Wawancara Eksklusif Jeka Saragih Jelang Debut di UFC: Siapapun Lawannya, Kita Gas!

Jeka Saragih tengah mempersiapkan diri menghadapi pertarungan perdananya di ajang UFC.

oleh Marco TampubolonLuthfa Arisyi Senapi diperbarui 19 Apr 2023, 08:30 WIB
Petarung MMA asal Indonesia yang mendapat kontrak dari UFC, Jeka Saragih tengah bersantai bersama anjing milik sang pelatih Marc Fiore di ruang parkir hotel Holiday Inn, Del Mar, San Diego, Amerika Serikat, Kamis (13/4/2023). (Marco Tampubolon/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Jeka Saragih sudah mendapatkan jadwal pertandingan perdananya di UFC. Setelah resmi dapat kontrak pada Februari lalu, petarung kebanggaan Indonesia itu akan manggung di pentas MMA termegah di dunia pada 17 Juni 2023.

Jeka merupakan atlet Indonesia pertama yang mendapat kontrak dari UFC. Jeka akan menjalani lima pertarungan di bawah promotor milik Dana White tersebut.

Kontrak didapatkan usai tampil gemilang di ajang Road to UFC yang berlangsung tahun lalu. Meski kalah di final, Jeka tetap diikat kontrak karena tampil memukau di dua ronde sebelumnya.

Sejak dikontrak, Jeka kemudian terbang ke San Diego, Amerika Serikat. Di sana dia terus mengasah kemampuannya bersama peserta MMA Fight Academy yang digarap Cage Warriors dan Mola. Para petarung tersebut ditangani dua pelatih kawakan, Marc Fiore dan Jake Buracker dengan fasilitas latihan yang memadai.

Jeka belum tahu siapa lawan yang bakal dihadapinya nanti. Namun pria asal Raya, Simalungun, tersebut bakal tampil di kelas yang berbeda dari sebelumnya. Seperti apa persiapannya menghadapi debutnya di arena UFC nanti, simak wawancara eksklusif Liputan6.com bersama Jeka Saragih di San Diego, Amerika Serikat.

Anda akan tampil di kelas yang berbeda dari sebelumnya. Apa perubahan yang telah dilakukan?

Untuk kelas itu saya main di lightweight, tapi ini turun ke-66 kg karena postur tubuh saya memang cocoknya di kelas itu. Tapi beberapa tahun ini kami mencoba dulu, kalau memang kurang mendominasi di sana, kami turun lagi.

Proses adaptasinya seperti apa?Kalau adaptasinya yang pasti, di dietnya saja untuk nurunin berat badan. Kalau lawan sih mau siapa pun kita gas saja

Kemarin kan mainnya di kelas yang lebih berat berarti ketemunya juga lawan-lawan yang lebih besar.

Untuk penampilan, apakah lebih memudahkan di kelas 66 kg?

Bisa jadi lebih memudahkan karena kita bisa menyesuaikan jangkauan dan postur tubuh kita. Kemarin kan memang saya sangat jauh jangkauannya dan bisa dibilang saya itu paling pendek di kelas 70kg. Saat ikut Road to UFC kemarin itu saya paling pendek di kelas 70. Tapi puji Tuhan ya bisa sampe di final.

Meski kalah di final Road to UFC, Anda tetap mendapat kontrak dari UFC. Kok bisa?

Sebenarnya pada pertandingan pertama itu, saya memukul KO lawan lewat spinning back fist (pukulan memutar). Itu baru terjadi 11 kali di UFC dan saya juga bisa menjual pertandingan lawan.

Di ronde kedua saya juga bisa memukul KO lawan. Sampai di sini, saya sebenarnya sudah ada iming-iming dapat kontrak saat di semifinal, tapi saat itu belum bisa saya pastikan.

Saat di final kemarin saya kalah, kecewa memang. Tapi waktu mau masuk ke mobil, ada orang Dana White yang ngejar kami. Dia bilang: “Kalian jangan kecewa saya tahu kalian kecewa dengan pertandingan ini, tapi ada berita bagus untuk kalian. Kalian tetap dapat kontrak.”

Di hari itu saya sebenarnya udah dapat kontrak. Cuma kami enggak dipublikasi karena masih butuh detailnya secara resmi.

Pertarungan UFC bukan jago saja yang dibutuhkan tapi bagaimana kita bisa menjual pertandingan supaya banyak yang nonton karena seberapapun jagonya kita, kalau engga tahu buat entertainment kita akan susah.

Itu juga yang sering saya bilang ke kawan-kawan di sini juga dan banyak juga orang-orang Indonesia yang enggak tahu MMA. Karena baru kan di Indonesia dunia MMA itu.

 


Mulai Dihinggapi Rasa Jenuh

Jeka Saragih, petarung UFC asal Indonesia saat meladeni permintaan wawancara Liputan6.com di San Diego, Amerika Serikat, Kamis (13/4/2023). (Marco Tampubolon/Liputan6.com)

Bagaimana perkembangan latihan di San Diego sejauh ini?

Sekarang sudah jalan tujuh bulan. Sudah mulai ada rasa jenuh. Cuma namanya proses kita harus siap. Ya kadang rasa malas latihan pasti ada, apalagi kadang kita cedera ditambah sendiri lagi (di sini).

Tapi saya selalu yakin itu namanya proses dan tidak ada yang gampang dalam melewati proses. Itu bagian dari tantangan dan pertandingan. Ketika kita bisa ngelewatin itu tinggal bagaimana kita mengaplikasikan itu di pertandingan dan bagaimana kita bisa mendapat ‘mukjizat’ untuk menang.

Karena mau seribu kali pun aku latihan kalau Tuhan tidak berkehendak, aku juga tidak bisa ngapa-ngapain.

Saat ini, ada petarung-petarung dari Indonesia yang juga ingin mengikuti jejakmu lewat MMA Fight Academy. Ada lima yang akan tampil di Road to UFC Seasson 2. Apa pesanmu untuk mereka?

Ketika mereka bisa melewati proses, semua itu punya kesempatan karena proses itulah yang membuat kita bisa menjadi juara. Dan buktikan kepada masyarakat Indonesia serta khususnya keluarga kalau kita layak untuk diperhitungkan dan bisa memberi yang terbaik untuk Indonesia.

Bagaimana Anda melihat program MMA Fight Academy?

Ya sangat bagus karena ketika banyak program seperti ini jadi orang-orang dari luar khususnya MMA, promotor-promotor bisa melirik Indonesia dan Indonesia bisa lebih dikenal lagi.

 


Menyemai Penerus Jeka Saragih

Anda juga punya camp latihan MMA di Siantar, Simalungun. Boleh cerita sejauh mana perkembangannya?

Itu saya bangun pertama kali karena saat di Bandung, saya berpikir kalau aku begini-begini saja dan cuma mikirin diri aku sendiri, nanti tidak ada generasi penerus aku dari Simalungun. Habis aku nanti tidak ada lagi yang bawa Simalungun. Saya lalu jumpa sama donatur yang selama ini support aku saat kalah dan menang. Saya kasih tahu niat untuk buka camp di Siantar tapi aku tidak punya tempat.

Kemudian dia saranin satu tempat. Setelah kulihat langsung ke Siantar ternyata cocok. Langsung saya bangun dan sekarang sudah mulai berprestasi. Dan ada satu atlet juga yang berangkat ke Amerika Serikat dari sana, John Saragih.

Dari PSSC (Patunggung Simalungun Siantar Club) juga sidah ada yang main di SEA Games, PON, One Pride MMA.

Itu berarti ada beberapa disiplin beladiri ya?

Ya, dan kita di sana tidak fokus ke uangnya. Kalau memang ada atlet mau jadi petarung kita siap bantu, kita fasilitasin.

Tapi yang member-member kita suruh bayar kadang. Karena di Siantar kalau disuruh laithan pada enggak ada uang. Tapi kalau mereka bisa ikutin (program) kita mereka bisa masuk keluarga kita. Karena kalau cuma mau latihan satu kali seminggu untuk apa kita capek-capek fasilitasin tapi enggak bisa jadi atlet, lebih baik bayar saja kalau gitu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya