Liputan6.com, Riyadh - Untuk mencegah pemborosan makanan dan mengurangi sampah makanan selama bulan Ramadhan, Otoritas General Food Security Authority (GFSA) atau Keamanan Pangan Umum Arab Saudi telah mengeluarkan beberapa tips yang dapat membantu Anda yang berpuasa dalam menyiapkan makanan dan menu buka puasa yang lebih berkelanjutan.
Kiat-kiat tersebut, yang dibagikan di media sosial, adalah bagian dari kampanye yang diluncurkan minggu lalu oleh Program Nasional GFSA untuk Mengurangi Kehilangan dan Pemborosan Pangan di Kerajaan.
Advertisement
Kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang ketahanan pangan dan mencegah pemborosan makanan itu juga mengajak masyarakat untuk menjaga pola konsumsi yang baik dan sehat, demikian dilansir dari AlArabiya, Senin (10/4/2023).
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Saudi Press Agency (SPA), GFSA mencatat bahwa tingkat kehilangan dan pemborosan makanan di Kerajaan sekitar 33 persen dan nilai limbah makanan diperkirakan mencapai 40 miliar riyal (sekitar 158 triliun rupiah) setiap tahunnya.
Untuk membantu mencegah hal tersebut, kampanye tersebut mendesak orang-orang untuk terlebih dahulu mengatur makanan apa yang mereka inginkan di meja buka puasa mereka, untuk mendiversifikasi pilihan makanan tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit, dan menyimpan sisa makanan dalam wadah yang rapat untuk dikonsumsi nanti.
Kampanye itu juga mengimbau masyarakat untuk menjaga jumlah yang pas saat membuat makanan, dan tidak membuat makanan dalam jumlah besar yang tidak perlu terutama dalam hal nasi.
"Nasi adalah makanan utama dan terbuang dalam jumlah besar," kata kampanye itu dalam sebuah cuitan di akun Twitter resminya, menambahkan bahwa persentase sisa makanan dari nasi adalah 31 persen.
Hal yang sama berlaku untuk kurma. Kurma adalah elemen penting di bulan Ramadhan dan biasanya dimakan untuk berbuka puasa. Namun, kampanye tersebut mencatat bahwa jumlah kurma yang terbuang diperkirakan lebih dari 36 ribu ton per tahun.
Selain itu, kampanye mencatat bahwa menyiapkan daftar belanjaan sebelum pergi ke supermarket adalah strategi bagus yang memungkinkan orang mengurangi pembelian produk yang tidak mereka butuhkan.
Dengan membuat daftar belanjaan, itu dapat membantu "mengurangi waktu (yang dihabiskan di supermarket), menghemat uang, dan membantu berhenti membuang-buang makanan".
Kolaborasi Internasional, Seruan Cegah Sampah Makanan
Persoalan sampah makanan merupakan masalah yang juga umum terjadi di Indonesia. Masalah sampah makanan pun sering kali dipandang sebelah mata. Padahal, timbunan sampah makanan dari aktivitas konsumsi jumlahnya signifikan.
Inisiatif Consumindful dengan slogan Eat Wiser, No Leftover, merupakan sebuah langkah yang dilakukan Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) sebagai upaya kontribusi dalam mengurangi timbulan sampah makanan.
Proyek itu diinisiasi oleh IBCSD bersama WRAP dan GRASP 2030 dengan dukungan Kedutaan Besar Denmark di Indonesia.
Acara peluncuran Consumindful merupakan penanda dimulainya gerakan mengajak publik untuk turut serta mengurangi sampah makanan di Indonesia. Gerakan itu diharapkan dapat mengamplifikasi pesan ke khalayak yang lebih luas untuk lebih bijak dalam mengonsumsi dan tidak menyisakan makanan.
Penyebaran pesan pentingnya mengurangi sampah makanan dinilai penting. Sebab, Indonesia mengalami kerugian ekonomi 4 hingga 5 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) akibat persoalan susut dan limbah pangan berdasarkan data Bappenas 2021.
"Inisiatif Consumindful diharapkan dapat semakin mendorong perilaku positif masyarakat dan industri untuk mengurangi sampah makanan serta membudayakan donasi makanan," ujar Direktur Eksekutif IBCSD Indah Budiani dalam sambutannya di acara peluncuran Consumindful yang berlangsung di Yogyakarta pada Selasa (4/4/2023).
Advertisement
Sampah Makanan di Kota Bandung Capai 670 Ton per Hari
Di Indonesia, sampah makanan harian yang paling banyak ada di Bandung. Dalam sehari, jumlah timbulan sampah sisa makanan di kota tersebut menembus 675 ton.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna dalam diskusi di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Kamis (27/10/2022). Kata Ema, selain sisa makanan jenis sampah lainnya yakni sampah plastik, karton dan kain.
Ema menyampaikan bahwa secara keseluruhan sampah yang dihasilkan Bandung adalah 1.500 ton per hari, terdiri dari 44,5 persen sampah sisa makanan, plastik sekitar 16,7 persen, karton 13,2 persen, hingga sampah kain sekitar 4,75 persen.
"Kalau masih dilakukan penanganan dengan cara konvensional, tahun 2023 sampah Kota Bandung bisa sampai 1.700 ton per hari," kata Ema dalam keterangan pers.
Di samping itu, Bandung juga tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sendiri, masih bergabung dengan wilayah lain di Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat.
Ironi Sampah Makanan: Dibuang-buang Saat Masih Banyak yang Membutuhkan
Isu terkait sampah makanan yang memiliki dampak bahaya besar itu menggerakkan hati Dedhy Trunoyudho, Indah Audivtia, dan Eva Bachtiar untuk membentuk food bank atau bank makanan di Surabaya, Jawa Timur.
Ketiganya merasa tersentuh dan resah hatinya melihat kebiasaan masyarakat yang sering kali membuang-buang makanan. Padahal di sisi lain, masih banyak masyarakat yang membutuhkan. Apalagi, kenyataannya sisa makanan menjadi penyumbang komposisi sampah terbesar yang ada di Indonesia.
Awalnya, keluarga Dedhy memiliki usaha katering untuk berbagai kegiatan. Sering kali banyak makanan yang terbuang setelah selesai acara.
Menurut Dedhy, makanan berlebih yang terbuang menjadi hal yang tidak ideal. Sebab, jumlahnya yang tidak sedikit dan berdampak mencemari lingkungan. Akhirnya tercetuslah bersama sang istri, Indah, untuk mendonasikan makanan-makanan berlebih tersebut.
"Setelah itu kita cari-cari tahu, ternyata di luar negeri itu ada yang namanya food bank yang udah sering dilakukan di sana. Lalu kita adopsi, kita implementasi dengan nama Garda Pangan," kata Dedhy kepada Liputan6.com.
Kegiatan Garda Pangan dilakukan mulai Juni 2017. Saat itu untuk mengumpulkan donasi makanan berlebih yang masih layak, Dedhy bersama teman lainnya memperkenalkan Garda Pangan melalui perorangan atau individu di acara-acara besar. Misalnya Hari Raya Idul Adha, Idul Fitri, ataupun acara besar lainnya.
Selain itu, mereka juga berkolaborasi dengan berbagai komunitas di Surabaya hingga mensosialisasikan melalui media sosial.
"Nah, dari situ kita ketemu dan kita mencari partner yang memang mempunyai masalah di food waste, daripada dibuang akhirnya mereka menghubungi kita dan akhirnya kita menjadi partner untuk mengolah makanan terbuang," ucapnya.
Sedangkan untuk saat ini, dalam menjalankan kegiatannya Garda Pangan memiliki sejumlah nasabah layaknya sebuah bank. Mulai dari sejumlah katering, kafe, restoran, toko roti, hingga hotel yang menyetorkan makanannya untuk didonasikan.
Advertisement