Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dijadwalkan akan ke Amerika Serikat (AS) Selasa 11 April 2023. Langkah Menko Luhut melakukan perjalanan ke AS ini dalam rangka negosiasi terkait isu AS mengucilkan produk nikel dari Indonesia.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto, usai konperensi pers Update Kerjasama Indonesia-Tiongkok, di kantor Kemenko Marves, Senin (10/4/2023).
Advertisement
"Jadi ya hari Selasa ini Pak Menko Luhut akan ke sana dan kita akan negosiasi terkait hal ini," kata Seto.
Sebagai informasi, Amerika Serikat diisukan tidak akan memberikan subsidi hijau terhadap produk dari Indonesia yang memiliki kandungan nikel.
Indonesia dan AS belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/ FTA) terutama untuk mineral kritis (critical mineral), termasuk nikel.
Sedangkan, Amerika Serikat akan memberikan subsidi hijau bagi negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikat.
Kendati demikian, Indonesia masih memiliki peluang untuk melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat terkait hal tersebut.
"Jadi kan IRA ini kan kita harus ada FTA. Kita kan belum punya, bukan berarti kita tak bisa, tapi kita belum punya FTA saja. Sebelumnya 2 minggu yang lalu kan mereka buat kesepakatan dengan Jepang, sebelumnya kan mereka gak ada FTA. Jadi, dengan Jepang ini ada deal-nya juga, untuk critical mineral," pungkasnya.
Pemerintah Susun Peta Jalan Hilirisasi Mineral Nikel hingga 2045
Pemerintah memastikan telah menyusun peta jalan (roadmap) hilirisasi mineral nikel berisi tahap-tahap yang dilalui hingga 2045.
Penyusunan peta jalan smelter nikel ini dilakukan 2 kementerian. Keduanya yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian.
"Sejak saya masuk sebagai staf khusus sudah ada beberapa hal yang dibuat minerba. Kami susun grand strategy sektor minerba. Ini semuanya ada di minerba, jadi roadmap-nya sudah ada semua untuk komoditas penting," ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif.
Ini dia ungkapkan pada acara workshop Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba bertema "Creating Good News for a Better Minerals Sector" yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S), di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Hingga saat ini tercatat ada sembilan fasilitas smelter nikel di bawah naungan Kementerian ESDM.
Lima di antaranya sudah berproduksi, dan dua masih fase konstruksi. Dua lainnya masih dalam perencanaannya.
Menurut Irwandy, sejumlah kendala dalam pengembangan smelter nikel antara lain masalah pendanaan, pasokan energi, pembebasan lahan, perizinan, dan isu lainnya.
Untuk pendanaan, pemerintah sudah mempertemukan pihak perusahaan dengan perbankan untuk melihat peluang potensi pengembangan smelter nikel.
"Untuk pembebasan lahan harus dilakukan dengan pendekatan sosial yang baik. Dari sisi perizinan Pemerintah sudah berupaya untuk mempercepat. Sedangkan isu lain, kelemahan kita ada teknologi, kita bayar terlalu bayak untuk teknologi. Tenaga kerja asing, kedatangan alat itu bergantung pada kerja sama industri dengan pemerintah," kata Irwandy.
Advertisement
Kendala
Roy A Arfandy, Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada, holding dari Harita Nickel, mengakui adanya kendala pendanaan saat awal pengembangan smelter nikel. Dia berharap adanya dukungan pemerintah dalam mengatasi masalah pendanaan Ini.
"Setengah mati cari pinjaman. Pabrik MHP (mixed hydroxied predipitate) kami investasinya besar, US$1,2 miliar. Untuk pendanaan memang perlu dibantu. Bank pemerintah banyak menahan untuk pendanaan karena masalah sumber listrik,” kata dia.
Produksi MHP ini menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).
MHP yaitu campuran padatan hidroksida dari nikel dan cobalt. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Saat ini Harita juga sedang mengembangkan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat, yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.
Roy mengungkapkan di Halmahera, Maluku Utara kebutuhan listrik berasal dari pembangkit yang dibangun perusahaan, yaitu pembangkit batu bara.
“Kami sudah coba menggunakan panel surya, tapi kapasitasnya tidak besar dan butuh lahan yang sangat luas, ratusan hektare. Kami juga butuh izin lebih lanjut untuk eksplorasi lanjutan," ujarnya.