Liputan6.com, Jakarta - Masih maraknya temuan praktik curang (fraud) terhadap pasien BPJS Kesehatan, BPJS Watch menilai harus ada sanksi tegas. Sanksi tersebut tak hanya ditujukan kepada Rumah Sakit (RS) saja, melainkan oknum dokter yang juga melakukan tindak kecurangan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menegaskan, sanksi bagi oknum dokter yang melakukan kecurangan harus ada skorsing. Bahkan lebih lanjut lagi, sanksi tegas dapat berupa pencabutan izin praktik dokter.
Advertisement
"Oknum dokter yang melakukannya (kecurangan) harus diberi sanksi tegas dari peringatan keras, skorsing hingga pencabutan izin dokternya," tegasnya kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, ditulis Jumat (7/4/2023).
Kondisi Belum Layak Pulang, Bahayakan Keselamatan Pasien
Salah satu contoh praktik curang, di antaranya, pasien dibatasi rawat inap. Terdapat laporan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang kerap dipulangkan, padahal kondisi yang bersangkutan belum layak pulang.
Kondisi demikian, lanjut Timboel, justru membahayakan keselamatan pasien. Penyakit pasien bisa saja semakin parah atau nyawanya tidak tertolong.
"Fraud yang dilakukan oknum RS dengan memulangkan pasien dalam kondisi belum layak pulang sangat berisiko dan mengancam keselamatan pasien," katanya.
"Saya kira persoalan fraud-fraud yang dilakukan oknum RS tersebut harus bisa diatasi secara sistemik dengan kemudahan para pasien JKN melaporkannya ke Pemerintah dan BPJS Kesehatan."
Hak Pasien JKN dapat Pelayanan Layak
Timboel Siregar menambahkan, pelayanan pasien sudah tertera jelas dalam undang-undang tentang rumah sakit hingga aturan di dalam praktik kedokteran. Bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan layak.
"Di UU Nomor 44 tahun 2009 tentang RS sudah sangat jelas asas pelaksanaan RS, salah satunya, asas kemanusiaan dan asas keselamatan pasien," tambahnya.
"Tidak hanya UU RS, berbagai UU lainnya pun mengatur hal yang sama seperti UU kesehatan, UU Praktik Kedokteran, dsb, yang memang sangat mendukung keselamatan dan kesembuhan pasien."
Begitu pula perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit yang menekankan pelayanan layak bagi pasien JKN.
"Demikian juga perjanjian kerja sama sudah sangat jelas mengatur tentang hak hak pasien di RS untuk mendapatkan pelayanan yang layak untuk memastikan kesembuhan dan keselamatan pasien JKN," sambung Timboel.
"Jadi, bagi oknum RS yang melakukan fraud harus diberi sanksi tegas untuk memastikan efek jera bagi RS tersebut."
Pastikan Badan Pengawas Rumah Sakit Berfungsi Optimal
Lebih lanjut, Timboel mengatakan, Pemerintah yang memiliki Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) harus jelas tindakannya untuk mengantisipasi agar fraud-fraud di RS tidak terjadi lagi. BPRS harus dekat dengan masyarakat dan memudahkan akses laporan masyarakat pada saat kejadian di RS.
"Saya menilai selama ini BPRS kurang berbuat untuk masalah-masalah yang dialami pasien JKN. Pemerintah Pusat dan Daerah harus memastikan BPRS berfungsi dengan benar untuk melindungi masyarakat," lanjutnya.
Advertisement
Banyak Pasien JKN Belum Tahu Unit Pengaduan BPJS
BPJS kesehatan juga sudah memiliki unit pengaduan seperti yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 yang akan menindaklanjuti kecurangan dalam pelayanan JKN.
Namun, kata Timboel Siregar, pasien JKN kerap kali belum mengetahui hal tersebut secara lebih jelas.
"Oleh karenanya, saya usul agar setiap pasien JKN yang dirawat inap dapat didatangi oleh staf BPJS kesehatan dengan memberikan sapa dan dukungan untuk kesembuhannya dan memperkenalkan diri untuk siap membantu bila ada masalah yang dialami," ujarnya.
"Ini bisa dengan memberikan nomor HP yang bisa dihubungi. Cukup 5 menit melakukan hal tersebut."
Harapan Wujudkan Zero Fraud
Diharapkan Timboel, praktik curang rumah sakit dan oknum dokter dapat ditindaklanjuti secara tegas. Bahkan lebih bagus lagi wujudkan zero fraud (nol kecurangan).
"Program JKN sudah memberikan banyak manfaat bagi peserta, namun fraud masih ada. Semoga Pemerintah dan BPJS kesehatan bisa menciptakan sistem yang mendukung zero fraud," harapnya.