Pesan Adem HRS soal Perbedaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H

Ulama sekaligus Pengasuh Yayasan Markaz Syariah Habib Muhammad Rizieq Syihab (HRS) berpesan agar umat Islam jangan bingung dan gundah gulana ketika terjadi perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 H. Ia mengajak umat untuk tetap menghargai perbedaan tersebut.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 20 Apr 2023, 03:44 WIB
Habib Muhammad Rizieq Syihab atau HRS (YouTube: IBTV)

Liputan6.com, Jakarta - Penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 H antara pemerintah dengan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah berpotensi berbeda. 

Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1444 H jatuh pada 21 April 2023. Sementara Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia belum menentukan kapan Idul Fitri 2023. 

Pemerintah akan memantau hilal dan menggelar sidang isbat pada 20 April 2023. Hasilnya akan menentukan kapan lebaran 2023.

Ulama sekaligus Pengasuh Yayasan Markaz Syariah Habib Muhammad Rizieq Syihab (HRS) berpesan agar umat Islam jangan bingung dan gundah gulana ketika terjadi perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 H. Ia mengajak umat untuk tetap menghargai perbedaan tersebut.

“Belajarlah kita menikmati perbedaan pendapat. Belajarlah lapangkan dada kita. Belajarlah kita untuk menghormati saudara-saudara kita yang berbeda dengan kita. Selama mereka punya dalil yang bisa dipertanggungjawabkan, jangan merasa benar sendiri,” kata HRS dikutip dari tayangan YouTube Islamic Brotherhood Television (IBTV), Kamis (20/4/2023).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Penyebab Perbedaan Hari Raya Idul Fitri

HRS menjelaskan, perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri bukan hanya karena perbedaan metode, tapi juga soal kriteria yang digunakan. Sesama hisab saja bisa berbeda untuk menentukan tanggal Hijriah apabila kriteria yang digunakan berbeda.

“Saya kasih contoh. Sesama hisab sepakat bahwa besok bulan itu sudah di atas 0 derajat. Semua ahli hisab sepakat bahwa bulan itu di atas 0 derajat mencapai 1 derajat. Tapi dalam beberapa hitungan berbeda. Apakah besok itu 1,2 derajat atau besok itu dua koma sekian derajat. Dari segi derajatnya sendiri sudah berbeda dalam beberapa sistem hitung (ilmu) falak,” tuturnya.

“Nah kemudian bagi yang hisab ini sendiri belum tentu semuanya lebarannya Jumat. Ada yang pake hisab, lebarannya tetap Sabtu. Lho kenapa bisa? Jadi kalau orang pake hisab terus dia punya kriteria yang wujudul hilal, kalau hilal kelihatan di atas 0 derajat dia tanggal baru. Kalau kriterianya seperti itu Jumat lebaran,” tambah HRS.

“Tapi ada yang ngitung hisab ini hilalnya masih di bawah 2 derajat. Jadi, bagi mereka di bawah dua derajat itu belum tanggal baru karena dalam ilmu imkanur rukyat di bawah 2 derajat gak mungkin bulan kelihatan, sehingga dengan ilmu hisab juga mereka bisa membulatkan bulan Ramadhan menjadi 30,” lanjutnya.


Menyikapi Perbedaan Hari Raya Idul Fitri

Begitu pun dengan metode rukyat. Meski sama-sama menggunakan metode yang sama, tetap berpotensi berbeda apabila kriteria yang digunakannya berbeda. 

Misalnya, HRS mencontohkan, pada Jumat (20/4/2023) ada yang melihat bulan. Namun, belum tentu diputuskan sebagai bulan baru dalam kalender Hijriah. 

“Kalau yang dilihat itu bulan ada, tapi hitungannya 2 derajat sementara dia punya kriteria 3 derajat, tetap saja belum masuk bulan baru menurut kriterianya,” jelasnya.

“Jadi kalau besok ada masyarakat yang melihat bulan (di bawah 3 derajat) terus pemerintah gak terima, jangan kaget. Karena pemerintah menetapkan syarat 3 derajat,” sambungnya.

Menyikapi kemungkinan Hari Raya Idul Fitri tahun ini berbeda, HRS berpesan agar masyarakat awam yang tidak mengerti hisab, tidak mengerti rukyat, dan tidak mengerti ilmu falak agar mengikuti pengumuman pemerintah.

“Tapi bagi yang ngerti hisab dia punya hak untuk mengikuti hisabnya. Bagi yang paham rukyat dan merukyat dia punya hak untuk mengikuti rukyatnya. Gak boleh diganggu oleh siapapun termasuk oleh pemerintah sekalipun,” jelas HRS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya