Junta Myanmar Akui Lakukan Serangan Udara di Pa Zi Gyi, Korban Tewas Jadi 133 Orang

Kelompok aktivis Kyunhla yang berada di lokasi kejadian serangan udara militer Myanmar mengklaim bahwa sedikitnya 20 anak tewas dalam serangan tersebut, sementara korban luka mencapai 50 orang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Apr 2023, 07:13 WIB
Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)

Liputan6.com, Naypyidaw - Korban tewas akibat serangan udara militer Myanmar di Kanbalu, wilayah Sagaing, pada Selasa (11/4/2023) dilaporkan meningkat menjadi sedikitnya 133 orang. Hal tersebut diungkapkan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Aung Myo Min.

NUG sendiri merupakan pemerintah bayangan Myanmar sebagai bagian dari perlawanan terhadap junta militer.

Menurut laporan CNN pada Rabu (12/4), tim penyelamat belum dapat kembali ke lokasi serangan udara karena pesawat militer terus terbang, meski tidak ada serangan lebih lanjut.

Kelompok aktivis Kyunhla yang berada di lokasi kejadian serangan udara mengklaim bahwa sedikitnya 20 anak tewas dalam serangan tersebut, sementara korban luka mencapai 50 orang.

Terdapat sekitar 300 orang berkumpul di Desa Pa Zi Gyi pada Selasa pagi untuk merayakan peresmian kantor administrasi lokal di bawah NUG - sebelumnya disebutkan pembukaan kantor pasukan pertahanan rakyat (PDF). Orang-orang dari desa-desa terdekat menempuh perjalanan untuk menghadiri acara tersebut, di mana teh dan makanan disajikan dan bertepatan dengan dimulainya perayaan Tahun Baru Thingyan.

"Kami tidak mendapat peringatan apapun," ungkap seorang saksi mata seperti dilansir CNN, Kamis (13/4). "Sebagian besar penduduk desa larut dalam acara, jadi mereka tidak memerhatikan keberadaan pesawat."

Saksi mata menuturkan bahwa tepat sebelum pukul 08.00 waktu setempat, sebuah pesawat militer Myanmar mengebom lokasi acara. Kemudian helikopter Mi35 berputar dan menembaki desa.

"Ketika saya tiba di lokasi, kami mencoba mencari orang-orang selamat," kata dia. "Semuanya mengerikan. Orang-orang sekarat saat diangkut dengan sepeda motor. Anak-anak dan wanita. Beberapa kehilangan kepala... Saya melihat 'daging' di jalanan."

Lebih lanjut saksi mata mengungkapkan bahwa dia melihat puluhan mayat pasca serangan, termasuk anak-anak usia lima tahun. Saksi mata kehilangan empat anggota keluarganya dalam serangan biadab tersebut.

"Saya melihat banyak orang datang ke tempat kejadian untuk mencari anak-anak mereka, mereka menangis dan menjerit," sebut dia.

Pada hari yang sama, sekitar pukul 17.30, jet militer Myanmar kembali dan menembaki tempat lokasi yang sama.

Penuturan saksi mata disebut cocok dengan laporan media lokal dan pernyataan NUG.


Pengakuan Junta Militer

Personel militer membawa tank berpartisipasi dalam pawai selama Hari Angkatan Bersenjata nasional di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). Myanmar saat ini sedang dalam kekacauan sejak para jenderal militer menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari. (AP Photo)

Juru bicara junta militer Myanmar Mayjen Zaw Min Tun mengonfirmasi serangan udara di Desa Pazigyi. Dia mengatakan, jatuhnya korban sipil dikarenakan mereka dipaksa untuk membantu teroris.

Junta militer Myanmar telah menetapkan NUG dan kelompok PDF sebagai teroris.

"Pada pukul 08.00... NUG dan PDF melakukan upacara pembukaan kantor administrasi publik di Desa Pazigyi. Kami telah meluncurkan serangan terhadap mereka. Kami diberi tahu bahwa PDF terbunuh dalam serangan itu. Mereka menentang pemerintah kita," ujar Zaw Min Tun.

Serangan itu dikecam dunia internasional. Pelapor khusus PBB untuk Situasi HAM di Myanmar Tom Andrews mengatakan, ketidakpedulian global terhadap situasi di Myanmar berkontribusi terhadap serangan itu.

"Serangan militer Myanmar terhadap orang-orang tidak berdosa, termasuk serangan udara hari ini di Sagaing, dimungkinkan oleh ketidakpedulian dunia dan mereka yang memasok senjata," tutur Andrews.

"Berapa banyak anak-anak Myanmar yang harus mati sebelum para pemimpin dunia mengambil tindakan yang kuat dan terkoordinasi untuk menghentikan pembantaian ini?"

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Amerika Serikat (AS) mengatakan sangat prihatin dengan serangan udara militer Myanmar dan meminta rezim junta militer untuk menghentikan kekerasan yang mengerikan.

"Serangan kekerasan ini semakin menggarisbawahi pengabaian rezim terhadap kehidupan manusia dan tanggung jawabnya atas krisis politik dan kemanusiaan yang mengerikan di Myanmar pasca kudeta Februari 2021," kata Kemlu AS.

Serangan Udara dan Darat untuk Membungkam Lawan

Sudah lebih dari dua tahun sejak militer Myanmar merebut kekuasaan, menggulingkan pemerintah yang sah dan memenjarakan pemimpinnya Aung San Suu Kyi. Junta militer dilaporkan secara teratur melancarkan serangan udara dan darat terhadap target yang mereka sebut "teroris".

Serangan-serangan itu disebut menewaskan warga sipil, termasuk anak-anak, dan menargetkan sekolah, klinik, rumah sakit, dan infrastruktur sipil lainnya.


Situasi di Myanmar Jauh Lebih Buruk

Pengunjuk rasa antikudeta duduk di belakang poster dengan gambar pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi selama unjuk rasa di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). Meski ada peringatan dari militer Myanmar, peserta demonstrasi tidak gentar. (AP Photo)

Pertempuran antara militer dan kelompok perlawanan terjadi setiap hari di seluruh Myanmar. Kelompok-kelompok pemberontak ini, beberapa di antaranya telah bersekutu dengan beberapa milisi etnis yang telah lama berdiri di negara itu, secara efektif menguasai bagian-bagian negara di luar jangkauan junta.

Kelompok perlawanan dan organisasi kemanusiaan telah berulang kali menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan massal, serangan udara, dan kejahatan perang terhadap warga sipil di wilayah di mana pertempuran berkecamuk. Tuduhan tersebut berulang kali dibantah oleh junta, meski disebut ada bukti yang semakin banyak.

"Mereka kehilangan kendali atas negara. Mereka kehilangan pijakan. Segalanya jauh lebih tidak stabil di lapangan daripada sebelumnya," jelas Andrews. "Akibatnya, mereka semakin sering menggunakan kekuatan udara dan tentu saja, saat mereka melakukannya, semakin banyak warga sipil yang terbunuh."

Menurut media lokal Myanmar Now dan The Irrawaddy, pada Senin (10/4), serangan udara menghantam Kota Falam di Negara Bagian Chin, menewaskan sembilan orang ketika bom dijatuhkan di sebuah sekolah.

Pekan lalu, Departemen Hubungan Masyarakat Kantor Provinsi Tak, Thailand, mengungkapkan via Facebook bahwa 8.000 pengungsi di Negara Bagian Karen, Myanmar, telah melarikan diri dari pertempuran di Myawaddy melintasi perbatasan ke Thailand.

Pada Maret, setidaknya 22 orang, termasuk tiga biksu, tewas di sebuah biara di Negara Bagian Shan. Dan serangan udara militer di sebuah sekolah di Sagaing pada September 2022 menewaskan sedikitnya 13 orang, termasuk tujuh anak.

Saksi mata serangan pada Selasa mengatakan bahwa situasi di Myanmar sekarang lebih buruk.

"Orang-orang sekarat seperti anjing atau sapi. Kami tidak memiliki senjata untuk dibandingkan dengan apa yang dimiliki militer. Kami membutuhkan bantuan komunitas internasional," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya