Cegah Pengacauan Informasi Penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu Gandeng Koalisi Masyarakat Sipil

Koalisi merekomendasikan Bawaslu mengatur pembentukan forum multipihak untuk mencegah dan menangani pengacauan informasi penyelenggaraan pemilu.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Apr 2023, 11:51 WIB
Relawan menunjukkan kaus Anti Hoax saat kampanye Pemilu Damai pada CFD di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (17/3). Kampanye yang digelar Gerakan Kebijakan Pancasila mengajak masyarakat untuk menjaga pemilu dari hoax. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu (Koalisi) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memperkuat kerja kolaborasi dan koordinasi, melalui forum multipihak dalam rangka menangani disinformasi di media sosial pada Pemilu dan Pilkada 2024

Penandatanganan Nota Kesepahaman Kolaborasi Penanganan Disinformasi Pemilu dalam Forum Multipihak dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI pada 14 Maret 2023 secara desk to desk di Jakarta.

"Untuk mencapai tujuan bersama dalam menangani disinformasi di media sosial pada Pemilu dan Pilkada 2024 sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Koalisi dan Bawaslu akan melakukan beberapa kolaborasi aktivitas," kata Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, di Jakarta, Senin (17/4/2023).

Septiaji mengungkapkan, Koalisi dan Bawaslu akan membangun database tren topik dan taktik yang sering digunakan untuk penyebaran disinformasi di pemilu-pemilu sebelumnya, menyambungkan skema pelaporan konten disinformasi satu sama lain, berbagi data laporan untuk dilakukan penilaian bersama agar penanganan bisa lebih terkoordinasi serta efisien dari segi waktu dan sumber daya, serta menyediakan dan menyebarkan kontranarasi terhadap topik-topik yang digunakan untuk disinformasi.

Koalisi juga akan mengkreasikan informasi pemilu agar lebih aksesibel bagi kelompok rentan. Koalisi mengapresiasi keterbukaan dan itikad Bawaslu yang berupaya bekerja sama dengan para pihak terkait dalam mencegah dan menangani disinformasi pemilu.

Koalisi berharap kerja sama yang sudah dijalin oleh Bawaslu dengan lembaga negara lain dalam Gugus Tugas, dengan koalisi masyarakat sipil dalam Nota Kesepahaman ini, serta dengan pihak lain seperti platform media sosial bisa mendapat payung hukum di Perbawaslu untuk koordinasi yang efektif.

“Kami harap kolaborasi isu disinformasi ke depan bisa lebih terarah sehingga dampak hoaks pemilu bisa diredam,” tutur Septiaji.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Anwar Razak mengungkapkan, Koalisi merekomendasikan Bawaslu mengatur pembentukan forum multi pihak untuk mencegah dan menangani pengacauan informasi penyelenggaraan pemilu. Landasan hukum dari penyelenggara pemilu akan mengefektifkan koordinasi dan komunikasi para pihak dalam forum serta memperkuat rekomendasi-rekomendasi tindak lanjut penanganan disinformasi pemilu yang dihasilkan bersama dalam forum ini.

Kerja kolaborasi multipihak diharapkan mampu secara efektif melindungi hak pemilih dari bentuk-bentuk pengacauan informasi di Pemilu dan Pilkada 2024.

“Semoga Bawaslu menindaklanjuti dengan membentuk forum multipihak yang akan menjadi faktor kunci dalam penanganan disinformasi,” ujarnya.


Koalisi Bekerja Dengan Empat Misi

Dari sisi masyarakat sipil, Koalisi terus berupaya memperkuat diri dengan menguatkan struktur internal, berbagi pengetahuan, menyusun rencana kerja bersama, dan menyusun skema koordinasi antara anggota Koalisi.

Upaya ini diharapkan bisa berkontribusi terhadap penguatan daya tawar masyarakat sipil yang semakin efektif untuk bekerja sama dan bernegosiasi dengan penyelenggara pemilu, platform mediasosial, dan lembaga negara terkait dalam mekanisme penanganan disinformasi.

Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu dibentuk dengan visi untuk mendorong ekosistem digital yang demokratis yang dapat memenuhi hak publik, untuk mendapatkan informasi dengan memastikan pencegahan dan penanganan disinformasi pemilu menghormati hak asasi manusia.

Koalisi yang beranggotakan 11 kelompok masyarakat sipil ini bekerja dengan mengacu pada empat misi antara lain memperkuat kemampuan dalam mendeteksi, menganalisis, dan mengungkap disinformasi, memperkuat respons dan penanganan yang terkoordinasi terhadap suatu disinformasi yang menghargai kebebasan berekspresi dan keamanan individu dan publik, memperkuat komunikasi dan koordinasi dalam mengatasi disinformasi, serta meningkatkan literasi pemilih untuk memperkuat ketahanan pemilih terhadap disinformasi.

“Kami semua berkomitmen untuk memperkuat literasi digital di masyarakat,” pungkas Peneliti Center for Digital Society (CfDS), Iradat Wirid.

Kelompok perempuan, masyarakat adat, dan disabilitas menjadi bagian dari Koalisi. Perempuan, masyarakat adat, dan disabilitas memiliki kerentanan tertentu terhadap disinformasi yang beredar. Keterbatasan informasi pemilu dalam format yang dapat dikonsumsi ragam disabilitas membuat disabilitas lebih rentan dari pemilih lainnya.

“Perempuan dan kelompok marginal sangat penting untuk dikuatkan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dan bermakna,” tutur Sekretaris JenderalKoalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati Tangka.

Guna memperkuat konsolidasi ke depan, platform media sosial juga diharapkan ikut terlibat dalam kerja kolaborasi melindungi pemilu dari ancaman disinformasi. Kewenangan platform media sosial dalam proses penanganan konten perlu diimbangi oleh keterlibatan bermakna dari pihak-pihak lain.

Dengan keterlibatan dan kolaborasi tersebut, penentuan konten yang boleh dan tidak boleh ada di ruang digital bisa diputuskan secara lebih demokratis dan akuntabel.

“Platform media sosial juga punya peran dan tanggung jawab untuk turut mengawal,” tandas Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti.

Ekosistem informasi pemilu yang sehat menentukan kualitas Pemilu 2024. Ketersediaan informasi pemilu yang memadai dan perlindungan dari informasi menyesatkan akan membantu pemilih untuk menentukan pilihan dengan bijak. Menyehatkan ekosistem informasi di Pemilu perlu kerja bersama.

“Hanya dengan melawan disinformasi bersama kepercayaan pada proses dan hasil pemilu dapat diraihdan konflik dapat dihindari,” tutup Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity(Netgrit), Hadar Nafis Gumay.

 


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya