Liputan6.com, Jakarta - Luapan emosi memang kerap tak menentu. Terkadang bisa sangat sedih atau sangat bahagia. Namun, kebanyakan orang tidak sadar bahwa hal manusiawi itu bisa berujung kerugian saat tak mampu mengendalikan temponya. Ya, kesenangan dan kesedihan bisa merugikan jika berlarut-larut.
Hal tersebut disampaikan Psikolog Unusia, Rihab Said Aqil saat mengisi Program Lenong Betawi BKN PDI Perjuangan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023).
Advertisement
Menurut Rihab, emosi itu seharusnya diekspresikan apa adanya. Perasaan takut, marah, sedih dan sakit adalah ragam dari emosi. Manusia harus mengungkapkan emosi secara tepat.
"Sakit itu wajar, tetapi rasa sakit yang berlarut-larut itu adalah hal yang tidak baik, karena merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitar kita," ujarnya.
Nabi Muhammad, lanjutnya, sebagai manusia yang sempurna pun pernah merasakan kesedihan dan amarah. Apalagi saat 70 sahabat Rasulullah dikirim ke pertempuran di Bir Mauna.
"Mereka meninggal sebagai Syuhada. Nabi merasa marah sekaligus sedih. Tetapi kemarahan Nabi itu diungkapkan dengan cara menunaikan sholat dan banyak berdoa," jelas Doktor Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
"Emosi itu bagian jiwa manusia. Emosi berguna sebagai respon atas terjadinya suatu keadaan atau situasi," sambungnya.
Tak cuma perasaan berlarut-larut yang merugikan, tetapi juga perasaan yang berlebihan. Misalnya dalam konteks asmara. Kesedihan dan kebahagiaan, kata Rihab, mudah timbul ketika sedang mencintai seseorang.
"Kita harus mencintai dengan rasa secure (aman, Red) agar terhindar dari rasa ketakutan akan kehilangan atau insecure,” terang Rihab.
Menurut Viktor Frankl, Psikiater asal Austria, sering kali manusia fokus pada mencintai siapa. Tetapi lupa untuk merasa bahwa dirinya itu dicintai.