Liputan6.com, Jakarta Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) mengungkapkan soal rencana penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) anak usahanya, yakni Adaro Green.
Direktur Utama Adaro Energy Indonesia Garibaldi Thohir mengaku IPO tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Ini mengingat arus kas Adaro Green terbilang masih cukup.
Advertisement
"Enggak dalam waktu dekat sih, enggak setahun dua tahun. Karena sizenya belum kan sayang gitu, kalau kita IPO mau cari financing sedangkan cashflow kita cukup," kata pria yang akrab disebut Boy Thohir dalam acara Buka Bersama Adaro, dikutip Rabu (19/4/2023).
Dengan demikian, Boy Thohir ingin memperbesar size perusahaan terlebih dahulu. Selain itu, ia juga ingin Adaro Green melakukan IPO saat membutuhkan pendanaan yang besar.
Hingga saat ini, ia mengaku belum ada urgensi untuk membawa anak usaha tersebut melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Intinya kita bangun dulu suatu. Saat butuh financing lebih besar baru IPO, sekarang belum perlu tapi suatu saat pasti perlu," kata dia.
Sebelumnya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menyampaikan laporan kinerja keuangan untuk tahun fiskal yang berakhir pada 31 Desember 2022. Pada periode tersebut, Adaro Energy Indonesia berhasil membukukan rekor profitabilitas, ditopang oleh kenaikan volume penjualan dan harga batu bara yang masih tinggi.
Sehingga EBITDA operasional sepanjang 2022 melonjak 139 persen menjadi USD 5,03 miliar dari USD 2,1 miliar yoy.
Presiden Direktur dan CEO Adaro Garibaldi Thohir mengatakan, Adaro sukses mencatat rekor kinerja tertinggi dalam tahun yang mengejutkan untuk industri ini.
"Pendapatan naik lebih dua kali lipat menjadi USD 8,1 miliar berkat operasi yang baik dan efisien, serta dukungan dari kenaikan harga jual untuk produk-produk kami. Kualitas laba Adaro tercermin pada operasional EBITDA USD 5,0 miliar dan laba inti USD 3,0 miliar, yang masing-masing mencatat kenaikan 139 persen dan 140 persen yoy," ungkap pria yang akrab disapa Boy Thohir itu dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (3/3/2023).
Melansir laporan keuangan perseroan, Adaro Energy Indonesia membukukan pendapatan usaha USD 8,1 miliar atau sekitar Rp 123,86 triliun (kurs Rp 15.287,05 per USD). Raihan itu naik 102,93 persen dibandingkan periode tahun buku 2021 sebesar USD 3,99 miliar.
Bersamaan dengan itu, beban pokok perseroan naik menjadi USD 3,45 miliar dari USD 2,22 miliar pada 2021, terutama karena kenaikan pembayaran royalti yang disebabkan oleh kenaikan ASP serta volume produksi. Sehingga diperoleh laba bruto USD 4,65 miliar, naik 162,92 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD 1,7 miliar.
Sepanjang 2022, perseroan mencatatkan biaya keuangan sebesar USD 89,31 juta, penghasilan keuangan USD 47,65 juta, dan bagian atas keuntungan ventura bersama senilai USD 209,54 miliar. Setelah dikurangi pajak, perseroan berhasil mengukuhkan laba tahun berjalan sebesar USD 2,83 miliar pada 2022. Naik 175,24 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021 sebesar USD 1,03 miliar.
Dari raihan itu, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar USD 2,49 miliar atau sekitar Rp 38,11 triliun. Naik 167,07 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD 933,49 juta.
"Profitabilitas yang tinggi ini akan mendukung kami dalam mempercepat proyek-proyek transformasi dan membangun Adaro yang lebih besar dan lebih ramah lingkungan,” kata Boy Thohir.
Total aset pada akhir 2022 naik 42 persen menjadi USD 10,78 miliar dari USD 7,58 miliar pada tahun sebelumnya karena ditopang kenaikan 125 persen pada kas menjadi USD 4,07 miliar dari USD 1,81 miliar pada tahun sebelumnya.
Aset lancar naik 87 persen yoy menjadi USD 5,32 miliar dari USD 2,84 miliar, sementara aset non lancar naik 15 persen yoy menjadi USD 5,46 miliar dari USD 4,75 miliar. Kontribusi terbesar terhadap kenaikan aset non lancar disumbangkan oleh kenaikan investasi pada ventura bersama.
Total liabilitas naik 36 persen menjadi USD 4,25 miliar dari USD 3,13 juta karena kenaikan signifikan pada utang pajak seiring kenaikan profitabilitas. Pada 2022, total utang pajak naik 240 persen yoy menjadi USD 1,18 miliar dari USD 345 juta. Hal ini menyebabkan kenaikan 80 persen yoy pada liabilitas lancar menjadi USD 2,45 miliar dari USD 1,36 miliar. Liabilitas non lancar naik 2 persen yoy menjadi USD 1.81 miliar dari USD 1,77 miliar pada tahun sebelumnya.
Porsi lancar dari utang jangka panjang pada 2022 turun 35 persen menjadi USD 173 juta dari USD 267 juta pada tahun sebelumnya. Sementara itu, porsi non lancar dari utang jangka panjang pada 2022 naik 5 persen menjadi USD 1,4 miliar dari USD 1,33 miliar. Pada akhir 2022, total ekuitas berada di posisi USD 6,53 miliar, atau naik 46 persen yoy dari USD 4.46 miliar.