Kurangi Risiko Penyakit Jantung dan Diabetes, Turunkan Berat Badan Salah Satu Solusinya

Penelitian menemukan bahwa mereka yang sempat berhasil menurunkan berat badan, bahkan jika naik lagi, tetap menunjukkan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang rendah.

oleh Tiara Laninda diperbarui 08 Apr 2023, 20:00 WIB
Kurangi risiko penyakit jantung dan diabetes dengan turunkan berat badan (Credit: pexels.com/Jonathan)

Liputan6.com, Jakarta - Menurunkan berat badan baik untuk kesehatan. Tak jarang mereka yang berupaya melangsingkan tubuh harus membuat perubahan gaya hidup yang signifikan.

Namun, seringkali berat badan kembali naik secara perlahan. Hal ini bisa membuat seseorang merasa upaya mereka sia-sia.

Meski begitu, bukti baru menunjukkan bahwa manfaat kesehatan akan tetap ada, terutama dalam hal menjaga kesehatan jantung.

Mereka yang sempat berhasil menurunkan berat badan, bahkan jika naik lagi, tetap menunjukkan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang lebih rendah.

Penyakit yang dimaksud adalah serangan jantung dan diabetes tipe 2, menurut analisis di Circulation berjudul Kualitas dan Hasil Kardiovaskular yang dikutip Daily Record.

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ketika seseorang yang sebelumnya menurunkan berat badan kemudian kembali menambah berat badan, dapat meningkatkan risiko kesehatan kardiovaskular. 

Namun, penulis analisis kemudian mengklaim masih ada kurangnya penelitian lebih lanjut dalam bidang ini. 

Para akademisi menyatakan bahwa temuan terbaru mereka dapat memberikan dukungan bagi orang-orang yang berusaha untuk menjaga berat badan. 

Para peneliti melakukan 124 studi dengan total lebih dari 50.000 peserta. Mereka membandingkan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 dalam studi-studi tersebut.


Cara Efektif Kurangi Risiko Penyakit Kardiovaskular dan Diabetes

Kurangi risiko penyakit jantung dan diabetes dengan turunkan berat badan/pexels

Profesor Diet dan Kesehatan Masyarakat University of Oxford di Inggris, Susan A. Jebb, mengatakan banyak dokter dan pasien mengakui bahwa penurunan berat badan sering diikuti dengan penambahan kembali berat badan.

Hal ini membuat orang menjadi ragu dalam menjalankan program penurunan berat badan. Mereka takut upaya menurunkan berat badan akan sia-sia.

Menurut Jebb, pemikiran seperti itu dapat menghambat motivasi dan semangat orang untuk menurunkan berat badan.

Dia menekankan bahwa bagi orang dengan obesitas, menurunkan berat badan adalah cara efektif mengurangi risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.


Proses Penelitian Perubahan Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular dan Diabetes

Ilustrasi penyakit diabetes (Pexels/nataliya vaitkevich).

Para ilmuwan mengumpulkan hasil dari semua penelitian, dengan waktu pengamatan rata-rata selama 28 bulan.

Mereka menggunakan data ini untuk memperkirakan perubahan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 setelah penurunan berat badan.

Rata-rata penurunan berat badan di berbagai penelitian berkisar antara 2 kg–5 kg. Sementara, kenaikan berat badan rata-rata sebesar 0,12 kg–0,32 kg per tahun. Peserta memiliki usia rata-rata 51 tahun, dengan indeks massa tubuh 33, yang dianggap mengalami obesitas.

Jebb menjelaskan bahwa mayoritas percobaan berfokus pada perubahan berat badan dalam jangka pendek.

"Sebagian besar percobaan melihat apakah pengobatan baru efektif dan berfokus pada perubahan berat badan dalam jangka pendek daripada efek pada penyakit di kemudian hari," kata Jebb.


Dapat Mengurangi Kejadian Penyakit Kardiovaskular

Ilustrasi penyakit kardiovaskular. Credits: pexels.com by Karolina Grabowska

Jebb mengungkap bahwa hasil temuan mereka memberikan kepastian bahwa program penurunan berat badan efektif dalam mengendalikan faktor risiko kardiovaskular.

Kemungkinan besar program ini dapat mengurangi kejadian penyakit kardiovaskular.

Tak Bisa Gunakan Studi Individu

Jebb menjelaskan bahwa dalam hal ini, studi individu tergolong tidak kompeten dan memenuhi syarat untuk menemukan hasil yang konkrit.

“Studi individu seringkali terlalu kecil untuk mendeteksi perbedaan antara kelompok dalam insiden kondisi kardiovaskular,” kata Jebb.

“Ini terjadi karena hanya sedikit orang yang terkena kondisi kardiovaskular, sehingga studi yang dilakukan terkadang terlalu kecil dan tidak cukup lama untuk melihat efek dari kondisi tersebut pada hasil yang serius, seperti diabetes tipe 2 atau serangan jantung,” tambahnya.

Infografis Journal_ Fakta Mengenai Risiko Diabetes Melitus (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya