Liputan6.com, Jakarta Perkembangan terkait keputusan dihapusnya Tenaga Honorer menunjukkan kemajuan. Hal itu terlihat dari pembahasan dalam Raker Komisi II dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas.
Advertisement
"Komisi II DPR RI meminta kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) untuk segera menyelesaikan urusan terkait tenaga honorer sebelum tenggat kebijakan penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023 berdasarkan pasal 99 ayat (2) PP No. 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja," demikian paparan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dalam Raker dengan Menteri PANRB, Senin (10/4/2023)
Permintaan Komisi II DPR pun disetujui oleh Azwar Anas. Namun dengan catatan, tidak adanya pemberlakuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada seluruh tenaga honorer; dan tidak ada tenaga honorer yang dikurangi honor yang diterimanya saat ini.
Selain itu, Komisi II DPR juga meminta Kementerian PANRB agar kebijakan yang diambil juga menghindari adanya pembengkakan anggaran;
"Menerapkan prinsip keadilan, kompetitif dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk menjadi ASN," lanjut paparan pernyataan Komisi II.
Selanjutnya, Komisi II DPR RI juga "mendorong Kementerian PANRB untuk segera melakukan koordinasi dengan 5 instansi yang penyampaian Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) masih dalam proses agar hasil finalisasi pendataan Tenaga Non-ASN dapat digunakan sebagai data dasar dalam penyusunan roadmap penyelesaian tenaga non-ASN".
"Dalam rangka penguatan sistem merit dalam manajemen ASN, Komisi II DPR RI dan Kementerian PANRB RI sepakat untuk melanjutkan pembahasan Revisi Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara," jelasnya.
Adapun permintaan untuk merevisi Surat Menteri PANRB No. 13/521/M.SM.01.00/2023 untuk menambahkan bidang dukungan legislatif DPR RI yang dapat melaksanakan seleksi CPNS pada Tahun Anggaran 2023.
Menpan RB Paparkan Opsi Penyelesaian Tenaga Honorer Sebelum Dihapus November 2023
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, saat ini pemerintah sedang memfinalisasi sejumlah opsi untuk penataan tenaga non-ASN, atau yang sering disebut sebagai honorer, sebelum dihapus pada November 2023.
Anas mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan untuk mencari jalan tengah.
Enam+02:57VIDEO: Terpuruknya Kripto Lebih Banyak Pukul Investor Kelompok Minoritas "Jadi sekarang sedang dimatangkan. Ada opsi-opsi. Yang jelas pemerintah berusaha agar tidak ada pemberhentian, tapi di sisi lain juga tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan dan tetap sesuai regulasi," ujar Anas usai sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Mantan Bupati Banyuwangi ini menambahkan, opsi-opsi solusi itu telah dan sedang terus dibahas bersama DPR, DPD, Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia), BKN, dan beberapa perwakilan tenaga non-ASN.
"Seperti pekan lalu saya ketemu para gubernur dalam APPSI, kita bahas soal tenaga non-ASN. Semoga bisa segera sepakat solusinya dalam waktu yang tak lama lagi," kata Anas.
Honorer Punya Peran Penting
Menurut dia, para tenaga non-ASN maupun honorer memiliki peran yang cukup bagi masyarakat. Sehingga ia berulang kali menyampaikan sedang mencari jalan terbaik yang dapat diterima semua pihak.
"Secara faktual, memang tenaga non-ASN berperan dalam pelayanan publik, sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti soal pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan publik lainnya," jelasnya.
Ia lantas membeberkan ada beberapa opsi penyelesaian tenaga non-ASN. "Kita memang ada beberapa opsi, mulai soal pengangkatan sesuai skala prioritas, lalu ada opsi pengangkatan seluruhnya tapi ini nanti beban fiskal bisa melonjak signifikan, dan beberapa opsi lagi," turut mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.
Distribusi ASN
Selain soal penataan tenaga honorer, Anas juga menggarisbawahi soal pentingnya distribusi ASN secara merata ke seluruh Indonesia, baik itu PNS maupun PPPK.
"Jadi problem kita ini bukan hanya soal formasi ideal, jumlah ASN yang didayagunakan, tetapi juga distribusinya. Karena memang saat ini sebarannya belum merata, masih terpusat di Jawa, padahal seluruh Indonesia berhak mendapat pelayanan publik prima sebagaimana arahan Presiden," pungkasnya.
Advertisement
Upaya Rieke Diah Pitaloka Perjuangkan Nasib Pegawai Honorer Bisa Jadi PPPK
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka terus berupaya memperjuangkan nasib para honorer agar dapat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ia menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan masa pengabdian honorer, dalam proses rekrutmen PPPK.
"Kami mendesak rekrutmen PPPK yang berkeadilan dengan memperhitungkan masa kerja. Ini bukan tuntutan yang berlebihan," ujar Rieke di akun sosial media Instagram miliknya @riekediahp, melalui keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).
Sebab menurut Rieke, jika hanya mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hanya maksimal 35 tahun.
Sementara, kata dia, jumlah honorer berusia di atas 35 tahun sangatlah banyak dan masa kerja mereka pun telah bertahun-tahun.
"Guru, juga tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, semua, infrastruktur, penyuluh. Mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang dengan usia di atas 35 tahun, dengan menghitung masa pengabdian. Jadi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa," ucap anggota DPR RI ini.
Bukan hanya itu, dia juga meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.
Sudah Hubungi Menteri Terkait
Terkait dua permasalahan tersebut, yang salah satunya UU ASN, Rieke mengaku sudah menyampaikan surat resmi ke para menteri terkait.
"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan kematian. Tapi saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah. Bapak ibu kan juga sering ke luar negeri, mana ada guru di luar negeri yang ga punya pensiun di luar negeri," papar Rieke.
Rieke mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, melainkan juga dengan hati.
"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," kata dia.
Advertisement