3 Mantan Eksekutif Twitter Tagih Utang Rp 15 Miliar ke Elon Musk

Mantan CEO Parag Agrawal, mantan CFO Ned Segal, dan mantan Chief Legal Officer Vijaya Gadde menuduh Twitter berutang lebih dari US$ 1 juta atau sekitar Rp 15 miliar kepada mereka untuk biaya hukum yang belum diganti.

oleh Iskandar diperbarui 12 Apr 2023, 18:30 WIB
CEO Twitter baru, Parag Agrawal, yang menggantikan Jack Dorsey (Foto: The Verge).

Liputan6.com, Jakarta - Selain menunggak sewa kantor, Twitter menghadapi gugatan lain atas tagihan yang belum dibayar. Seperti yang dilaporkan The New York Times, Rabu (12/4/2023), tiga mantan eksekutif menggugat perusahaan untuk membayar utang.

Dalam pengaduan yang diajukan ke Delaware Chancery Court, mantan CEO Parag Agrawal, mantan CFO Ned Segal, dan mantan Chief Legal Officer Vijaya Gadde menuduh Twitter berutang lebih dari US$ 1 juta atau sekitar Rp 15 miliar kepada mereka untuk biaya hukum yang belum diganti.

Pemilik Twitter baru, Elon Musk, memecat ketiga eksekutif itu setelah mengambil kendali perusahaan pada Oktober tahun lalu.

Ketiga mantan eksekutif itu menuduh Twitter menghabiskan waktu berbulan-bulan mengabaikan surat yang mereka kirimkan, memintanya untuk menghormati perjanjian penggantian yang mereka miliki sebelum penghentian mereka.

Menurut pengaduan tersebut, Twitter akhirnya mengakui surat-surat itu bulan lalu tetapi tidak melakukan apapun. Hingga Senin (11/4/2023), ketiganya masih menunggu perusahaan membayar iuran.

Mantan eksekutif tersebut mengklaim telah mengeluarkan biaya hukum untuk menanggapi tuntutan hukum pemegang saham dan beberapa investigasi pemerintah, termasuk yang melibatkan Departemen Kehakiman AS.

Pejabat federal mulai mengirimkan permintaan ke Agrawal dan Segal pada Juli 2022. Kemudian, akhir tahun 2022, Departemen Kehakiman menghubungi pengacara Agrawal dan Segal untuk membahas berbagai penyelidikan terhadap Twitter.

Seperti yang diwartakan CNN, Departemen Kehakiman sebelumnya tidak mengungkapkan penyelidikan terhadap Twitter.

Gugatan tersebut menyoroti tantangan keuangan Twitter yang sedang berlangsung. Pada akhir 2022, pemilik gedung yang menampung kantor pusat Twitter di San Francisco menggugat perusahaan tersebut karena gagal membayar sewa.

Musk juga telah memangkas lebih dari 75 persen dari sekitar 7.500 karyawan Twitter yang dipekerjakan di bawah Agrawal. Bulan lalu, Musk mengatakan Twitter mengalami penurunan pendapatan iklan sebesar 50 persen.


Twitter Hapus Label Media yang Terafiliasi Negara Bagian AS

Twitter App Logo (Photo by Jeremy Bezanger on Usplash)

Twitter telah menghapus label yang menunjuk NPR sebagai outlet media terafiliasi dengan negara bagian AS, selang beberapa hari usai kali pertama menerapkan label tersebut awal pekan lalu.

Pada Sabtu (8/4/2023), perusahaan mendaftarkan public broadcaster tersebut sebagai organisasi yang “didanai pemerintah”.

Reporter teknologi NPR Bobby Allyn adalah orang pertama yang melaporkan perubahan tersebut. Dia mengaku, Elon Musk mengatakan kepadanya bahwa Twitter akan menerapkan penunjukan "yang didanai pemerintah" ke institusi lain dalam beberapa hari mendatang.

“Tesla, yang telah menerima subsidi pemerintah miliaran dolar selama bertahun-tahun, tampaknya tidak memiliki label tersebut,” ujar Allyn.

Akun NPR utama belum mencuit sejak Twitter pertama kali menerapkan label yang berafiliasi dengan negara. Setelah CEO NPR John Lansing mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa "afiliasi negara" tidak berlaku untuk public broadcaster berdasarkan pedoman Twitter sendiri, perusahaan mengubah pedoman tersebut.

"Organisasi media yang dibiayai negara dengan independensi editorial, seperti BBC di Inggris atau NPR di AS misalnya, tidak didefinisikan sebagai media yang berafiliasi dengan negara," kata halaman tersebut.

Pada hari Rabu (5/4/2023), perusahaan telah menghapus bagian teks yang merujuk pada NPR.

Menurut NPR, kurang dari satu persen anggaran operasional tahunannya berasal dari hibah pemerintah. Selama lima tahun terakhir, sebagian besar pendapatan nirlaba, sekitar 70 persen, berasal dari sponsor perusahaan dan biaya pemrograman.


Valuasi Twitter Setara Rp 301,28 Triliun

Ilustrasi Twitter (Foto: Pixabay)

CEO Tesla sekaligus Twitter Elon Musk mengklaim valuasi Twitter sekitar USD 20 miliar atau Rp 301,28 triliun (asumsi kurs Rp 15.064 per dolar AS), menurut email yang dilihat oleh The Information dan The New York Times.

Artinya, valuasi Twitter tersebut anjlok dari pembelian awal Elon Musk senilai USD 44 miliar atau Rp 662,81 triliun alias sisa setengahnya.

Melansir Yahoo Finance, ditulis Rabu (29/3/2023), Elon Musk membagikan penilaiannya terhadap valuasi Twitter yang turun secara signifikan dari USD 44 miliar yang dia bayarkan untuk membeli perusahaan tersebut pada musim gugur lalu. Hal itu diungkapkan dalam sebuah memo yang dia kirim kepada karyawan Twitter pada Jumat untuk mengumumkan program kompensasi saham baru.

Miliarder tersebut pun dilaporkan memperingatkan karyawan Twitter yang berkurang secara signifikan, ia bilang bahwa situs web tersebut masih dalam posisi keuangan yang genting. "Twitter sedang dibentuk ulang dengan cepat,” tulisnya, dikutip dari Yahoo Finance.

Dia menambahkan, perusahaan, pada satu titik, sudah empat bulan kehabisan uang tunai. Menurut Zoë Schiffer dari Platformer, Musk juga memberi tahu karyawan dia melihat "jalan yang jelas tapi sulit" menuju penilaian USD 250 miliar, hasil hipotetis yang akan membuat hibah saham perusahaan saat ini bernilai 10 kali lipat pada masa mendatang.

Selain itu, Elon Musk mengatakan Twitter akan mengizinkan karyawan untuk menjual saham setiap enam bulan, kebijakan yang mirip dengan yang diterapkan di SpaceX.

Menurut Elon Musk, program tersebut akan memberi karyawan "saham likuid" sambil melindungi mereka dari "kekacauan harga" yang datang dengan ekuitas di perusahaan publik.


Infografis Cek Fakta: 6 Tips Cara Identifikasi Hoaks dan Disinformasi di Medsos

Infografis Cek Fakta: 6 Tips Cara Identifikasi Hoaks dan Disinformasi di Medsos

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya