Liputan6.com, Vanimo - Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) membantu proses pemulangan delapan nelayan WNI yang sempat ditahan di Papua Nugini (PNG). Para WNI asal Merauke tersebut merupakan awak kapal nelayan KMN Aditya Sumatera Jaya. Mereka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Daru, Western Province, Papua Nugini.
Dilansir situs Kemlu RI, Minggu (9/4/2023), untuk memastikan kelancaran kepulangan para nelayan, Konsulat RI Vanimo bekerja sama dengan KBRI Port Moresby dan instansi terkait di Indonesia (termasuk Pemda Merauke) serta instansi pemerintah Papua Nugini.
Advertisement
Pada 8 April 2023, Konsul RI Vanimo Allen Simarmata telah menemui para nelayan WNI dan menyerahkan bantuan. Kondisi para nelayan dalam keadaan baik dan sehat. Saat ini para nelayan berada di Kantor Kepolisan Distrik Daru sambil menunggu proses pemulangan ke Tanah Air.
Konsulat RI Vanimo juga telah menghubungi pihak keluarga nelayan di Merauke mengenai telah dibebaskannya para nelayan setelah selesai menjalani hukuman dan rencana pemulangan ke Merauke.
Pemulangan para nelayan ini melibatkan petugas dari berbagai instansi PNG seperti Kepolisian, Bea Cukai, Imigrasi, PNG Defence Force, pejabat pemerintah Western Province, dan Petugas LP Daru. Para nelayan akan diserahkan kepada otoritas Indonesia di perbatasan laut RI-PNG di Sungai Torasi.
Delapan nelayan asal Merauke tersebut ditangkap oleh aparat hukum PNG di perairan PNG dan dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Daru dalam kasus illegal fishing dan illegal entry. Mereka menjalani hukuman di LP Daru, Papua Nugini sejak tanggal 8 Desember 2021.
Gerak Cepat KBRI Kuala Lumpur Bebaskan 5 Nelayan WNI Ditangkap di Perairan Malaysia
Kasus serupa penangkapan nelayan pernah dialami lima orang WNI asal Deli Serdang, Sumatra Utara. Mereka ditangkap pihak berwenang Malaysia karena telah melewati batas teritori negara.
Kini mereka telah dibebaskan dengan bantuan KBRI Kuala Lumpur.
Mereka dibebaskan dan diserahkan kepada Tim Satgas KBRI Kuala Lumpur oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) wilayah Perak berikut pengembalian perahunya tanpa dikenakan sanksi apapun. Penyerahan dari APMM kepada Satgas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dilakukan di perairan perbatasan Indonesia – Malaysia pada 8 Mei 2021, difasilitasi Tim Satgas KBRI dengan terlebih dahulu kelimanya dilakukan tes PCR di Malaysia.
Tim Satgas KBRI Kuala Lumpur bertindak cepat melakukan komunikasi dengan APMM atas laporan ditangkapnya perahu nelayan Indonesia di perairan Selat Melaka yang diawaki 5 WNI pada tanggal 25 April 2021. Penangkapan dilakukan atas dugaan perahu nelayan tersebut memasuki wilayah teritorial Malaysia tanpa ijin dan melanggar Akta Perikanan Malaysia 1985.
"Tim Satgas KBRI melakukan pertemuan khusus dengan Ketua Pejabat APMM wilayah Perak membicarakan agar para nelayan tersebut dapat segera dibebaskan. Tim Satgas juga bertemu dengan kelima nelayan WNI untuk memastikan kondisi mereka dalam keadaan baik dan memfasilitasi komunikasi dengan pihak keluarga di Deli Serdang," demikian menurut Atase Perhubungan KBRI Kuala Lumpur, Supendi, dalam keterangan tertulis dari KBRI Kuala Lumpur seperti dikutip Senin (10/5/2021).
Para nelayan WNI menyampaikan tidak menyadari telah memasuki wilayah perairan Malaysia hingga akhirnya ditangkap APMM Perak pada hari Sabtu 24 April 2021 sekitar 9,3 NM Barat Daya Pulau Buloh. Kelima nelayan tidak membawa dokumen identitas diri sehingga Tim Satgas KBRI menyiapkan SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor) untuk proses dokumen kepulangannya.
"Seluruh rangkaian pembebasan tanpa dikenakan sanksi. merupakan langkah cepat melakukan komunikasi dan kerjasama yang baik antara KBRI Kuala Lumpur dengan pihak APMM Wilayah Perak serta apresiasi atas kerjasama yang diberikan oleh APMM," Supendi menambahkan.
Kejadian penangkapan nelayan WNI oleh pihak APMM Malaysia bukan kali ini saja tetapi sering terjadi. Kasus terakhir menimpa 4 (empat) nelayan asal Deli Serdang yang dijatuhi hukuman penjara 30 bulan dan 18 bulan oleh Mahkaman Seksyen Ipoh tanggal 18 Februari 2021.
Ke depannya diperlukan sosialisasi kepada nelayan yang berada di pesisir pantai Pulau Sumatra dan sekitarnya terkait pemahaman batas wilayah teritorial antara perairan Indonesia dan Malaysia oleh Dinas Perikanan setempat serta informasi ancaman sanksi apabila terjadi pelanggaran tersebut.
Advertisement
4 Nelayan Indonesia Ditangkap dan Didenda Rp 200 Juta Lebih
Penangkapan WNI nelayan lainnya terjadi di perairan Australia.
Mengutip ABC Indonesia, Selasa (29/11/2022), nelayan WNI berusia antara 19 dan 37 tahun dilaporkan ditangkap awal November oleh patroli kapal perang Angkatan Laut Australia HMAS Albany di perairan utara Australia Barat.
Mereka ditemukan pada posisi 5,2 mil laut (9,6 kilometer) di dalam titik terdekat zona penangkapan ikan Australia, menggunakan berukuran 10 meter dengan empat tali pancing, tiga kantong garam seberat 30 kilogram, dan tanpa hasil tangkapan.
Aparat Australia kemudian mengarahkan para nelayan ini untuk meninggalkan zona tersebut.
Tapi berselang enam hari kemudian, mereka tertangkap kembali setelah ditemukan oleh pesawat pengintai maritim di dekat Pulau Sir Graham Moore di lepas pantai Kimberley.
Petugas Penjaga Perbatasan langsung menggeledah perahu nelayan dan menemukan empat sirip hiu, 10 kilogram ikan kering, lima kilogram garam, peralatan memancing, kompas, dan ponsel dengan dua aplikasi navigasi.
Keempat pria WNI tersebut telah mengaku bersalah atas dua dakwaan, yaitu menggunakan kapal asing untuk penangkapan ikan komersial di Australia dan menggunakan kapal asing di laut teritorial.
Senin 28 November 2022, Pengadilan Kota Darwin menjatuhkan vonis terhadap keempat nelayan Indonesia karena terbukti melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Australia.
Empat nelayan asal Indonesia tersebut dijatuhi hukuman denda hampir AU$20,000 atau senilai lebih dari Rp200 juta, setelah mengaku bersalah menangkap ikan komersial di wilayah perairan Australia.