Ramalan Morgan Stanley: Pertumbuhan Ekonomi Asia Bakal Melompati AS dan Eropa

Ekonom Morgan Stanley meramal pertumbuhan ekonomi Asia tahun ini akan melampaui AS dan Eropa.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Apr 2023, 15:40 WIB
Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi Asia diyakini akan melampaui Amerika Serikat dan Eropa tahun ini, karena didukung oleh permintaan domestik yang kuat.

Perihal pertumbuhan ekonomi ini diungkapkan oleh kepala ekonom Asia Morgan Stanley, Chetan Ahya.

"Argumen besar yang kami buat ... untuk Asia, termasuk Jepang, untuk mengungguli AS dan Eropa - adalah fakta bahwa ada kekuatan permintaan domestik," kata Chetan Ahya, dikutip dari CNBC International, Senin (17/4/2023).

"China adalah salah satunya. Negara ini mengalami rebound dengan cukup baik karena pembukaan kembali, tetapi juga untuk kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung," ujarnya kepada CNBC "Street Signs Asia".

Chetan Ahya juga melihat bahwa, tiga negara ekonomi besar di Asia lainnya, yaitu India, Indonesia dan Jepang  juga menunjukkan permintaan domestik yang kuat.

"Kami memperkirakan pertumbuhan kawasan akan mengungguli sekitar 500 basis poin pada akhir tahun ini, yang pada dasarnya pada kuartal keempat tahun ini," bebernya.

Prakiraan ekonom Morgan Stanley pada kawasan Asia sesuai dengan pandangan Dana Moneter Internasional terbaru bahwa Asia Pasifik tetap menjadi kawasan yang dinamis meskipun ekonomi global dalam masa yang penuh tantangan.

Badan itu mengatakan pekan lalu bahwa permintaan domestik di Asia sejauh ini tetap kuat meski ada pengetatan moneter.

"Kami memproyeksikan kawasan ini akan menyumbang lebih dari 70 persen pertumbuhan global tahun ini karena perluasannya meningkat menjadi 4,6 persen dari 3,8 persen tahun lalu," tulis IMF dalam sebuah blog.


Sektor Properti China Mulai Pulih Secara Bertahap

Pengunjung menikmati berseluncur di Danau Houhai beku yang ramai di dekat Menara Drum, latar belakang, di Beijing, Senin (30/1/2023). Orang-orang China menikmati Tahun Baru Imlek dan mengunjungi berbagai lokasi wisata di kota-kota di sekitar China setelah pencabutan pembatasan COVID-19 yang kejam bulan lalu, memungkinkan banyak aspek kehidupan normal kembali. (AP Photo/Andy Wong)

Ahya juga memprediksi, pemulihan ekonomi China akan berjalan lebih baik dari ekspektasi. Dia juga tidak melihat inflasi sebagai risiko utama bagi negara itu.

"Inflasi adalah titik data yang tertinggal dan saya tidak berpikir kita harus melihat angka inflasi dan menyimpulkan bahwa pemulihan tidak berjalan sesuai rencana," katanya, menambahkan sektor properti China "melambung sangat tajam" yang akan menambah momentum pertumbuhan.

Survei kuartal pertama yang baru-baru ini dirilis oleh People’s Bank of China menunjukkan, jumlah warga yang membeli rumah di China mulai meningkat.

Peningkatan tersebut mengikuti berakhirnya pembatasan Covid di China. Pemerintah pusat dan daerah juga telah menggulirkan dukungan untuk pembelian properti dan pengembang sejak tahun lalu.

Bank Dunia juga memperkirakan ekonomi Asia Timur dan Pasifik tumbuh lebih dari yang diperkirakan sebelumnya, berkat peningkatan tajam dalam aktivitas di China, mencatat bahwa kawasan tersebut belum terpengaruh oleh tekanan perbankan global.


IMF Minta Bank Sentral di Asia Pertahankan Kebijakan Moneter Buat Tahan Inflasi

Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Bank sentral di negara Asia kemungkinan perlu mempertahankan kebijakan moneter mereka ebih lama lagi untuk menahan risiko inflasi yang masih besar. Hal itu disampaikan oleh direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF), Krishna Srinivasan.

Beberapa bank sentral di Asia Pasifik, salah satunya Australia, mulai menghentikan kenaikan suku bunga karena mereka melihat ekonomi dan pertumbuhan pekerjaan yang moderat.

"Inflasi inti tetap kaku dan telah menjadi pendorong inflasi utama yang lebih penting baru-baru ini, yang dapat menyebabkan inflasi dan tekanan upah yang lebih persisten," kata Srinivasan, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (14/4/2023).

"Kesenjangan output untuk ekonomi Asia sedang atau sudah ditutup, dan depresiasi mata uang tahun lalu masih melewati harga domestik. Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk menahan inflasi belum berakhir," jelasnya.

Sementara prospek ekonomi global tetap suram, dibukanya kembali China akan mendukung ekonomi Asia melalui peningkatan perdagangan dan konsumsi, ungkap Srinivasan dalam sebuah konferensi pers pada Kamis 13 April 2023.

IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia-Pasifik akan mencapai 4,6 persen tahun ini, naik 0,3 poin dari perkiraan pada bulan Oktober dan lebih cepat dari kenaikan 3,8 persen pada 2022 lalu.

Perkiraan terbaru menyiratkan bahwa wilayah tersebut akan memberikan kontribusi lebih dari 70 persen pertumbuhan ekonomi global tahun ini.


IMF Proyeksi Ekonomi China Tumbuh 5,2 Persen di 2023

Para komuter yang mengenakan masker berjalan saat badai debu dan pasir di kawasan pusat bisnis di Ibu Kota Beijing, China, Selasa (11/4/2023). Serangkaian badai debu dan pasir terbaru membuat indeks kualitas udara memburuk di Beijing pada Senin malam hingga Selasa. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Sementara itu, IMF memperkirakan ekonomi China tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2023, lebih tinggi dari pertumbuhan 3,0 persen tahun sebelumnya.

"Ekonomi China yang dibuka kembali pulih dengan kuat, dan ini akan menghasilkan dampak positif bagi mitra dagangnya, memberikan momentum baru untuk pertumbuhan Asia," kata Srinivasan.

Namun IMF mengingatkan dampak keruntuhan sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa yang telah menambah ketidakpastian atas prospek ekonomi global, di mana kerentanan sistem keuangan dapat meletus menjadi krisis baru dan membanting pertumbuhan global tahun ini.

Meskipun demikian, dampak dari tekanan perbankan global baru-baru ini di Asia sejauh ini terbatas, dengan paparan langsung bank dan investor Asia ke Silicon Valley Bank cukup minim, kata Srinivasan.

"Kecuali ketegangan meningkat dan menimbulkan kekhawatiran stabilitas berbasis luas, bank sentral harus memisahkan tujuan kebijakan moneter dari tujuan stabilitas keuangan," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya