Wanita Usia 20 Tahun Kerap Dikira Balita karena Kelainan Rakitis, Apa Itu?

Seorang wanita usia 20 tahun asal India memiliki tinggi badan 102 cm, lantaran kelainan rakitis.

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 20 Apr 2023, 12:53 WIB
Aboli Jarit, penyandang disabilitas fisik karena kelainan rakitis. (Instagram/@aboli__jarit)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang wanita berusia 20 tahun, Aboli Rajit, mengungkap bahwa dirinya kerap kali dikira balita. Hal ini lantaran ia mengidap kondisi langka yang membuat pertumbuhan dirinya terhambat. Karena kondisi tersebut, tinggi badannya berhenti di sekitar 102 cm saja.

“Ketika semua orang bertumbuh dewasa, mereka mulai terlihat berbeda, tapi saya selalu terlihat sama,” tutur Aboli kepada Mirror.

Kondisi yang dialami wanita asal India tersebut adalah rakitis ginjal. Rakitis ginjal merupakan sebuah sindrom akibat gabungan dari disabilitas bentuk tulang dan gagal ginjal kronis.

Lebih lanjut, rakitis dapat menyebabkan nyeri tulang, tulang tumbuh lunak, serta melemahnya tulang, seperti melansir Direktorat Jenderal Yankes Kemenkes. Akhirnya, bentuk tulang mengalami kelainan dan menjadikan pengidapnya penyandang disabilitas fisik.

Kurang Vitamin D adalah Penyebab Utama Rakitis

Rakitis dapat terjadi ketika seseorang tidak mendapat asupan vitamin D yang cukup. 

Kekurangan vitamin D dapat terjadi karena kulit kurang terpapar sinar matahari. Selain itu, kurangnya asupan makanan yang kaya vitamin D seperti minyak ikan dan kuning telur juga dapat menjadi salah satu faktor. Tak hanya itu, bisa juga karena adanya gangguan penyerapan vitamin D.

Kurang vitamin D juga bisa karena sang ibu jarang mengonsumsi vitamin D selama hamil. Oleh sebab itu, para calon ibu perlu memastikan asupan vitamin D untuk dirinya juga cukup.


Risiko Rakitis Lebih Rawan pada Anak Lahir Prematur

Ilustrasi bayi prematur./Copyright unsplash.com/carlo navarro

Selain anak yang terlahir dari ibu yang kekurangan vitamin D selama hamil, anak-anak yang lahir prematur juga lebih berisiko terserang rakitis. 

Lebih dari itu, rakitis juga berisiko terjadi pada anak-anak yang memiliki kondisi berikut.

  • Berkulit gelap.
  • Tidak mendapatkan ASI eksklusif.
  • Tinggal di daerah yang kurang sinar matahari.
  • Terpapar obat-obatan, seperti obat anti-kejang dan anti-virus.

Tekan Lembut Tulang Anak, Bentuk Pemeriksaan Rakitis

Salah satu pemeriksaan yang mudah dilakukan adalah dengan melakukan penekanan lembut pada tulang anak. Terutama, pada tulang tengkorak, tulang rusuk, serta tulang di kaki dan pergelangan. Bila anak merasa nyeri saat tulang ditekan, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa:

  • Tes darah, untuk mengukur kadar kalsium dan fosfat.
  • Rontgen atau CT scan tulang
  • Pengambilan sampel jaringan pada tulang (biopsi), untuk diteliti di laboratorium.

Cara Mencegah Rakitis pada Anak

Ilustrasi 'menjemur' bayi. (Photo by Steven Abraham on Unsplash)

Tentunya, rakitis bisa dicegah dengan mencukupi kebutuhan vitamin D. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut.

  • Biarkan anak berjemur di bawah sinar matahari selama 10-15 menit sehari. Sebelum berjemur, jangan lupa gunakan sunscreen agar kulit tidak terbakar sinar matahari, serta terhindar dari risiko kanker kulit.
  • Baik untuk ibu maupun anak, biasakan anak mengonsumsi makanan yang kaya vitamin D, seperti kuning telur, ikan tuna atau salmon, minyak ikan, roti, dan susu.
  • Calon ibu dapat mengonsumsi suplemen vitamin D sesuai anjuran dokter dan rutin memeriksakan diri ke dokter, terutama bila sedang hamil.

Tak Bisa Sembuh, Aboli Mengaku Mensyukuri Keadaan

ilustrasi dokter (Foto: Unsplash.com/Arvin Chingcuangco)

Meski jadi penyandang disabilitas fisik akibat penyakit yang disebabkan kurangnya vitamin D tersebut, Aboli mengaku merasa bersyukur.

“Aku berterima kasih kepada Tuhan karena Tuhan menjadikan aku seperti anak kecil keren yang tidak pernah berubah,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa tidak ada solusi atau harapan kesembuhan untuk tinggi badannya.

“Tidak banyak orang yang mengidap penyakit langka ini, untungnya aku masih bertahan. Tapi semua dokter bilang tidak ada solusi dan aku akan tetap sama,” ujarnya.

Kemana-mana Selalu Pakai Popok

Karena penyakit ginjal yang juga dialaminya, Aboli selalu memakai popok ke mana pun. “Aku tidak dilahirkan dengan kandung kemih dan karena itu urin terus mengalir melalui pinggang sepanjang waktu,” cerita Aboli.

“Akibat penyakit ini, aku menjalani operasi membuat lubang di pinggangku agar urin tidak menumpuk,” pungkasnya.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya