Perang Saudara Pecah di Sudan, Menlu Retno Desak Dewan Keamanan PBB Bertindak

Menlu RI Retno Marsudi meminta agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan untuk merespons perang saudara di Sudan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Apr 2023, 18:28 WIB
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi saat menghadiri KTT ke-8 ASEAN-Amerika Serikat secara virtual. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk segera mengambil tindakan untuk membantu respons kemanusiaan di Sudan. Situasi di Sudan masih terus mencekam akibat perang saudara antara dua kelompok militer. 

Konflik terjadi antara angkatan bersenjata Sudan melawan Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo. 

Saat ini, Menlu Retno Marsudi mengaku masih kesulitan untuk mengevakuasi para WNI di Sudan, sebab konflik masih membara. Menlu Retno lantas mendesak "Dewan Keamanan PBB segera melakukan pertemuan darurat, paling tidak untuk dilakukannya jeda kemanusiaan".

"Jeda kemanusiaan sangat penting. Artinya saat ini tanpa jeda kemanusiaan maka akan sulit kita melakukan evakuasi dan memberikan bantuan kemanusiaan," ujar Menlu RI Retno Marsudi dalam virtual press briefing, Kamis (20/4/2023). 

Saat ini, ada 1.209 WNI di Sudan, mayoritas adalah pelajar yang berada di ibu kota Khartoum. Menlu Retno berkata saat ini kondisi di Sudan adalah "Siaga 1".

Sehari setelah pertempuran pecah, Menlu Retno langsung mengadakan pertemuan virtual dengan para WNI di Sudan. Para keluarga WNI di Sudan juga diminta agar tetap tenang. 

"Jeda kemanusiaan akan menjadi kunci bagi pelaksanaan evakuasi dan keberlanjutan bantuan kemanusiaan. Indonesia mendesak DK PBB untuk segera bertindak. Sementara itu kami menghimbau agar para WNI di Sudan dan keluarga di Indonesia untuk tetap tenang, pemerintah akan berupaya sekuat tenaga, semaksimal mungkin untuk memberikan perlindungan kepada warga negara kita yang berada di Sudan," tegas Menlu Retno.


Kelompok Bersenjata Sudan Serbu Rumah Staf PBB dan Lakukan Pemerkosaan, Militer dan Paramiliter Saling Tuduh

Gambaran suasana perang di Khartoum, Sudan, pada Senin (17/4/2023), tampak asap hitam mengepul. (Dok. AFP)

Sebelumnya dilaporkan, menurut dokumen internal PBB, sekelompok orang bersenjata yang menggerebek tempat tinggal staf PBB melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan dan mencuri sejumlah barang, termasuk mobil.

"Di Khartoum, personel seragam bersenjata, dilaporkan dari RSF, memasuki kediaman ekspatriat, memisahkan pria dan wanita serta membawa mereka pergi," ungkap dokumen internal PBB yang dilansir CNN, Rabu (19/4).

Satu insiden pemerkosaan dilaporkan terjadi dalam peristiwa itu.

RSF membantah laporan tersebut dengan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah menyerang staf PBB atau karyawan manapun.

"RSF sangat berhati-hati dalam rangka menghormati hukum internasional," sebut kelompok itu.

Kelompok itu kemudian menyalahkan SAF yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.

"Itu adalah cara baru yang menunjukkan sikap putus asa dari pasukan Burhan. Mereka memasok pakaian seragam RSF kepada orang-orangnya sehingga dapat melakukan kejahatan terhadap warga sipil dan kedutaan dan kelompok lain termasuk PBB, sehingga citra dan perspektif RSF rusak, secara lokal dan internasional," ungkap RSF.

SAF juga membantah terlibat dalam pelanggaran.

Beberapa diplomat dan pekerja kemanusiaan lain dilaporkan juga menjadi target serangan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken membenarkan adanya serangan terhadap konvoi diplomatik AS pada Senin (17/4).

"Konvoi diplomatik Amerika yang ditembaki. Semua orang kami aman, tapi ini tindakan sembrono, tidak bertanggung jawab dan tentu saja tidak aman," kata Blinken dalam konferensi pers pada Selasa.

Duta Besar Uni Eropa untuk Sudan juga diserang di kediamannya pada Senin, namun kondisinya diketahui baik-baik saja.


Masalah Kekuasaan

Ilustrasi Sudan.(AFP)

Sudan dilanda kekerasan dan kekacauan akibat perebutan kekuasaan antara Burhan dan RSF yang dipimpin Mohamed Hamdan Dagalo atau dikenal juga sebagai Hemedti. Kedua kubu saling menyalahkan karena memicu pertempuran dan melanggar gencatan sementara.

Pada Selasa, satu jam setelah gencatan senjata 24 jam antara SAF dan RSF diberlakukan, tembakan senjata berat bergema di latar belakang siaran langsung saluran berita televisi al-Arabiya.

Baik juru bicara SAF maupun penasihat komandan RSF mengklaim ingin melanjutkan gencatan senjata.

"Kami ingin melanjutkan gencatan senjata dan kami ingin kehidupan kembali normal," kata juru bicara SAF Kolonel Khaled Al-Aqeel, tidak lama setelah suara tembakan terdengar di Khartoum setelah gencatan senjata 24 jam mulai berlaku pada pukul 18.00 malam waktu setempat.

Adapun penasihat komandan RSF Mousa Khaddam mengatakan, "Pasukan kami yang dikerahkan di berbagai wilayah di Khartoum berkomitmen untuk gencatan senjata."

Infografis 8 Tips Nyaman Pakai Masker Cegah Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya