Liputan6.com, Jakarta - Berbagai puisi, cerita, kutipan inspiratif, hingga ucapan selamat Hari Kartini saat ini menggema di lini massa Twitter.
Yup, tanggal 21 April setiap tahunnya diperingati warga di Indonesia sebagai Hari Kartini, dimana sosok perempuan pelopor emansipasi wanita di Tanah Air itu lahir pada tahun 1897.
Advertisement
Di platform media sosial Twitter, banyak pengguna yang men-tweet berbagai kata-kata indah dalam mengapresiasikan perjuangan dan jasa-jasa pahlawan nasional, Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini.
Pantauan Tekno Liputan6.com, Jumat (21/4/2023), keyword Selamat Hari Kartini sudah menjadi trending topic dengan jumlah kicauan mencapai 2,026 tweet per 8.30 WIB di Twitter.
Berikut ini adalah sejumlah rangkuman cuitan dari warganet yang mengapresiasi perjuangan dan jasa RA Kartini.
Sekilas Tentang RA Kartini
Kartini merupakan anak kelima dari 11 saudara. Dia lahir di Mayong, Jepara dan merupakan cucu Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak. Beliau adalah seorang bupati yang mendidik anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dengan pelajaran Barat.
Beberapa tahun sebelum meninggal, Pangeran Ario Tjondronegoro berpesan pada anak-anaknya, "Anak-anakku, jika tidak dapat mendapat pengajaran, engkau tiada akan mendapat kesenangan, keturunan kita akan mundur, ingatlah."
Dan anak-anak itu membenarkan apa yang diwasiatkan ayahandanya. Sifat ini juga dimiliki oleh Kartini serta seluruh saudaranya, mulai putra sulung hingga R.M. Sosroningkat, Pangeran A. Sosrobusono, yang menjadi Bupati di Ngawi. Hal ini dikutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya Kartini, yang diterjemahkan oleh Armijn Pane.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Advertisement
Masa Kanak-Kanak Kartini
Semasa kecil, Kartini tidak hanya diasuh oleh ibunda Ngasirah, juga oleh Mbok Emban Lawiyah. Dalam bergaul, Kartini juga tidak pernah membeda-bedakan antara teman yang satu dengan lainnya. Pada tahun 1881, ayah Kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara.
Tanda-tanda perjuangan emansipasi yang dilakukan Kartini, telah nampak sejak ia baru berumur enam setengah tahun. Kartini ingin sekolah.
Bagi anak-anak perempuan Jawa, pendidikan resmi di sekolah pada masa itu dianggap tabu, tidak dibenarkan oleh adat dan dicerca oleh masyarakat. Namun, Kartini kecil memberontak tradisi yang diskriminatif tersebut.
Usaha yang dilakukan Kartini kecil tak sia-sia. Akhirnya ia mendapat izin ayahnya bersekolah. Di sekolah ia bergaul dengan anak-anak keturunan Indo - Belanda. Anak Jawa hampir tidak ada. Karena hanya putra Bupati (bangsawan) saja yang diizinkan sekolah di sekolah Belanda.
Tahun terakhir sekolah, Kartini lulus sebagai murid dengan prestasi terbaik. Namun, betapapun maju pemikiran Ario Sosroningrat, sebagai Bupati dan pemangku adat, ia mempunyai keterbatasan-keterbatasan dan harus menghormati adat istiadat yang berlaku di masyarakatnya.
Termasuk dalam menghadapi permasalahan anaknya yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Saat Kartini Harus Dipingit
Sejarah Kartini mulai jelas pada babak masa pingitan. Dikutip dari buku Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer, di dalam “penjara” inilah Kartini merenung.
Hidupnya yang masih muda itu dipaksa untuk memahami persoalan-persoalan yang sebenarnya belum layak menjadi perhatiannya.
Dari kehidupan bocah yang bebas merdeka, menjadi hukuman dengan peraturan-peraturan yang mengekang, dan memaksanya menjadi dewasa sebelum waktunya.
Namun, Kartini tidak menyerah begitu saja. Dalam pingitan itu, ia belajar sendiri tanpa guru. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.
Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena menurutnya perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie.
Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli.
Advertisement
Kartini Beranjak Dewasa hingga Menikah
Pada usia yang terus beranjak dewasa, pemikiran Kartini juga ikut semakin matang. Bacaannya sangat luas, yang menambah cakrawala pengetahuan Kartini mengenai pandangan dunia, hak asasi manusia (HAM), serta keadilan yang diperuntukkan bagi semua.
Salah satu gagasannya mengenai pendirian sekolah bagi perempuan pribumi. Bahkan, ayahnya setuju Kartini menempuh pendidikan guru. Tetapi, ketika rencananya mendirikan sekolah perempuan pribumi hampir terwujud, ayahnya sakit parah dan rencana itu tak jadi dilaksanakan.
Gagal menjadi guru, Kartini bertekad menjadi dokter. Ayahnya setuju untuk mengajukan beasiswa kepada pemerintah Hindia Belanda.
Permohonan kartini untuk memperoleh beasiswa, dikabulkan oleh pemerintah Belanda. Tetapi beasiswa itu ia tolak. Alasannya ia akan menikah. Dikutip dari Idjah Chodijah dalam buku Rintihan Kartini, beasiswa tersebut lantas diberikan kepada Haji Agus Salim.
Tahun 1903 Kartini menjadi istri R.M Joyohadiningrat, seorang Bupati Rembang. Kesediaannya menikah dikarenakan Bupati Rembang ini pernah belajar di negeri Belanda dan berusaha keras ingin memajukan rakyat.
R.M Joyohadiningrat juga mendukung cita-cita Kartini, yaitu memajukan rakyat, khususnya kaum wanita dengan memberikan pendidikan kepada anak-anak wanita yang masih kecil seperti yang pernah dilaksanakan Kartini di Kabupaten Jepara.
Pada tanggal 8 November 1903 Kartini resmi menjadi istri Bupati Rembang. Sekolah yang pernah dirintisnya bersama adiknya Kardinah di Jepara sekarang dilanjutkannya di Rembang.
(Ysl/Isk)