Giliran Wali Kota Makassar Danny Pomanto Diperiksa Soal Korupsi PDAM Makassar

Sebelumnya adik Menteri Pertanian yakni Haris Yasin Limpo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

oleh Eka Hakim diperbarui 13 Apr 2023, 16:06 WIB
Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto alias Danny Pomanto (Liputan6.com/Fauzan)

Liputan6.com, Makassar - Sehari setelah mengumumkan identitas para tersangka, Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) memeriksa intensif Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar.

"Pak Danny (Moh. Romdhan Pomanto) diperiksa sebagai saksi," singkat Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi via pesan singkat whatsapp, Kamis (13/4/2023).

Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran tepatnya penggunaan dana PDAM Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi Tahun 2017 hingga 2019 itu, Kejati Sulsel telah menetapkan dua orang tersangka yakni Haris Yasin Limpo yang diketahui sebagai mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar dan Iriawan Abdullah yang merupakan mantan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.

Kasus korupsi yang menjerat adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo beserta rekannya, Iriawan Abdullah tersebut, bermula pada Tahun 2016 hingga 2019. Di mana dalam 4 tahun tersebut, PDAM Kota Makassar mendapatkan laba dan untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas dan kemudian ditetapkan oleh Wali Kota Makassar.

Adapun prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan laba dari direksi kepada Wali Kota Makassar melalui dewan pengawas sampai dengan pembagian laba tersebut, seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi kegiatan itu tercatat atau dicatat dalam notulensi rapat. 

Namun faktanya, sejak 2016 hingga 2018 tidak pernah dilakukan pembahasan rapat oleh direksi baik terkait permohonan penetapan penggunaan laba hingga pembagian laba serta tidak dilakukannya pencatatan (notulensi) sehingga tidak terdapat risalah rapat. Melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar pada rapat per-bidang. Diantaranya jika tentang keuangan, maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.

"Meskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba, seharusnya PDAM Kota Makassar memperhatikan adanya kerugian dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba," ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers penetapan tersangka korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi Tahun 2017 hingga 2019 di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 12 April 2023.

Kedua tersangka yakni Haris Yasin Limpo dan Iriawan Abdullah, kata Yudi, tidak mengindahkan aturan Permendagri No. 2 Tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda No. 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017 karena beranggapan bahwa pada Tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.

Pada kedua aturan tersebut yakni Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba. Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya pembagian tantiem untuk direksi sebesar 5 persen dan bonus pegawai 10 persen. Sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.

Tak hanya itu, dari hasil penyidikan kasus korupsi pengelolaan anggaran lingkup PDAM Kota Makassar tersebut, lanjut Yudi, ditemukan ada premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera yang diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera, namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang- undangan bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut, oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/ pemberi kerjalah yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.

Dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tersebut, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya kas PDAM Kota Makassar senilai Rp20.318.611.975,60 sebagaimana hasil audit yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan dengan Pasal Primair yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal Subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. 

"Kedua tersangka kita tahan di Lapas Kelas 1 Makassar selama 20 hari," tutur Yudi.


Kejati Sulsel Pastikan Lanjutkan Penyelidikan

Haris Yasin Limpo tersangka korupsi PDAM Kota Makassar (Liputan6.com/Eka Hakim)

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi mengatakan dalam penyidikan kasus korupsi penyimpangan penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tersebut, pihaknya tak ada beban maupun tekanan sama sekali sehingga ia memastikan penyidikan kasus tersebut akan berjalan maksimal. 

"Tidak ada tekanan sama sekali, kita berjalan saja proses kasusnya dan kita profesional," ucap Yudi.

Ia mengaku sejak penyidikan kasus tersebut, pihaknya melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna menghitung kerugian negara.

"Jadi kita melalui waktu yang panjang, kita gunakan asas kehati-hatian," akui Yudi.

Ia juga berjanji akan terus melakukan pendalaman atau pengembangan kasus tersebut guna menemukan kemungkinan masih adanya tersangka lainnya dalam kegiatan yang menimbulkan kerugian negara sangat besar itu.

"Tentu dilakukan pengembangan lebih lanjut," jelas Yudi.

Saat ini, kata dia, sudah ada sekitar 30 saksi yang telah diperiksa dan akan terus menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi lainnya yang sebelumnya telah diperiksa baik di tingkat penyelidikan maupun penyidikan. 

 "Saksi ada sekitar 30 orang (termasuk Danny Pomanto). Tentu pemanggilan saksi-saksi yang sebelumnya diperiksa akan dipanggil lagi. Ini kan proses berjalan dari penyelidikan umum ke khusus. Pastinya kita akan kembali memeriksa saksi-saksi," Yudi menandaskan.


Dugaan Pengendapan Dana Rp80 Miliar

Kejati Sulsel memeriksa maraton dua mantan Direktur Teknik PDAM Makassar keterkaitannya dengan dugaan korupsi (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) awal mulanya menurunkan tim Intel dan Pidsus (Pidana Khusus) untuk menyelidiki adanya pengendapan dana senilai Rp80 miliar milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar di Asuransi Bumiputera.

"Iya sesuai instruksi Pak Kajati tim Intel dan Pidsus diturunkan khusus bersama-sama mendalami hal itu," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel yang saat itu dijabat oleh Idil saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin 8 Juni 2020.

Dari hasil penyelidikan bidang Intelijen Kejati Sulsel sebelumnya, beber Idil kala itu, memang ditemukan dana sebesar Rp80 miliar mengendap di Asuransi Bumiputera. Di mana dana puluhan miliar milik perusahaan plat merah tersebut disinyalir bersumber dari dana cadangan dan dividen.

"Kita sudah periksa pihak Bumiputera juga dan jika keterangannya masih diperlukan tentu kita akan panggil lagi," jelas Idil kala itu.

Selain mendalami dugaan kebocoran dana tantiem (hadiah untuk karyawan yang bersumber dari keuntungan perusahaan), bonus pegawai dan kelebihan pembayaran beban pensiunan, pengusutan juga melebar ke sektor pengelolaan dana cadangan dan dividen yang kabarnya dikelola sendiri oleh internal perusahaan daerah tersebut.

"Kalau dana cadangan itu besarannya 20 persen dari laba perusahaan. Sementara dividen nilainya 45 persen dari laba perusahaan. Nah kita melihat ini sangat rawan apalagi sistemnya dikelola sendiri oleh mereka," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) yang saat itu dijabat oleh Firdaus Dewilmar di Kantor Kejati Sulsel.

Adapun pengusutannya, beber Firdaus kala itu, akan dimulai dengan mendalami laporan pertanggungjawaban pengelolaan tahun 2010 hingga 2019.

"Itu nilainya sangat besar dan dari hasil penyelidikan kita, ditemukan adanya deviden yang tidak terpenuhi. Ada temuan BPK namun ini tidak ditonjolkan," beber Firdaus kala itu.

Dalam tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah pihak yang terkait.

Selain memeriksa Moh. Romdhan Pomanto yang saat itu masih berstatus mantan Wali Kota Makassar, tampak sejumlah pejabat teras Pemerintah Kota Makassar dan jajaran Direksi PDAM Makassar juga tak luput dari pemeriksaan.

Kemudian tak berhenti di situ, Kejati kala itu juga mengagendakan pemeriksaan terhadap pihak Asuransi Bumiputera dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di mana sebelumnya, Kejati turut juga menjadwalkan akan memeriksa mantan Wali Kota Makassar dua periode, Ilham Arif Sirajuddin serta sejumlah legislator kota Makassar periode itu.

"Dari total temuan BPK di PDAM kan jumlahnya Rp31 miliar. Itu akumulasi dari tahun 2003 hingga 2018 sehingga pihak-pihak di periode itu kita akan panggil diantaranya Wali Kota jaman itu," kata Firdaus kala itu.

Pemanggilan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar diperiode tahun 2003 hingga tahun 2018, lanjut dia, juga tak luput dari panggilan untuk diambil keterangannya.

"Ada Komisi B misalnya yang merupakan mitra kerja PDAM itu kita panggil juga untuk mengetahui sejauh mana fungsi pengawasan yang mereka jalankan dalam mengontrol pelaksanaan anggaran oleh perusahaan plat merah milik Pemkot Makassar tersebut," jelas Firdaus kala itu.


Awal Mula Kasus Korupsi PDAM Makassar

PDAM Makassar (Liputan6.com/Fauzan)

Diketahui, dalam LHP BPK bernomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 terkait kegiatan anggaran PDAM Makassar, ditemukan sejumlah pelanggaran. Sehingga BPK memuat adanya lima rekomendasi baik untuk Pemkot Makassar maupun PDAM Makassar sendiri.

Dari lima rekomendasi yang ada, dua diantaranya dinilai berpotensi ke ranah hukum.

Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar diperiode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.

Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar diperiode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.

Atas dua poin rekomendasi BPK itu, dinilai terjadi masalah hukum karena terjadi kelebihan pembayaran yang nilainya mencapai Rp31.448.367.629 miliar. 

Lebih jauh temuan dan rekomendasi BPK tersebut sangat erat kaitannya dengan dugaan pelanggaran terhadap UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

 

Simak juga video pilihan berikut ini : 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya