Liputan6.com, Jakarta - Tingkat polusi yang berbahaya di Thailand Utara telah membuat kota bersejarah Chiang Mai terjebak di bawah kabut asap tebal dengan warga setempat khawatir akan dampaknya terhadap pariwisata dan kesehatan mereka.
Asap dari kebakaran hutan dan petani membakar tunggul tanaman telah mencekik kota wisata tersebut. Dari platform pemantauan udaha global IQAir mencatat pemeringkatan di antara tempat-tempat paling tercemar di dunia di atas hotspot biasa seperti Lahore dan Delhi. Demikian dikutip dari Strait Times, Kamis (13/4/2023).
Advertisement
Warga telah mengajukan petisi kepada pemerintah untuk bertindak dengan gambar dan video kabut tebal yang menarik perhatian publik menjelang pemilihan nasional pada Mei yang sangat dinantikan.
Pada Selasa, kehidupan sehari-hari di Chiang Mai, Thailand berlanjut meski polusi udara membahayakan. Ini dilihat dari catatan yang menunjukkan tingkat partikel PM2,5 yang berbahaya, sangat kecil sehingga dapat memasuki aliran darah, lebih dari 30 kali lipat pedoman tahunan Organisasi Kesehatan Dunia, menurut IQAir.
"Itu membuat saya ingin menangis,” ujar Kanchaya Boontan (40), yang menjalankan CM Siam Travel, sebuah perusahaan pariwisata.
Ia menambahkan, tahun ini buruk, biasa polusi tidak terlalu lama tapi orang asing sudah melihat beritanya.
Boontan baru saja kembali bangkit usai terpaksa menutup empat toko selama pandemi COVID-19. Ia mulai bekerja shift 12 jam. Namun, pelaku lalu, the Thai Hotel Association Northern Chapter memperingatkan wisatawan domestik membatalkan reservasi liburan Tahun Baru Songkran karena tingkat polusi.
"Minggu lalu saya hanya mendapat satu pelanggan. Minggu ini tidak ada,” ujar dia.
Hampir 2 Juta Warga Thailand Membutuhkan Perawatan
Beberapa jalan dari gerbang kuno Tha Phae, penjual jus jeruk Aun (45) mencoba hidupkan bisnis. “Ini semakin mempengaruhi hidup saya setiap hari, apakah itu kesehatan saya atau penurunan jumlah wisatawan,” ujar dia.
"Beberapa hari Anda hampir tidak bisa melihat jalan di depan, dan itu bukan kabut tapi kabut asap,” ujar dia.
Polusi itu terutama disebabkan oleh petani yang membakar ladang mereka. Hal tersebut disampaikan Siwatt Pongpiachan, Konsultan National Astronomical Research Institute of Thailand.
“Pergeseran pola cuaca global dan topografi Chiang Mai menjebak polusi sehingga mendorong PM 2,5 menjadi badai sempurna tahun ini,” ujar dia.
Pada 2023 saja, hampir dua juta orang di Thailand membutuhkan perawatan di rumah sakit karena kondisi pernafasan yang disebabkan oleh polusi udara, menurut Kementerian kesehatan Masyarakat.
Ahli Jantung Chiang Mai Rungsrit Kanjanavanitt menuturkan, pejabat tidak berbuat banyak untuk mengatasi polusi karena khawatir akan dampaknya terhadap ekonomi yang vital di negara itu.
“Kita harus lebih peduli dengan kesehatan tamu kita. Itu harus menjadi prioritas. Polusi paling terdampak pada anak-anak dan orangtua,” ujar Dr Kanjanavanit.
Ia menuturkan, setiap peningkatan 10 mikrogram per mil dalam PM 2,5 , ada satu tahun lebih sedikit masa hidup. “Anda harus mengalikannya dengan rentang eksposur. Semua orang bernafas, jadi efeknya pada populasi sangat tinggi,” ujar dia.
Turis Inggris Lucy Cooper menuturkan, matahari benar-benara merah terang karena asap di langit, cukup aneh dan sangat berkabut. “Kamu tidak bisa melihat lebih jauh dari beberapa bidang jauhnya,” ujar dia.
Ia menilai, pemandangan menjadi tidak ideal karena tidak dapat melihat gunung dan menyedihkan.
Selain itu, Chokchai Mongkolcho menuturkan, kabut asap menyembunyikan keindahan kota.
Advertisement
Polusi Udara di Thailand Capai Level Membahayakan, Festival Songkran Terancam Berantakan
Sebelumnya, Festival Songkran yang menjadi salah satu daya tarik wisata utama Thailand kini dibayang-bayangi kemuraman akibat kondisi polusi udara yang membahayakan. Di Chiang Mai, utara Thailand, kabut asap tebal muncul dalam beberapa minggu terakhir.
Thailand telah merancang festival Tahun Baru terkenal itu akan kembali digelar setelah disetop selama tiga tahun akibat pandemi Covid-19. Warga Thailand dari 13--15 April 2023 bakal mengisinya dengan mengunjungi kuil, membersihkan patung Buddha, dan bergabung dalam perang air yang dikenal sebagai ritual pembersihan oleh warga setempat.
Aktivitas itu biasanya mengundang kehadiran para wisatawan. Namun, para ahli memperingatkan potensi itu kemungkinan terhambat karena polusi udara. Situasi itu terutama dipicu aktivitas para petani membakar ladang untuk mempersiapkan panen berikutnya. Musim 'asap' itu biasanya berlangsung dari Januari hingga Maret dan memperburuk kualitas udara tahun ini.
Dikutip dari VOA News, Selasa (11/4/2023), Gary Bowerman, seorang analis perjalanan yang berbasis di Kuala Lumpur, mengatakan kabut tebal tahun ini hampir pasti memengaruhi rencana mereka yang ingin merayakan Festival Songkran.
"Kualitas udara yang beracun di Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, dan sebagian Vietnam yang disebabkan oleh pembakaran lahan pertanian merupakan keprihatinan nyata bagi industri pariwisata," katanya kepada VOA.
"Musim kabut telah dimulai cukup awal dan pasti akan menyebabkan pembatalan pemesanan. Ini kemungkinan akan berdampak pada perayaan Songkran dan merugikan industri pariwisata yang mulai pulih."
Kabut asap juga sering menyebabkan masalah kesehatan di kalangan penduduk setempat, terutama di pedesaan yang merupakan sebagian besar wilayah utara negara itu. Thailand menetapkan batas aman PM2.5, yaitu partikel debu dengan diameter 2,5 mikrometer atau kurang sebesar 50 mikrogram per meter kubik udara.
Pembatalan Reservasi dari Wisatawan Asing
Sebelumnya, jika udara tercemar PM2.5 di atas 100 mikrogram, pihak berwenang bertindak. Mereka menerbitkan peringatan baru-baru ini terhadap aktivitas luar ruangan di Chiang Mai dan kabut di sepanjang jalan raya agar dapat dilalui dengan aman.
Sebagai rumah bagi perayaan Songkran terbesar dan terlama di Thailand, sektor pariwisata Chiang Mai sangat rentan. Pallop Saejew, Kepala Kamar Dagang Chiang Mai, baru-baru ini menjelaskan pada Khaosod English bahwa perjalanan domestik ke kota tersebut sudah turun sepanjang tahun ini. Hal itu berdasarkan hasil survei kepada pemilik bisnis lokal di Chiang Mai.
Mantana Boonset, pengawas reservasi di Resor Anantara Chiang Mai, mengungkapkan bahwa pemesanan telah dibatalkan dalam beberapa hari terakhir, termasuk oleh tamu dari Amerika Serikat, China, dan Inggris, yang mengkhawatirkan polusi dapat memengaruhi kesehatan mereka.
"Kami hanya menerima [pembatalan] untuk bulan Maret dan April," katanya kepada VOA. "Kami akan menawarkan mereka untuk menyimpan kredit kamar dan para tamu dapat menunda masa tinggal mereka ketika mereka kembali ketika cuaca lebih baik."
Advertisement
Kualitas Udara Sangat Tidak Sehat
Menurut IQAir, sebuah perusahaan kualitas udara yang berkantor pusat di Swiss, Chiang Mai baru-baru ini menduduki peringkat teratas dalam peringkat kualitas udara dan polusi di seluruh dunia berdasarkan kota. Pada Rabu, 5 April 2023, Chiang Mai menduduki peringkat kedua dengan skor 254, yang dinilai 'sangat tidak sehat', sedangkan Bangkok berada di peringkat kelima dengan skor 154.
Penduduk setempat terpaksa memakai masker wajah di tengah udara yang tidak bersih, dengan masker N95 dianggap sebagai perlindungan terbaik. Boonset pun mengatakan resornya menawarkan masker sebagai tindakan pencegahan.
"Tim resepsionis kami [memiliki]… masker tersedia yang dapat dimiliki tamu secara gratis," katanya. "Untuk Songkran, kami tidak berharap mendapatkan lebih banyak pembatalan karena cuaca akan menjadi lebih baik pada periode tersebut, sebagian besar mungkin hujan."
Mengutip The Thaiger, Rabu, 29 Maret 2023, seorang sopir taksi setempat bernama Pat menyebut kondisi kabut asap di Chiang Mai terus memburuk setiap tahun. "Kabut asap tahun ini sangat buruk. Saya pikir sekarang kita memiliki empat musim, musim panas, musim dingin, hujan, dan kabut," ujarnya.