Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan arah kebijakan belanja Pemerintah untuk tahun 2024 mendatang. Sri Mulyani pun menegaskan, kebijakan belanja Pemerintah harus menyelesaikan prioritas nasional.
Dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 pada Kamis (6/4), Sri Mulyani memaparkan, arah kebijakan belanja Pemerintah untuk tahun 2024 akan berfokus pada belanja prioritas, Sinergi Pusat Daerah, Belanja Kualitas SDM, Konsolidasi Sumber Dana Pembangunan Kualitas SDM, dan mendukung Hiliriasi dan Ekonomi Hijau.
Advertisement
Hadir juga dalam acara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadahlia.
"Untuk itu, total pagu indikatif (untuk belanja Pemerintah 2024) yang kita indikasikan sebesar Rp. 999,99 triliun," ungkap Sri Mulyani, dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang disiarkan di laman Youtube Bappenas pada Kamis (6/4/2023).
Angka tersebut meandai peningkatan sebesar Rp. 9,99 triliun dari Resource Envelope Rp. 990 triliun untuk menampung tambahan kebutuhan pemilu.
Ini mencakup Rp 424,27 triliun untuk Kebutuhan Minimum Pemerintah yakni Belanja Pegawai dan Belanja Operasional.
Prioritas Jangka Pendek
Adapun Rp 575,72 triliun untuk Reformasi Struktural dan Penajaman Tema Prioritas, yang mencakup Reformasi Kesehatan, Perlindungan Sosial, dan Pendidikan.
Serta Tema Prioritas jangka pendek yang terdiri dari Penanganan Stunting, Pengentasan Kemiskinan Ekstrim, Pengendalian Inflasi, dan Dukungan terhadap investasi.
Adapun Agenda Prioritas dan Penyelesaian PSN yaitu Penyelenggaraan tahapan Pemilu, Pembangunan IKN, dan Penyelesaian Proyek Strategis.
Advertisement
Krisis Perbankan di AS dan Eropa Belum Usai, Sri Mulyani: Kita Harus Waspada
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali mengingatkan kewaspadaan pada dampak krisis perbankan di Amerika Serikat dan Eropa, terhadap perekomonian di Tanah Air.
Seperti diketahui, bank pemberi pinjaman di Amerika Serikat yakni Silicon Valley Bank dan Signature Bank tengah dilanda krisis keuangan, juga bank terbesar kedua di Eropa, Credit Suisse.
Sri Mulyani melihat, jatuhnya bank SVB (Silicon Valley Bank), Signature Bank menimbulkan banyak sekali perhatian mengenai seberapa resilient lembaga keuangan di Amerika Serikat dan Eropa.
"Coba kita lihat, kalau seluruh negara biasanya goyang, nilai tukarnya goyang, semua larinya ke Swiss Franc, sama seperti Amerika Serikat. Persepsi stability itu sekarang hancur dengan munculnya persoalan (tersebut)," ujar Sri Mulyani dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang disiarkan di laman Youtube Bappenas pada Kamis (6/4/2023).
Ini merupakan sesuatu yang harus kita waspadai, menurut Menkeu, karena Amerika dan Eropa dalam menaikkan suku bunga secara ekstrim untuk mengendalikan inflasi memberikan dampak yang tidak kecil pada stabilitas sektor keuangannya.
Pilihan Kebijakan
Menkeu mengakui, pilihan pilihan kebijakan tersebut bisa menjadi sangat dilematis. Karena harus menghadapi antara memilih stabilitas, dari sisi pengendalian inflasi, atau stabilitas dari lembaga keuangan.
"Banyak situasi sebagai policy makers sering kita dihadapkan pada pilihan yang di mana kedua tidak ingin kita pilih, karena dua duanya dianggap penting, sama seperti memilih antara Ayah dengan Ibu. Itu adalah kondisi policy makers yang paling sulit yaitu pada saat dihadapkan dengan dilema atau dalam bahasa teknisi ekonominya, trade off : pilihan yang tidak mengenakkan," beber Sri Mulyani.
"Environment inilah yang sedang berjalan untuk kita semua kelola, di tahun 2023. Alhamdulillah untuk Indonesia, guncangan guncangan ini pasti tidak akan seratus persen kita rasakan," ungkap Sri Mulyani.
Advertisement