Kutukan Piala Dunia U-20, 7 Juara Bertahan Terakhir Gagal Lolos ke Turnamen Utama

Piala Dunia U-20 memiliki fenomena unik terkait juara bertahan. Jangankan terhenti di fase grup, mereka tidak berkesempatan mempertahankan mahkota karena gagal lolos ke turnamen utama.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 19 Apr 2023, 12:00 WIB
Ukraina juara Piala Dunia U-20 2019. Tapi mereka gagal lolos untuk edisi berikutnya.. (AFP/Janek Skarzynski)

Liputan6.com, Jakarta - Juara bertahan Piala Dunia pernah merasakan kutukan dengan gagal lolos ke babak gugur turnamen berikutnya. Adalah Italia (2006), Spanyol (2010), dan Jerman (2014) yang mengalaminya secara beruntun.

Namun, Prancis mengakhiri tren minor sang penguasa sebelumnya. Les Bleus bisa melaju hingga final edisi Qatar 2022, meski kemudian takluk di hadapan Argentina.

Seakan tidak mau kalah, Piala Dunia U-20 juga memiliki fenomena unik terkait juara bertahan. Jangankan terhenti di fase grup, mereka tidak berkesempatan mempertahankan mahkota karena gagal lolos ke turnamen utama. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak tujuh pemenang terakhir merasakan nasib sial ini.

Penjelasan paling rasional terkat kondisi tersebut adalah akibat regenerasi. Para pemenang Piala Dunia U-20 sulit rutin melahirkan pemain-pemain baru dengan kualitas tinggi.

Juara bertahan Piala Dunia U-20 memang tidak otomatis mendapat tempat di turnamen berikutnya. Hanya tuan rumah yang pasti berpartisipasi.

 


Berawal dari Argentina

Suka cita Timnas Argentina U-20 menyambut gelar juara Piala Dunia U-20 yang dihelat di Qatar. (Dok. FIFA.com)

Usai sukses merebut gelar beruntun pada 2005 dan 2007, Argentina mengawali kutukan juara bertahan Piala Dunia U-20. Mereka gagal bersaing melawan Brasil, Paraguay, Uruguay, dan Venezuela yang mewakili Amerika Selatan untuk turnamen di Mesir pada 2009.

Ghana keluar sebagai pemenang pada ajang tersebut, sekaligus mencatat sejarah sebagai negara Afrika pertama yang merebut gelar.

Namun, Ghana urung mempertahankan mahkota dua tahun berselang. Dengan Andre Ayew sudah tidak lagi bermain karena bertambahnya usia, mereka tidak mampu bersaing melawan Kamerun, Mesir, Mali, dan Nigeria yang mengibarkan bendera Afrika pada 2011.

Brasil (juara 2011), Prancis (2013), Serbia (2015), Inggris (2017), dan Ukraina (2019) kemudian bernasib serupa. Di antara mereka, status Ukraina yang paling tragis.

Setelah memenangkan Piala Dunia U-20 2019 dengan membekuk Korea Selatan di final, Ukraina percaya diri mengikuti turnamen berikutnya.

Masalahnya, Piala Eropa U-20 2020 yang berfungsi sebagai kualifikasi Piala Dunia U-20 batal digelar akibat pandemi Covid-19. Piala Dunia U-20 2021 akhirnya juga tidak bisa diselenggarakan tepat waktu.

Kesempatan Ukraina mempertahankan gelar Piala Dunia U-20 akhirnya dimulai dari Piala Eropa U-20 2022. Mereka pun tanpa kesulitan melewati fase pertama kualifikasi dengan memuncaki Grup E yang berisi Finlandia, Polandia, dan Malta.

 


Kalah Rapor Disiplin

Pemain Ukraina, Viktor Kovalenkol. (AFP/Michael Bradley)

Namun, Ukraina ketiban sial di putaran kedua penyisihan. Masuk Grup F bersama Serbia, Norwegia, dan Belanda, Ukraina mampu mengoleksi tujuh poin dari tiga pertandingan. Torehan tersebut sama seperti Serbia. Kedua negara bahkan memiliki produktivitas identik 6-4.

Dengan kedua negara bermain 1-1, peraturan menyebut disiplin kartu sebagai penentu tie breaker. Di sini Ukraina patut menyesali ketidakmampuan pemain menjaga emosi. Mereka memiliki nilai -13, kalah dari Serbia yang -10.

Ukraina pun gagal lolos ke Piala Eropa U-20 2022, yang berarti juga tidak punya peluang merebut tiket Piala Dunia U-20 2023.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya