Liputan6.com, Jakarta - Suhu laut global terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Fenomena itu tetap tercatat bahkan saat terjadi fenomena La Nina yang cenderung mendinginkan suhu laut di Samudra Pasifik.
Dikutip dari CNN, Kamis, 6 April 2023, pada Januari 2023, para ilmuwan melaporkan bahwa suhu laut telah mencapai rekor terpanas selama empat tahun terakhir. Lalu, pada pertengahan Maret 2023, ahli iklim mencatat bahwa suhu permukaan laut global kini mencapai suhu tertingginya.
Advertisement
Hal ini membuat para ahli khawatir tentang dampaknya, terutama saat muncul prediksi fenomena El Nino pada musim panas ini. El Nino dapat membawa dampak, seperti panas ekstrem, siklon tropis yang berbahaya, dan ancaman signifikan terhadap terumbu karang yang rapuh.
La Nina dan El Nino adalah fenomena alam di Samudra Pasifik tropis. La Nina ditandai dengan suhu lautan yang lebih dingin dari rata-rata, sedangkan El Nino adalah pemanasan suhu muka laut di atas rata-rata. Di Indonesia, El Nino dapat memicu terjadinya kondisi kekeringan.
Daniel Swain, seorang ilmuwan iklim dari University of California, Los Angeles, mengatakan sudah ada "transisi dramatis" dari La Nina ke El Nino yang terjadi di Pasifik tropis.
Ahli iklim mengkhawatirkan dampak El Nino yang akan datang, mengingat adanya lapisan pemanasan global yang disebabkan aktivitas manusia. Berikut adalah lima iklim ekstrem yang harus diwaspadai:
1. Temperatur Global Meningkat 1,5 Derajat Celcius
Untuk pertama kali, El Nino dapat mendorong pemanasan global melewati 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri pada pertengahan hingga akhir abad ke-19. Dalam Perjanjian Iklim Paris, negara-negara berjanji membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat, dan idealnya 1,5 derajat, dibandingkan suhu pra-industri.
Ilmuwan menganggap pemanasan 1,5 derajat sebagai titik kritis utama, dengan membawa kemungkinan banjir ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan, dan kekurangan pangan yang dapat meningkat secara dramatis.
"Kita mungkin akan mengalami, pada 2024, tahun terhangat secara global," kata Josef Ludescher, seorang ilmuwan senior di Potsdam Institute for Climate Impact Research. Tahun terpanas yang tercatat saat ini adalah 2016, mengikuti El Nino yang sangat kuat. Dunia telah mengalami pemanasan global sekitar 1,2 derajat karena manusia terus membakar bahan bakar fosil dan menghasilkan polusi yang memanaskan planet.
Eropa mengalami musim panas terpanas pada 2022, dengan suhu lebih dari 40 derajat celcius, semenraea Pakistan dan India mengalami gelombang panas yang membakar, di mana sebagian wilayah mencapai lebih dari 49 derajat celcius.
2. Kekeringan dan Kebakaran Hutan
El Nino dapat memperparah kekeringan, gelombang panas ekstrem, dan kebakaran hutan yang berbahaya di beberapa belahan dunia. Negara-negara, seperti Afrika Selatan, India, Indonesia, Australia, Vanuatu, dan Fiji berisiko mengalami kekeringan dan panas ekstrem akibat El Nino.
Banjir di Australia baru-baru ini juga meningkatkan kemungkinan kebakaran hutan, karena pertumbuhan vegetasi yang meningkat dapat menjadi bahan bakar ketika cuaca semakin kering dan panas.
India juga diminta bersiap menghadapi dampak El Nino, yang dapat melemahkan angin muson yang membawa curah hujan yang dibutuhkannya untuk mengisi akuifer dan bercocok tanam. El Nino juga dapat meningkatkan suhu di India yang sudah mengalami gelombang panas awal yang tidak biasa.
Ini adalah "bahaya besar karena gelombang panas dan El Nino cenderung menunda awal musim hujan," kata Kieren Hunt, seorang ilmuwan peneliti di University of Reading di Inggris.
Musim kering selama berbulan-bulan akan "menempatkan tekanan yang luar biasa pada ketahanan air," katanya.
3. Badai Tropis yang Lebih Kuat
Menurut Jon Gottschalck, kepala peramal cuaca di Pusat Prediksi Iklim NOAA, El Nino dapat dilihat dari perubahan aktivitas siklon tropis. Tidak seperti La Nina, El Nino cenderung mengurangi aktivitas badai Atlantik, tapi menciptakan efek sebaliknya di Pasifik, di mana air hangat dapat memicu topan lebih hebat.
Siklon tropis berdampak pada gelombang laut yang lebih kuat dan hujan deras. Selain itu, perairan yang sangat hangat di pantai Peru juga dapat membawa curah hujan yang luar biasa deras dan banjir di gurun. Hal ini merupakan peristiwa awal yang biasa disaksikan dari peristiwa El Nino yang signifikan.
Saat El Nino terbentuk dan menguat akhir tahun ini, Peru menghadapi risiko banjir yang lebih besar lagi. Pemerintah negara itu telah menginvestasikan lebih dari 1 miliar dolar AS (sekitar Rp14,9 triliun) pada langkah-langkah iklim dan cuaca untuk mencegah konsekuensi terburuk.
Advertisement
4. Bencana Pemutihan Terumbu Karang
El Nino merupakan fenomena yang memanaskan lautan dan suhu yang lebih tinggi ini dapat mempengaruhi kondisi terumbu karang. Saat terlalu panas, karang meluruhkan ganggang yang menjadi sumber energinya, yang menyebabkan karang berubah warna dalam apa yang disebut pemutihan karang.
Meski terumbu karang dapat pulih jika suhu akhirnya dingin, pemutihan dapat menyebabkan risiko karang kelaparan dan kematian yang lebih tinggi. Antara 2014 dan 2017, terjadi pemutihan karang yang sangat dahsyat di Bumi, termasuk di Great Barrier Reef Australia yang mencatat hampir 30 persen karangnya mati pada 2016.
Dengan El Nino yang segera terjadi, para ilmuwan semakin khawatir tentang dampaknya terhadap terumbu karang. "Apa yang diprediksi di sini sangat menakutkan," kata Peter Houk, seorang profesor di Laboratorium Kelautan Universitas Guam.
Namun, setiap El Nino berbeda dan selalu ada pola iklim alami lain yang berperan. Para ilmuwan berharap dapat mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana karang bereaksi. "Kami berharap prediksi itu salah," lanjutnya.
5. Lebih Banyak Es Antartika Mencair
Awal tahun ini, ketinggian Es Antartika memecahkan rekor dengan turun ke level terendahnya selama dua tahun, dan El Nino dapat memperparah situasinya.
Menurut penelitian terbaru, El Nino dapat mempercepat proses pencairan es Antartika. Hal ini terjadi karena adanya hubungan antara kekuatan dan frekuensi peristiwa El Nino dengan kecepatan pencairan es Antartika.
"Model yang memproyeksikan peningkatan El Nino yang lebih besar secara sistematis menghasilkan pencairan lapisan es yang lebih cepat daripada model yang memproyeksikan perubahan El Nino yang lebih kecil," Wenju Cai, kepala ilmuwan riset di CSIRO, badan sains nasional Australia, mengatakan pada CNN.
Para ilmuwan yang mengamati Antartika menyadari bahwa benua ini menyimpan air dalam jumlah besar di esnya. Meski tidak mungkin seluruh lapisan es mencair, pencairan sebagian besar es dapat meningkatkan permukaan laut global hingga 70 meter.
Peristiwa El Nino dapat berdampak berbeda di seluruh Antartika dalam jangka pendek, tapi secara keseluruhan, trennya menunjukkan penurunan es laut.
Advertisement