Liputan6.com, Jakarta - Proses mediasi gugatan perdata PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) terhadap Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Susilo Wonowidjojo terkait kredit macet senilai Rp 232 miliar gagal atau tidak menemukan kesepakatan damai.
Para tergugat tidak dapat memenuhi usulan damai yang ditawarkan OCBC NISP sehingga proses dilanjutkan dengan agenda pembacaan gugatan di Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Advertisement
"Di mediasi tadi, tidak menemukan kesepakatan damai. Kami sudah menyampaikan resume perkara dengan tawaran sesuai dengan yang tertuang dalam gugatan, antara lain para tergugat, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri melakukan pembayaran kerugian materiil sejumlah USD 16,51 juta atau Rp 232 miliar kepada Bank OCBC NISP,” kata Kuasa Hukum Bank OCBC NISP, Hasbi Setiawan sesaat setelah mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Rabu, 12 April 2023.
Hasbi menuturkan, para tergugat dan turut tergugat ini beranggapan tuntutan OCBC NISP bukanlah merupakan kewajibannya, sehingga terdapat perbedaan persepsi terkait dengan permasalahan ini yang mengakibatkan mediasi gagal.
Bahkan atas ketidakhadiran tergugat 1 (T1), Susilo Wonowidjojo, dalam agenda mediasi dianggap sebagai suatu itikad tidak baik dalam mengikuti proses mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1/2016 tentang Mediasi.
Dengan tidak tercapainya perdamaian di mediasi, sehingga proses mediasi antara penggugat dan para tergugat menjadi gagal.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, agenda selanjutnya adalah pembacaan gugatan dan akan memanggil para pihak melalui relaas panggilan resmi pengadilan untuk melanjutkan persidangan di PN Sidoarjo. Mediasi dipimpin Mediator, R.A. Didi Ismiatun S.H, M.Hum, Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Pembahasan dalam Mediasi
Hasbi bilang, pembahasan dalam mediasi terkait perbuatan yang dilakukan para tergugat, dan dampaknya menimbulkan kerugian bagi OCBC NISP, yakni adanya perubahan susunan pengurus dan pemegang saham di PT HSI tanpa seizin penggugat. Soal perizinan ini tercantum dalam perjanjian kredit.
Setelah perubahan itu, PT HSI diajukan pailit oleh salah satu krediturnya dengan nilai yang jauh lebih kecil dari utangnya kepada penggugat. Akibatnya seluruh aset dan bisnis PT HSI berhenti. Sedangkan sebelum dinyatakan pailit, pembayaran kredit dari PT HSI masih berjalan lancar.
"Inilah yang menjadi perhatian bagi kami agar di kemudian hari tidak ada lagi tindakan-tindakan dari debitur seperti ini yang dapat merugikan perbankan,” kata Hasbi.
Nila Pradjna Paramita kuasa hukum dari T1 (Susilo Wonowidjojo), T2 (PT HMU), T6 (Lianawati Setyo) dan T10 (Daniel Widjaja) mengatakan kliennya tidak ada sangkut pautnya, tidak layak masuk gugatan karena kliennya tidak ikut menandatangani perjanjian kredit antara PT HSI dan Bank OCBC NISP.
"Kami sampaikan tidak ada hubungan sama sekali. Hubungan hukum yang ada adalah antara turut tergugat 1 (PT HSI) dan penggugat, tidak selayaknya kami diturutsertakan dalam gugatan ini,” kata Nila.
Advertisement
Duduk Perkara
Hasbi menuturkan, duduk perkara dari kasus kredit macet ini, OCBC NISP telah memberikan pinjaman kepada turut tergugat (TT) 1 yakni PT Hair Star Indonesia (HSI), perusahaan produsen rambut palsu atau wig berlokasi di Sidoarjo, sebesar USD 16,51 juta.
Salah satu alasan penggugat, yakni OCBC NISP menyetujui pinjaman tersebut karena Meylinda Setyo adalah pemegang 50 persen saham dan Presiden Komisaris PT HSI yang merupakan istri dari Susilo Wonowidjojo (T1), yang merupakan orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Majalah Forbes.
Selanjutnya, Lianawati Setyo (T6) adalah adik dari Meylinda Setyo, merupakan Wakil Presiden Direktur PT HSI. Melihat dari profil pengurus dan pemegang saham ini, menjadi pertimbangan OCBC NISP untuk memberikan pinjaman kepada PT HSI.
Pada saat pencairan kredit kepada PT HSI, susunan pemegang sahamnya yakni PT Surya Multi Flora (PT SMF) (T3) memiliki 50 persen saham. Meylinda Setyo, istri T1 memiliki 50 persen saham. Selanjutnya ada perubahan kedua di pemegang saham menjadi PT SMF 50 persen dan PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU) (T2) sebesar 50 persen. Adapun pemegang saham HMU yakni Susilo Wonowidjojo (T1) memegang 99,9995 persen saham, sisanya Daniel Widjaja (T10) sebesar 0,0005 persen.
Perubahan Kepemilikan Saham
Kemudian terjadi perubahan ketiga susunan kepemilikan saham yakni Hadi Kristanto (T4) menjadi pemegang 50 persen saham menggantikan PT HMU, sedangkan PT SMF masih 50 persen. Tidak berhenti disitu, terjadi perubahan keempat yakni perusahan susunan direksi PT HSI yakni Daniel Widjaja (T10) mengundurkan diri dari Komisaris Utama PT HSI begitu juga Lianawati Setyo (T6) turut mengundurkan diri dari wakil Dirut.
Hasbi menjelaskan dalam perjanjian kredit kepada PT HSI telah disepakati segala perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris diharuskan adanya pemberitahuan dan persetujuan tertulis terlebih dahulu kepada penggugat (OCBC NISP). Namun faktanya, PT HSI melakukan perubahan susunan pengurus bahkan perubahan pemegang saham tanpa adanya pemberitahuan kepada penggugat.
"Jadi tidak relevan kalau tergugat menyatakan tidak ada kaitannya dengan gugatan. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT HSI yang pada khususnya terkait dengan perubahan susunan pengurus, setiap keputusannya mesti dapat persetujuan dari pemegang saham, komisaris dan direksi. Jadi semua pihak terlibat dalam perubahan susunan pemegang saham ini,” kata Hasbi.
Dengan demikian, Hasbi pun siap membuktikan dalil-dalil gugatannya yang mengakibatkan kerugian OCBC NISP di persidangan berikutnya di PN Sidoarjo.
Advertisement