Presiden Prancis Emmanuel Macron Mengandalkan China untuk Menyadarkan Rusia Agar Kembali ke Perundingan

Kunjungan Macron ke China tidak hanya fokus pada perang Ukraina, namun juga upaya meningkatkan hubungan perdagangan. Karena itu, dia tidak datang sendiri.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Apr 2023, 13:00 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan di Beijing, Rabu (6/4/2023). (Dok. AFP)

Liputan6.com, Beijing - Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak Presiden China Xi Jinping membantu menyudahi perang Ukraina.

"Saya tahu saya dapat mengandalkan Anda untuk menyadarkan Rusia dan membawa semua pihak kembali ke meja perundingan," ujar Macron ke Xi Jinping dalam lawatannya ke China, seperti dilansir BBC, Jumat (7/4/2023).

Pada Kamis (6/4) sore, Macron disuguhi parade militer di Beijing sebelum dia dan Xi Jinping mengadakan pembicaraan tertutup. Pejabat China menggambarkan pembicaraan tersebut berlangsung secara blak-blakan dan bersahabat.

Berbicara kepada awak media setelah itu, Presiden Xi Jinping mengatakan, China mengadvokasi pembicaraan damai dan mencari solusi politik. Dia menegaskan kembali bahwa senjata nuklir tidak boleh digunakan dalam konflik.

Xi Jinping turut menggarisbawahi bahwa China dan Prancis memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dunia.

Dalam konferensi persnya dengan Xi Jinping, Macron juga mengatakan bahwa tidak akan ada Eropa yang aman dan stabil selama Ukraina tetap diduduki. Dia disebut bicara dengan nada yang ramah dan kerap menengok ke arah Xi Jinping selama konferensi pers.

Sikap Macron tersebut berbeda dengan penyampaian tanpa ekspresi Xi Jinping di hadapan awak media.

Kunjungan Macron tidak hanya fokus pada perang Ukraina, namun juga upaya meningkatkan hubungan perdagangan. Karena itu, dia tidak datang sendiri.

Macron turut mengundang Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan sejumlah delegasi bisnis dalam pembicaraannya dengan pemimpin China.

Dalam konferensi pers terpisah, Ursula menekankan bahwa jika China memberikan senjata ke Rusia maka itu akan bertentangan dengan hukum internasional dan secara signifikan merusak hubungan antara Uni Eropa dan China.

Dia berharap Beijing memainkan peran yang mempromosikan perdamaian yang adil, sembari menekankan bahwa dia berdiri "teguh" di belakang rencana perdamaian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menyerukan penarikan penuh pasukan Rusia.

China telah merilis rencana perdamaiannya sendiri atas konflik Ukraina, yang umumnya diabaikan oleh negara-negara Barat karena dinilai terlalu banyak memihak Rusia. Tetapi Zelensky telah menyatakan minatnya dan menyerukan pembicaraan langsung dengan Xi Jinping, namun belum ditanggapi secara terbuka oleh Beijing.

Ursula mengatakan, selama diskusi berlangsung, Xi Jinping menegaskan kembali kesediaan untuk berbicara dengan Zelensky ketika kondisi dan waktunya tepat.

Pada Kamis, Rusia mengakui bahwa China memiliki potensi mediasi yang sangat efektif dan unggul.

"Tapi situasi dengan Ukraina rumit, sejauh ini tidak ada prospek penyelesaian damai," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, yang menambahkan bahwa Rusia tidak punya pilihan selain melanjutkan perang.


Interaksi Paling Signifikan Barat dengan China

Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pertemuan di Beijing, Rabu (6/4/2023). (Dok. AFP)

Xi Jinping menggelar jamuan makan malam kenegaraan bagi Macron pada Kamis malam dan pada Jumat keduanya dijadwalkan melakukan perjalanan ke Guangzhou, di mana mereka akan makan bersama lagi secara pribadi.

Perjalanan itu menandai interaksi paling signifikan secara politis yang dilakukan Xi Jinping dengan seorang pemimpin Barat sejak dia bertemu dengan Presiden AS Joe Biden pada November di KTT G20 Bali.

Melalui kunjungannya ke China, Macron, yang dinilai sangat ingin meningkatkan kepercayaannya sebagai perantara perdamaian internasional, kini telah melakukan kontak pribadi dengan semua pemain utama dalam konflik Ukraina.

Pengamat meyakini bahwa Macron tahu persis dia tidak mungkin kembali ke negaranya tanpa prestasi diplomatik besar untuk dibanggakan, meski kemungkinan untuk mengubah pandangan Xi Jinping tentang pertikaian Rusia dan Ukraina kecil.

Macron disebut percaya bahwa hanya karena Prancis adalah bagian dari aliansi Barat dan dekat dengan Amerika Serikat, tidak berarti tidak dapat memperdalam hubungannya dengan China, yang bersekutu dengan Rusia.

Dalam sambutannya kepada pers, Macron sempat menyinggung sedikit tentang isu hak asasi manusia China -titik pertikaian abadi antara China dan Barat- tetapi mengatakan bahwa meskipun isu itu tetap penting bagi Prancis, dia "lebih baik menghormati daripada menguliahi".

Perjalanan Macron juga mencakup sejumlah penandatanganan kesepakatan oleh perusahaan dan lembaga budaya Prancis dan China. Macron melawat ke China dengan delegasi yang terdiri dari para pemimpin bisnis, seniman, dan pejabat museum. Mereka termasuk eksekutif puncak dari produsen pesawat Airbus, grup mewah LVMH, dan produsen energi nuklir EDF.

Lawatan ke China, empat tahun setelah Macron terakhir mengunjungi Xi Jinping, berlangsung selama aksi mogok dan kerusuhan di Prancis untuk menentang reformasi sistem pensiun yang tidak populer.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya