Liputan6.com, Jakarta - Saat kita melihat penyandang disabilitas fisik di tempat umum, sering kali kita terdorong untuk membantunya. Misalnya, saat menyeberang jalan, mengambil makanan, dan sebagainya.
Hal ini lantaran adanya persepsi publik bahwa orang dengan disabilitas kesulitan melakukan segala hal, seperti melansir The Conversation.
Advertisement
Meski begitu, tak jarang juga orang dengan disabilitas sebenarnya tak butuh bantuan, apalagi jika tak diminta. Salah satunya adalah seorang pengguna kursi roda sekaligus advokat disabilitas, Zoe Simmons.
Pada akun Twitter pribadinya, dia menceritakan pengalamannya ketika ia dibantu tanpa diminta.
“Seorang anggota staf keamanan berkata: ‘Hai, nona. Bisakah kamu berjalan?’, kemudian ia meraih kursi roda saya dan mulai mendorong saya, lalu menyerahkan saya kepada orang lain yang mulai mendorong saya tanpa persetujuan,” tulisnya pada cuitan yang dilihat lebih dari 70 ribu kali.
Ia mengungkap, sikap demikian dari orang asing dapat menyinggung orang dengan disabilitas. “Tolong jangan lakukan hal seperti ini, tolong benar-benar berbicaralah kepada orang dengan disabilitas,” tuturnya lebih lanjut.
Menurut Zoe, ia meyakini hal serupa bukan hanya pernah dialami oleh dirinya. “Saya juga ingin mengatakan, ini adalah pengalaman yang terlalu sering terjadi setiap kali kami berdiskusi dengan komunitas (disabilitas).”
Sebuah studi dari Dignity Project baru-baru ini juga menunjukkan hal yang selaras dengan cuitan Zoe. Tepatnya, tidak ada pendekatan yang saklek atau pasti untuk membantu penyandang disabilitas mana pun.
Namun, berhenti membantu sesama manusia apalagi penyandang disabilitas, juga bukan solusi yang tepat. Simak 4 hal yang bisa dipertimbangkan sebelum membantu orang dengan disabilitas fisik.
Jangan Langsung Bantu, Tanyakan Terlebih Dahulu
Tak jarang misinformasi yang salah beredar di internet tentang disabilitas. Hal ini menjadi salah satu tantangan dalam mengubah sikap masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan penelitian Dignity Project, peserta penyandang disabilitas berharap makin banyak orang menyadari bahwa orang dengan disabilitas memiliki hak asasi yang sama.
Oleh sebab itu, mereka berharap, orang juga dapat bertanya kepada mereka sebelum membantu. Hal itu dilakukan orang pada umumnya ketika ingin membantu orang lain.
“Pertama, tanyakan ‘apakah Anda butuh bantuan?' walaupun saya mungkin tidak membutuhkannya. Saya akan meminta bantuan jika saya membutuhkannya. Tanyakan cara terbaik untuk membantu saya, daripada melakukan apa yang menurut Anda saya butuhkan,” tulis salah satu partisipan penyandang disabilitas.
Advertisement
Perhatikan dan Sadari Respons Mereka
Penyandang disabilitas memiliki hak atas kebebasan berekspresi, berpendapat, serta memiliki privasi.
Jadi, dengarkan tanggapannya secara seksama setelah ditanya tentang butuh bantuan. Jika menerima respons negatif setelah bertanya, milikilah empati terhadap apa yang mungkin tidak dipahami oleh orang pada umumnya.
Jika tanggapannya singkat atau marah, terimalah dan jangan menjadi kesal. Tanggapan itu mungkin terjadi karena trauma diskriminasi yang pernah mereka alami.
Meskipun membantu merupakan hal yang pantas dan sopan untuk dilakukan, memaksa untuk membantu bisa jadi hal yang tidak pantas. Terutama, jika melakukannya menarik perhatian orang di sekitar.
Ketahui Apa yang Tak Boleh Dilakukan
Jangan pernah menyentuh penyandang disabilitas secara fisik, teknologi bantuannya, ataupun hewan pendukungnya tanpa diminta.
Selain itu, tidak tepat juga untuk bertanya tentang diagnosis atau gangguan mereka jika memang sedang tidak membahas hal tersebut.
Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam RUU Kesehatan, Salah Satunya Kesamaan Akses
Di Indonesia, hak-hak penyandang disabilitas diatur dalam Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan, yang terdiri dari:
- Hak informasi dan komunikasi dalam pelayanan kesehatan,
- Kesamaan dan kesempatan akses atas sumber daya di bidang kesehatan,
- Penyandang disabilitas juga memiliki hal kesamaan dan kesempatan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau,
- Kesamaan dan kesempatan secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya,
- Alat bantu kesehatan berdasarkan kebutuhannya,
- Obat yang bermutu dengan efek samping yang rendah,
- Pelindungan dari upaya percobaan medis, dan
- Pelindungan dalam penelitian dan pengembangan.
Delapan hak ini disampaikan dalam temu dengar RUU Kesehatan bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) di Jakarta pada Rabu, (29/3/2023).
Advertisement