Liputan6.com, Surabaya - Ratusan suporter di Surabaya menggelar aksi solidaritas 1.000 lilin dan doa bersama untuk sepak bola Indonesia di Kayoon Heritage, Kota Surabaya, Sabtu (15/4/2023).
Kegiatan diawali dengan tausiah Ramadhan dan buka puasa bersama yang dipimpin Gus Yahya Fuad (Dai Muda Surabaya), dilanjutkan dengan diskusi dan curah aspirasi suporter dan ditutup dengan acara puncak yakni musikalisasi puisi dan menyalakan 1.000 lilin oleh peserta.
Advertisement
Dalam membahas persoalan sepak bola nasional setelah batal Piala Dunia U-20, turut menghadirkan empat narasumber, yakni Rosnindar Prio E.R (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Surabaya/Bonek Writers Forum), Ferril Raymond Hattu (Kapten Timnas Indonesia Peraih Emas SEA Games Manila 1991), R.N Bayu Aji (Pengamat Sepak Bola) dan Cahyo Al-Ghazali (Suporter Persebaya).
Koordinator nasional Gerakan Sepak Bola untuk Rakyat (GSR) Ferri Bastian mengatakan, kegiatan aksi 1.000 lilin dan doa bersama ini merupakan bentuk solidaritas dari para suporter untuk merawat ingatan publik bahwa batalnya ajang Piala Dunia U-20 merupakan duka dalam sejarah sepak bola nasional yang tidak boleh terjadi ke depannya. Sebab, akibat intervensi politik sehingga hilang kesempatan talenta squad Garuda muda tampil di pentas dunia.
“Kegiatan ini bentuk aksi solidaritas dari para suporter yang memandang bahwa duka atas batalnya Piala Dunia U-20 ini bukan hanya duka para pemain atau PSSI, tetapi menjadi duka seluruh masyarakat Indonesia, sebuah sejarah saya kira, bagaimana kesempatan emas bagi para squad Garuda muda Indonesia ini untuk bisa tampil di pentas dunia harus batal karena ‘intervensi politik’ elite,” kata Ferri Bastian, Sabtu (15/4/2023)
Menurut Ferri, mayoritas masyarakat di Indonesia sudah mengetahui bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang secara otomatis memberikan kesempatan bagi Tim Nasional untuk ikut bertanding. Sehingga, dengan adanya pembatalan oleh FIFA dua bulan sebelum pelaksanaan menimbulkan kekecewaan yang sangat besar.
“Wajar saya rasa ya, survei LSI terbaru menunjukkan bahwa 72 persen masyarakat tau kita batal Piala Dunia U-20, itu besar sekali. Sehingga adanya kami para suporter ini memasang pita hitam dan menyalakan 1.000 lilin sebagai bentuk duka, sekaligus menumbuhkan harapan publik kalau ke depan Insya Allah akan lebih baik,” ungkap Ferri
Dikatakan Ferri, sepak bola merupakan hiburan rakyat yang juga media pemersatu bangsa, menumbuhkan rasa nasionalisme sehingga ajang sepak bola terbesar kedua FIFA ini dapat merajut tali solidaritas serta rivalitas suporter klub sepak bola.
“Karena ketika sudah bicara Indonesia, apalagi tampil di Piala Dunia sudah tidak ada lagi The Jakmania, Viking atau Bonek, semuanya mendukung squad Garuda dan meneriakan semangat yang sama, yaitu Indonesia,” jelasnya.
Gagal Pahami Keinginan Masyarakat
Ferri sangat meyangkan ada elite politik di negeri ini yang gagal memahami keinginan masyarakat Indonesia dengan mencampuri persoalan politik dalam sepak bola yang pada ujungnya membatalkan Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
“Ini yang sangat kita sayangkan, mereka (elite politik) yang menolak Timnas Isarel tidak pernah menyangka bahwa tindakannya itu mengakibatkan Indonesia batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20, yang juga melawan keinginan mayoritas masyarakat bahwa sepak bola harus dipisahkan dari politik,” ujar Ferri
Selain itu, Ferri juga menjelaskan, pembatalan Piala Dunia U-20 juga berdampak luas ke berbagai sektor, seperti UMKM, ekonomi, pariwisata dan ajang promosi budaya Indonesia.
“Maka kami hadir di sini, sebagai bentuk solidaritas para suporter khususnya di Surabaya untuk merawat ingatan publuk untuk menolak lupa Piala Dunia U-20, agar kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua” pungkasnya
Advertisement