Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), tidak akan bisa menggantikan pekerjaan manusia dalam waktu dekat.
"Apapun yang pernah diciptakan manusia mau dari garpu saja buat makan, bisa buat apa saja, saya tidak bicara pisau, baru garpu," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan.
Advertisement
Maka dari itu, menurut Semuel dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/4/2023), diperlukan pengembangan etik terkait teknologi AI yang harus didiskusikan.
"Jadi apakah AI akan menggantikan manusia, ya yang buat AI manusia," kata Semuel seraya menambahkan, dengan itu seharusnya tidak mungkin manusia ingin pekerjaannya digantikan oleh kecerdasan artifisial.
Semuel menilai, masih terlalu awal untuk menyimpulkan AI bakal mengganti pekerjaan manusia. Malah menurutnya, kecerdasan artifisial jika diarahkan dengan benar malah akan membantu manusia.
"Manusia akan lebih produktif dalam menjalankan kesehariannya baik itu pekerjaannya, baik itu tugas sosialnya, banyak sekali yang akan menghemat waktu dan dia bisa lebih produktif nantinya, itu harus arahnya ke sana."
Ditambahkan Semuel, seperti mengutip dari siaran YouTube Kemkominfo TV, dalam sebuah transformasi digital memang pasti akan ada pekerjaan yang hilang.
Dirjen Kominfo itu menyebut, salah satu contoh adalah tidak adanya tukang jaga karcis tol saat ini, karena penggunaan mesin otomatis. Meski begitu menurutnya, tetap akan ada orang yang mengawasi.
Pengembangan AI Harus Beretika
"Kalau pemerintah sendiri dalam pembangunan ini melihatnya, pembangunan apapun yang namanya teknologi harus human sentris. Center-nya itu manusia sendiri," Semuel menambahkan.
"Saya masih melihat brightside-nya, saya belum melihat downside-nya," pungkasnya.
Sementara itu, menurut Hammam Riza, Ketua Umum Kolaborasi industri dan inovasi Kecerdasan Artifisial (Korika) mengatakan bahwa dalam membangun AI, yang menjadi basis adalah ethical AI.
Menurut Hammam, dalam kesempatan yang sama, ini juga menjadi rekomendasi 149 negara anggota UNESCO, yang baru saja diberikan pada Desember 2022 lalu.
"Kita khawatir AI ini kalau tidak dibangun dengan beretika, dia bisa tidak terpercaya. Kita ingin punya responsible AI, AI yang bertanggung jawab. Kita ingin punya trustworthy AI, AI yang bisa dipercaya," kata Hammam.
Ia mengatakan, kemajuan teknologi sudah tidak akan bisa ditahan, sama ketika internet lahir hingga sudah menjadi kebutuhan seperti sekarang.
Advertisement
Kominfo Mau Pakai AI untuk Berantas Hoaks
Kominfo sendiri baru saja menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menangani konten hoaks di ruang digital, dengan memanfaatkan teknologi AI.
Semuel A. Pangerapan menyatakan, ada potensi kerja sama dalam penciptaan fitur teknologi kecerdasan buatan dalam membantu Kominfo mengawasi berita hoaks.
Kominfo pun menandatangani Kerja Sama Pengembangan Natural Language Processing Artificial Intelligence antara Ditjen Aptika dan Korika BRIN di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.
"Lewat kerja sama ini, Kominfo dan Korika BRIN akan menciptakan teknologi kecerdasan artifisial untuk melakukan analisis berita hoaks dan sentimen," kata Semuel, mengutip siaran pers, Jumat (14/4/2023).
Dijelaskan, Korika akan menghasilkan algoritma yang dibuat melalui teknik Natural Language Processing dan Machine Learning, yang akan diberikan kepada Kominfo untuk kemudian mereka manfaatkan.
"Hasil yang diharapkan, Kominfo dapat memanfaatkan teknologi Kecerdasan Artifisial dalam menjalankan fungsi pengawasan atas berita hoaks dan sentimen di sosial media," kata Semuel.
Tindak Lanjut Penerapan Stranas KA
Kerja sama ini sendiri merupakan salah satu tindak lanjut dari penerapan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia (Stranas KA), yang diluncurkan di Hari Kebangkitan Teknologi Nasional pada 10 Agustus 2020.
Ketua Umum Korika, Hammam Riza mengatakan, Korika adalah hasil pemikiran kolektif dan kolaboratif dari berbagai entitas yang melengkapi komponen quad helix, pemerintah, industri, akademis, dan komunitas.
Menurut Riza, hal ini adalah untuk mengorkestrasi ekosistem kolaborasi untuk menghasilkan inovasi.
Kerja sama ini diresmikan ke dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama, dan akan menjadi salah satu wujud nyata kolaborasi percepatan penerapan strategi nasional kecerdasan artifisial, menuju Visi Indonesia 2045.
(Dio/Ysl)
Advertisement