Singapura Izinkan 16 Spesies Serangga Dijual sebagai Makanan, Termasuk Jangkrik dan Belalang

PBB melalui FAO dalam beberapa tahun terakhir telah mempromosikan konsumsi serangga untuk manusia dalam upaya memberi makan populasi dunia yang terus bertambah dengan cara yang lebih terjangkau dan berkelanjutan.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 08 Apr 2023, 12:00 WIB
Ilustrasi memakan serangga (Dok. BBC)

Liputan6.com, Singapura - Badan Pangan Singapura (SFA) telah memberikan lampu hijau bagi konsumsi 16 spesies serangga seperti jangkrik dan belalang pada paruh kedua tahun 2023.

Persetujuan konsumsi serangga akan merujuk pada persyaratan keamanan pangan, termasuk proses perawatan untuk membunuh patogen dan memastikan bahwa pengemasan dan penyimpanannya dilakukan dengan aman demi mencegah kontaminasi.

Dilansir The Straits Times, Sabtu (8/4/2023), kebijakan konsumsi serangga diputuskan setelah SFA mengadakan latihan konsultasi publik dari 5 Oktober hingga 4 Desember 2022 tentang regulasi serangga dan produk serangga.

SFA mengatakan bahwa pada Oktober 2022 bahwa pihaknya telah melakukan tinjauan ilmiah dan menilai bahwa spesies serangga tertentu yang memiliki riwayat dikonsumsi manusia dapat dimakan, baik secara langsung, maupun dibuat menjadi makanan ringan.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam beberapa tahun terakhir telah mempromosikan konsumsi serangga untuk manusia dalam upaya memberi makan populasi dunia yang terus bertambah dengan cara yang lebih terjangkau dan berkelanjutan.

FAO mengungkapkan bahwa serangga yang dapat dimakan memberikan nutrisi berkualitas tinggi, membutuhkan lebih sedikit pakan, dan mengeluarkan lebih sedikit gas rumah kaca daripada ternak yang dibudidayakan.


Ulat Sutera Juga Dapat Dikonsumsi

Gambar yang diambil pada 27 Oktober 2021 ini menunjukkan ulat sutra memakan daun murbei di peternakan ulat sutra di sebuah stasiun penelitian pertanian di Miaoli, Taiwan. Para ilmuwan di Taiwan mengembangkan makanan kucing dari bahan dasar yang agak tidak biasa - kepompong ulat sutra. (Sam Yeh/AFP)

Selain serangga, SFA mengatakan akan juga mengizinkan ulat sutera untuk dikonsumsi manusia. Ulat sutera sendiri telah dikonsumsi di China, Malaysia, dan sejumlah tempat lain.

Ulat sutera menghasilkan kepompong dengan benang sutera, yang terdiri dari dua protein utama, yang dikenal sebagai sericin dan fibroin.

SFA mengatakan, akan mengizinkan fibroin dari kepompong ulat sutera untuk dikonsumsi, mengingat protein tersebut telah disetujui di Korea Selatan dan Jepang, serta secara umum diakui aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat.

Profesor William Chen, direktur Program Ilmu dan Teknologi Pangan di Universitas Teknologi Nanyang, mengatakan bahwa meskipun konsumsi serangga tidak asing di sejumlah negara Asia, namun pengenalan langsung serangga utuh dalam menu restoran mungkin masih menantang karena persepsi negatif umum serangga.

"Salah satu cara untuk mengintegrasikan serangga ke dalam makanan kita adalah dengan menambahkan protein serangga ke dalam makanan yang kita kenal seperti pasta. Tanpa melihat wujud utuh serangga dan tidak ada mengubah rasa –saya dapat dengan aman mengatakan ini setelah mencicipi spageti bolognese yang dibuat dengan pasta berbahan dasar protein ulat tepung– konsumen perlahan-lahan akan menerima makanan berbahan dasar serangga," ujarnya.

Tetapi, mereka yang ingin memperkenalkan larva lalat prajurit hitam sebagai makanan harus mendapatkan persetujuan dari SFA karena tidak ada riwayat konsumsi manusia yang diketahui.

Larva lalat tentara hitam digunakan di Singapura untuk mengolah sisa makanan. Larva mengonsumsi limbah hingga empat kali berat badannya dan pada gilirannya, mengeluarkan kotoran, yang digunakan sebagai pupuk. Larva digunakan sebagai pakan ikan dan udang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya