Dari Pulau Obi untuk Indonesia Jadi Pemain Baterai Kendaraan Listrik Dunia

Harita Nickel menjadi perusahaan nikel pertama di Indonesia yang menghasilkan produk turunan untuk baterai kendaraan listrik.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Apr 2023, 07:00 WIB
Harita Nickel terus meningkatkan investasinya dalam membangun industri nikel terintegrasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Liputan6.com, Pulau Obi Tak banyak orang tahu mengenai Pulau Obi. Pulau yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara ini ternyata menyimpan potensi mineral yang menjanjikan, yaitu Nikel. Saat ini sudah ada PT Trimegah Bangun Persada Tbk yang mengeksplore mineral di pulau tersebut.

Di sana, perusahaan yang familiar disebut Harita Nickel ini mengoperasikan setidaknya empat anak usaha. Semua itu adalah PT Gane Permai Sentosa, PT Megah Surya Pertiwi, PT Halmahera Persada Lygend, dan PT Halmahera Java Feronikel. Semuanya memiliki bisnis yang terintegrasi, mulai dari aktivitas pertambangan hingga hilirisasi produk.

Mengapa nikel in menjanjikan? Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mencanangkan masa depan industri otomotif di Indonesia. Era kejayaan kendaraan berbasis fosil akan ditinggalkan dan beralih menjadi kendaraan listrik.

Seperti diketahui, komponen utama dalam pengembangan kendaraan listrik ini adalah baterai. Adapun bahan baku utama pembuatan baterai kendaraan listrik ini adalah nikel. Porsi komponen nikel dalam baterai kendaraan listrik mencapai 40 persen.

Harita Nickel sendiri menambang nikel di Pulau Obi sejak 2010. Kini perusahaan memiliki 2 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Obi, yang masing-masing memiliki wilayah 4.247 hektare (ha) dan 1.276 ha. Adapun dari dua IUP tersebut, Harita Nickel memiliki produksi sekitar 20 juta ton per tahun.

"Potensi nikel yang ada di sini masih bisa running sampai 10 tahun ke depan," kata Director of Operation PT Trimegah Bangun Persada Tbk Younsel E. Roos di Pulau Obi, Selasa (11/4/2023).

 


Investasi Lebih dari USD 1 Miliar

Harita Nickel di Pulau Obi sudah menggelontorkan investasi lebih dari USD 1 miliar untuk membangun industri hilirisasi nikel (dok: Ilyas)

Harita Nickel sendiri, sejak 2010 sudah menginvestasikan lebih dari USD 1 miliar untuk membangun industri nikel yang terintegrasi di Pulau Obi. Nikel di Pulau Obi ini memiliki dua kategori, yaitu Saprolit dan Lemonit. Saprolit adalah nikel dengan kadar tinggi (>1,5 persen). Sedangkan Limonit merupakan nikel dengan kadar rendah (<1,5 persen). Dua jenis ini yang diolah dengan komposisi sesuai permintaan pasar.

Saat ini, Harita Nickel mempekerjakan lebih dari 30 ribu pekerja, dimana sekitar 10 persen merupakan Tenaga Kerja Asing (TKA). Maklum saja, teknologi yang dipakai di kawasan industri nikel Pulau Obi ini dari China.

Sebagai produknya, Harita Nickel memiliki 3 hasil hilirisasi yang sudah dipasarkan. Pertama, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). MHP ini diproduksi 365.000 WMT/Th. Pemasarannya sendiri di ekspor ke China. Produk Kedua, Nikel Sulfat. Nikel Sulfat ini merupakan turunan dari MHP. Dengan demikian, memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Hanya saja, pabrik Nikel Sulfat ini masih dalam tahap uji coba produksi. Adapun kapasitas produksinya mencapai 247.000 ton per tahun.

"Untuk Nikel Sulfat ini, masih dalam tahap final commissioning. Secepatnya akan kita produksi dan komersilkan," tambah Director of Health, Safety and Environment PT Trimegah Bangun Persada Tbk, Tonny H. Gultom.

Sedangkan produk ketiga adalah Kobalt Sulfat. Sayangnya, pabrik kobalt sulfat ini masih dalam tahap pembangunan. Jika rampung, kapasitas produksinya mencapai 32.000 ton per tahun.

 


Terbesar di Dunia

Harita Nickel menjadi satu-satunya perusahaan di Indonesia yang memproduksi Nikel Sulfat di Indonesia (dok: Ilyas)

Ada yang menarik dari produk baru Harita Nickel, yaitu Nikel Sulfat. Percaya atau tidak, Indonesia menjadi negara yang memiliki produksi Nikel Sulfat terbesar di Dunia. Sementara di Indonesia, Harita Nickel menjadi perusahaan pertama yang memproduksi Nikel Sulfat.

Nikel Sulfat ini sudah masuk tahap 70 persen sebelum nikel berubah menjadi produk akhir berupa baterai kendaraan listrik.

"Butuh dua hingga tiga kali proses lagi sebelum menjadi baterai listrik. Itupun membutuhkan investasi yang luar biasa besar," tambah Tonny.

Tonny mengaku, saat ini sudah ada off taker Nikel Sulfat, yaitu China. Dengan demikian, Harita Nickel sudah mengantongi kontrak pembelian dengan sejumlah perusahaan.

"Jadi nanti diekspor semua ke China atau negara lain, lalu masuk Indonesia menjadi baterai listrik," tegas Tonny. Bukan tidak mungkin di Pulau Obi akan hadir sejumlah investor untuk membangun pabrik yang menghasilkan baterai listrik. Tentunya ini akan tergantung oleh ekosistem dan komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan kendaraan listrik.

Yang jelas, Harita Nickel di Pulau Obi, sudah menjadi yang terdepan dalam pengembangan industri baterai listrik di Indonesia. Dengan demikian, mimpi Indonesia menjadi pemain industri baterai kendaraan listrik di dunia sebentar lagi terwujud.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya