ini beroperasi terbilang masih mencukupi, sebanyak 1.114 unit. "Tidak termasuk 48 unit yg aktiva tetap diberhentikan dari operasi dan 36 unit yang dikonservasi sementara," pungkasnya.