Liputan6.com, Brasilia - Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva terbang ke China pada Selasa (11/4/2023). Tujuannya tidak hanya memperkuat hubungan bilateral dengan mitra dagang terbesar Brasil, tapi juga mendapatkan dukungan atas upayanya mendorong perdamaian di Ukraina.
Brasil dan China diperkirakan akan menandatangani setidaknya 20 perjanjian bilateral selama lawatan dua hari Lula da Silva. Dia dijadwalkan mengunjungi Beijing dan Shanghai serta bertemu dengan Presiden Xi Jinping pada Jumat (14/4).
Advertisement
Kedua pemimpin, ungkap pemerintah Brasil, akan membahas sejumlah isu, mulai dari perdagangan, investasi, transisi energi, perubahan iklim, re-industrilisasi, dan perjanjian perdamaian.
China adalah pasar ekspor terbesar Brasil, sementara Brasil adalah penerima terbesar investasi China di Amerika Latin.
Hubungan China dengan pendahulu Lula da Silva, Jair Bolsonaro, tidak harmonis. Bolsonaro dan anggota keluarganya tidak jarang menimbulkan perselisihan dengan otoritas China selama periode 2019-2022.
Pada tahun 2020, putra Bolsonaro yang merupakan seorang anggota parlemen bernama Eduardo menyalahkan Partai Komunis China atas pandemi COVID-19. Duta besar China untuk Brasil menyebut pernyataannya itu sebagai penghinaan jahat terhadap China dan rakyatnya. Akhir tahun yang sama, Eduardo mencap raksasa teknogi China Huawei melakukan spionase, memicu teguran tajam dari kedutaan besar China.
Tahun 2022, China tidak memiliki duta besar di Brasilia selama delapan bulan.
Keretakan hubungan kedua negara turut memicu kecaman di dalam negeri, termasuk dari para pendukung Bolsonaro.
"Saya ingin orang China memahami bahwa investasi mereka di sini akan sangat disambut baik, tetapi tidak untuk membeli perusahaan kami. Untuk membangun hal-hal baru, yang kami butuhkan," ungkap Lula da Silva pada 6 April 2023.
Perusahaan-perusahaan China terlibat dalam proyek pekerjaan umum di Brasil, termasuk jalur metro di Sao Paulo. Salah satu perjanjian yang dikabarkan akan ditandatangani Lula da Silva di China adalah pembangunan satelit keenam, yang akan memantau bioma seperti hutan hujan Amazon.
Membuat Marah Ukraina dan Barat
Brasil, China, dan Rusia adalah anggota kelompok negara berkembang BRICS dan Lula da Silva telah mengusulkan agar Brasil serta negara lainnya termasuk China memediasi perdamaian di Ukraina.
Namun, Lula da Silva sendiri telah membuat marah Ukraina dan Barat setelah baru-baru ini menyarankan agar Ukraina menyerahkan Krimea sebagai sarana untuk menciptakan perdamaian.
Pada awal bulan ini, seorang penasihat Lula da Silva, yakni mantan menteri luar negeri Celso Amorim, melakukan perjalanan diam-diam ke Moskow, di mana dia bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.
"Amorim pergi untuk mendengarkan dan mengatakan waktunya telah tiba untuk berdialog," kata Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira kepada wartawan di Brasilia pada 5 April.
Vieira mengklaim mencatat kesamaan antara proposal perdamaian China yang diajukan pada Februari dengan proposal yang ditawarkan Lula da Silva. Salah satu poin kesamaan itu adalah menghentikan permusuhan dan memulai negosiasi.
"Itu sangat masuk akal dan mungkin menjadi stimulus untuk pembicaraan," imbuhnya.
Advertisement