Liputan6.com, Jakarta - Ternyata disinformasi bukanlah hal baru. Teknik ini telah digunakan oleh Jenderal Romawi untuk menaklukkan pertempuran, menganiaya kelompok tertentu, serta mata-mata menggunakan di abad-20 untuk mengacaukan pemerintahan asing. Dapat dilihat bahwa disinformasi tidak sebatas di ruang digital (internet saja).
Namun, terdapat perbedaan antara disinformasi dulu dan masa kini yaitu kecepatan dan ruang lingkup. Internet dengan kecepatan dan kemudahan aksesnya memungkinkan disinformasi terjangkau oleh banyak orang termasuk remaja.
Advertisement
Selain itu, dilansir dari weforum.org, survei oleh Oliver Wyman Forum pada lebih dari 125 ribu orang menemukan lebih dari 80% orang mengatakan bahwa disinformasi adalah masalah dan hampir satu per tiga mengatakan mereka telah menjadi korban hoaks.
Lebih lanjut, survei tersebut menunjukkan bahwa konsumen yang tidak bermaksud jahat dapat menjadi korban disinformasi karena kebiasaan konsumsi berita mereka.
Kebanyakan mereka terkadang atau sering hanya membaca berita sekilas, cenderung jarang memeriksa sumber. Hal ini dapat memperkeruh permasalahan karena membagikan cerita atau informasi pada teman dan keluarga tanpa memeriksa faktanya terlebih dahulu.
Banyak Pihak Dapat Melawan Disinformasi
Melihat permasalahan disinformasi yang terus muncul dan meresahkan. Terdapat pihak-pihak yang dapat bekerjasama untuk menekan disinformasi mulai dari pemerintah, perusahaan (media atau organisasi), bahkan perseorangan (individual).
Pemerintah dapat menerapkan undang-undang (digital) untuk menekan penyebaran hoaks di internet serta memperketat pengawasan terkait ujaran kebencian, disinformasi, dan konten negatif lainnya. Pemerintah dapat meminta perusahaan untuk menghapus konten yang mengandung hoaks, promosi terorisme, pelecehan terhadap anak, ujaran kebencian, dan penipuan komersial.
Kemudian, pemerintah berperan untuk memastikan anak sekolah mendapat pendidikan literasi media dan dunia maya yang sesuai. Hal ini dilakukan guna menunjang keterampilan digital anak-anak agar aman dan terfasilitasi informasi.
Lalu untuk perusahaan dapat membangun perlindungan yang kuat bagi konsumen, serta mengedukasi karyawan tentang cara-cara untuk mengidentifikasi disinformasi.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya yaitu perseorangan (individual) untuk melawan disinformasi. Dapat dilakukan dengan mencari sumber berita yang kredibel seperti artikel hasil pengecekkan fakta serta mempelajari keterampilan yang dapat menjaga diri dan keluarga aman.
Advertisement