'Pasir Bernapas' Jadi Media Lahan Pertanian di Gurun, Solusi Krisis Perubahan Iklim UEA

Sebuah titik terang baru bagi UEA yang menjadi negara pertama di kawasannya untuk berkomitmen pada Perjanjian Paris. Perusahaan yang berbasis di Dubai telah membuat teknologi inovatif untuk mengubah pasir gurun menjadi pasir layak untuk pertanian berkelanjutan.

oleh Chesa Andini Saputra diperbarui 16 Apr 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi barisan unta yang sedang berjalan di gurun pasir. (dok. Unsplash/ Sergey Pesterev)

Liputan6.com, Dubai - Gurun pasir luas yang terletak di Uni Emirat Arab diduga dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah perubahan iklim, kekurangan air, dan ketahanan pangan, menurut sebuah perusahaan yang menggunakan teknologi inovatif untuk mengubah butiran pasir menjadi lahan pertanian ramah lingkungan.

Teknologi 'breathable sand' atau 'pasir bernapas' ini dibuat oleh Dake Rechsand, perusahaan yang berbasis di Dubai, dan memiliki fungsi untuk membantu pasir gurun menahan air di sekitar akar sambil membiarkan udara bersirkulasi dengan bebas.

Ketua dan CEO perusahaan, Chandra Dake, mengatakan teknologi tersebut dapat merevolusi pertanian di padang pasir.

“Konsepnya adalah gurun itu sendiri akan menjadi solusi untuk masalah gurun,” kata Dake dikutip dari Alarabiya News, Minggu (16/4/2023).

“Pasir gurun belum pernah digunakan di industri mana pun sebelumnya. Sekarang kami telah menciptakan industri darinya. Pasir bernapas adalah pasir khusus, yang membuat tanaman bertumbuh lebih baik karena adanya aerasi." 

Pasir gurun akan diolah menggunakan teknologi yang dipatenkan Rechsands.

Teknologi itu didasarkan pada bagaimana sebuah padatan bereaksi terhadap tegangan permukaan cairan yang menciptakan "badan air" di atas pasir.

“Pasir gurun adalah bahan mentahnya dan kemudian kami melapisinya dengan teknologi khusus, yang membuatnya bekerja seperti yang kami inginkan – seperti retensi air,” kata Dake.

Pasirnya dilapisi dengan lapisan "khusus" yang terdiri dari kombinasi mineral yang tidak mengandung bahan kimia apa pun tetapi untuk mempercepat proses perubahan fisik dari sifat pasir.

Perusahaan berharap teknologi inovatif ini dapat membantu mendukung ambisi iklim UEA, negara pertama di kawasan ini yang berkomitmen pada Perjanjian Paris, menyerahkan Kontribusi Tetap Nasional, dan yang pertama menetapkan rencana menuju Net Zero.

Selama 15 tahun terakhir, UEA telah menginvestasikan total $50 miliar dalam energi terbarukan dan teknologi bersih secara global.

Ia berencana untuk menginvestasikan $50 miliar lagi di tahun-tahun mendatang, termasuk dalam teknologi pertanian, penggunaan air yang lebih cerdas, dan produksi makanan.


Cara Pergerakan Udara dan Air

Teknologi 'pasir bernapas' perusahaan yang berbasis di Dubai, Dake Rechsand. (Sumber: Screenshot Alarabiya News)

Pasir ini tidak seperti pasir gurun biasa yang ketika Anda kasih air, biasanya menghilang. Pasir bernapas ini dapat menahan air, bahkan lebih lama.

"Ini menjadi zona retensi air. Dan tanah lapisan atas ini yang dulunya gurun, sekarang dapat menjadi lahan subur karena Anda dapat menanam di sini dan mulai mempertahankan nutrisi. Kemudian perlahan-lahan menjadi kaya akan mineral dan nutrisi, di mana tanaman dapat berkembang lebih baik."

Begitulah cara pergerakan udara dan air dikendalikan, menurut Dake.

"Ini membuat tanaman bertumbuh lebih baik karena memungkinkan adanya aerasi (mengalirnya udara)," sehingga akar mendapatkan lebih banyak oksigen, katanya.

"Jadi tanamannya tumbuh sehat, daunnya sehat, dan hasilnya pun sehat."


Rencana Perusahaan

'Pasir bernapas' dapat menghasilkan "hasil yang luar biasa". (Sumber: Screenshot Alarabiya News)

Dake, yang tinggal di UEA sejak tahun 2018, mengatakan 'pasir bernapas' dapat menghasilkan "hasil yang luar biasa" untuk semua jenis tanaman, dedaunan, dan hasil bumi. Dari melati, pohon kelapa, mawar, hingga kembang sepatu.

Di UEA, perusahaan ini telah bekerja sama dengan pertanian swasta dan beberapa sekolah di Dubai melalui Kementerian Pendidikan dan dengan kementerian di Sharjah.

Sementara di ibu kotanya, Abu Dhabi, teknologi tersebut telah membantu membudidayakan kacang tanah, kacang hijau, dan kacang polong, sementara anggrek buah juga menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Perusahaan dikatakan mempunyai rencana lebih lanjut untuk wilayah tersebut. Pada akhir tahun ini, sebuah pabrik akan dibangun di UEA.

Di luar itu, pengelolaan pasir saat ini sudah diberlakukan di China.

Saat ini perusahaan sedang melakukan pembicaraan dengan Arab Saudi, Bahrain, dan Qatar untuk proyek percontohan di tiga negara Gulf Cooperation Council (GCC) yang menggunakan teknologi Rechsand.


Aspek Keberlanjutan

Teknologi sarang lebah membuat air tetap segar, memungkinkan adanya “sumber air baru” untuk UEA daripada mengandalkan air desalinasi. (Sumber: Screenshot Alarabiya News)

Keuntungan lain menggunakan teknologi ini adalah aspek keberlanjutannya.

Pertama, ini menghemat atau mengurangi penggunaan pupuk. Jadi, Anda dapat menanam produk organik di tanah yang tidak tercemar karena tidak ada pupuk yang biasanya mengandung bahan kimia.

Kedua adalah penghematan konsumsi air. Menggunakan teknologi ini dapat menghemat 75 persen hingga 80 persen penggunaan air. Dengan jumlah air ini, kita dapat menanam tumbuhan 10 kali lipat lebih banyak.

Kami dapat menambah jumlah hasil tanaman dengan jumlah air yang sama.

Selain itu, ini juga mengurangi ketergantungan pada tanaman dan produksi impor, serta meningkatkan swasembada UEA.

"Teknologi ini hanya perlu diterapkan sekali di atas pasir dan akan bertahan seumur hidup," kata Dake, tanpa perlu aplikasi ulang.

"Anda tidak perlu mengaplikasikan kembali setelah lima tahun atau apa pun itu – ini hanya perlu diaplikasikan satu kali seumur hidup dan selamanya pertanian menjadi lahan subur.”

Namun, pasir bernapas bukan satu-satunya solusi inovatif dan berkelanjutan untuk konservasi air di negara Teluk, yang mengandalkan desalinasi air.

Perusahaan juga sedang dalam pembicaraan dengan UEA untuk memanfaatkan teknologi ‘sponge city’ alias 'kota spons'.

'Kota spons' adalah sebuah model pembangunan perkotaan yang menggunakan dua teknologi berkelanjutan, yaitu, jalanan (yang dapat ditembus air) dan penampungan model sarang lebah untuk mengumpulkan air hujan dan mengurangi banjir.

Teknologi yang diterapkan pada permukaan jalan, memungkinkan pengumpulan dan pemanenan air dalam jumlah besar ketika terjadi hujan lebat – yang kemudian dapat disimpan, diolah, dan digunakan kembali secara berkelanjutan.

Sementara, teknologi sarang lebah membuat air tetap segar, memungkinkan adanya "sumber air baru" untuk UEA daripada mengandalkan air desalinasi.

Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triiyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya