50 Persen Pertumbuhan Ekonomi Dunia Bakal Disumbang 2 Negara Ini

IMF : negara di Asia dapat mengimbangi beberapa efek hambatan global dengan memanfaatkan pertumbuhan China dan India.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 13 Apr 2023, 15:11 WIB
Para komuter yang mengenakan masker berjalan saat badai debu dan pasir di kawasan pusat bisnis di Ibu Kota Beijing, China, Selasa (11/4/2023). Serangkaian badai debu dan pasir terbaru membuat indeks kualitas udara memburuk di Beijing pada Senin malam hingga Selasa. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta Saat ekonomi global menuju periode pertumbuhan terlemahnya dalam lebih dari 30 tahun, China dan India tetap berada di titik terang yang dapat menular ke negara-negara tetangga di Asia. Hal itu diungkapkan Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF), Krishna Srinivasan.

Melansir Channel News Asia, Kamis (13/4/2023) Srinivasan mengatakan bahwa negara-negara di Asia dapat mengimbangi beberapa efek hambatan global dengan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi di China dan India.

Dua negara terpadat di dunia itu diperkirakan akan menyumbang sekitar setengah dari seluruh pertumbuhan ekonomi global tahun ini, menurut IMF.

"China telah pulih – ia datang dengan kuat lagi. Tetapi bahkan untuk negara seperti China, prospek jangka panjang harus ditangani melalui reformasi kebijakan," ujar Srinivasan kepada CNA Asia First. 

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China sekitar 5 persen tahun ini.

“Peningkatan besar dalam perkiraan pertumbuhan untuk China, menjadi pemain yang sangat penting baik secara global maupun regional," bebernya.

"Angka kami menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan satu poin persentase dalam pertumbuhan China, negara-negara di kawasan ini tumbuh sebesar 0,3 poin persentase dalam jangka menengah,"ungkap Srinivasan.

Sementara IMF, bersama dengan Bank Dunia dan Asia Development Bank (ADB), sedikit menurunkan perkiraan mereka untuk ekonomi India tahun ini, investasi dan ekspor di negara itu sedang booming, kata Srinivasan.

"Kami merevisi perkiraan pertumbuhan kami untuk India dari 6,1 menjadi 5,9 persen. Itu mencerminkan beberapa perlambatan konsumsi. Namun secara keseluruhan, India masih merupakan titik terang dalam ekonomi dunia," jelas dia.

Bahkan, kinerja ekonomi China dan India dalam beberapa tahun ke depan akan berdampak penting pada prospek Asia.

"Jika India dan China terus melakukannya dengan baik, maka itu adalah perubahan besar bagi negara-negara di kawasan ini," imbuhnya.


Ekonomi Global Diperkirakan Akan Melihat Pertumbuhan Terendah Sejak 1990

Seorang wanita berlari di depan kantor pusat Alibaba di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China, Rabu (5/2/2020). Pemerintah Hangzhou memberlakukan pembatasan pergerakan bagi warganya menyusul mewabahnya virus corona. (NOEL CELIS/AFP)

Pertumbuhan global diperkirakan akan tetap di sekitar 3 persen selama lima tahun ke depan, kata IMF pada Selasa 11 April.

Ini akan menjadi perkiraan jangka menengah terendah sejak tahun 1990, dan datang setelah periode aktivitas ekonomi yang lebih lambat.

Dalam jangka pendek, IMF menurunkan prospek pertumbuhan global menjadi 2,8 persen untuk tahun ini dan 3 persen untuk 2024, di tengah inflasi yang masih tinggi dan kerentanan sektor perbankan.

Sekitar 90 persen ekonomi maju dunia juga diprediksi mengalami penurunan pertumbuhan tahun ini. 

Srinivasan mengakui, ekonomi global telah mengalami beberapa "guncangan" selama beberapa tahun terakhir, khususnya pandemi COVID-19, perang Rusia Ukraina, dan krisis biaya hidup.

IMF juga memperingatkan bahwa gejolak sistem keuangan baru-baru ini dapat menyebabkan penurunan produksi global hingga mendekati tingkat resesi.

"Kita sedang memasuki fase yang sulit, di mana pertumbuhan ekonomi tetap rendah menurut standar historis," kata Pierre-Olivier Gourinchas, direktur riset IMF.

Dia melihat, "Risiko keuangan telah meningkat, dengan inflasi yang belum secara meyakinkan berubah".

 


Seberapa Besar Dampak Krisis Perbankan di AS Terhadap Kawasan Asia?

Orang-orang berbaris di luar kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Perusahaan perbankan ini mengalami krisis pada Jumat (11/3/2023), sehingga terjadi kebangkrutan yang dialami SVB dan salah satunya karena krisis modal. (Justin Sullivan/Getty Images/AFP)

Selain itu, negara-negara Asia terus menghadapi masalah seperti perlambatan permintaan eksternal dari Amerika Serikat dan Eropa, serta melonjaknya suku bunga yang didorong oleh inflasi.

Sementara dampak langsung dari gejolak perbankan di AS dan Eropa tidak banyak berpengaruh pada Asia, IMF mengingatkan, dampak lebih lanjut di sektor ini dapat meluas ke wilayah tersebut.

"Sistem perbankan Asia memiliki permodalan yang cukup baik – masalah likuiditas mereka cukup bagus," kata Srinivasan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya