Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengumumkan calon presiden (capres) yang diusung oleh PDIP pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 mendatang. Pengumuman itu dilaksanakan di Istana Batu Tulis Bogor, Jawa Barat pada Jumat (21/4/2023).
Melansir merdeka.com, sejumlah mobil sempat terlihat memasuki Istana Batu Tulis. Salah satunya disebutkan mobil tersebut merupakan mobil Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR RI Puan Maharani.
Advertisement
Tentunya ada alasan tersendiri kenapa Megawati dan PDIP memilih Istana Batu Tulis Bogor sebagai tempat pengumuman Ganjar Pranowo sebagai capres. Nama Istana Batu Tulis juga sempat ramai dibahas sebelum Pilpres 2014. Itu karena pada Maret 2014 lalu, Megawati mengumumkan nama Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menjadi capres dari PDIP.
Lihat Ganjar Pranowo di Merdeka.com
Keputusan itu sempat membuat keharmonisan hubungan Megawati dan Prabowo Subianto menjadi retak. Megawati disebut Prabowo telah mengingkari perjanjian yang dibuat bersama di Istana Batu Tulis. Jokowi kemudian seperti kita ketahui terpilih menjadi Presiden RI selama dua periode.
Namun tentunya bukan karena itu saja Megawati kembali memilih Istana Batu Tulis di tahun ini sebagai tempat pengumuman capres PDIP. Faktor utamanya diyakini adalah karena keberadaan Istana Batu Tulis tak bisa dilepaskan dengan sosok presiden pertama RI ini, Sukarno yang merupakan ayah dari Megawati.
Sama seperti Sukarno atau Bung Karno yang meninggalkan sisi misterius dalam catatan sejarah mengenai kepribadiannya, Istana Batu Tulis sebagai tempat peristirahatan yang sangat dicintainya, memiliki cerita misterius sendiri.
Bung Karno Ingin DImakamkan di Istana Batu Tulis
Saat memasuki jalan Batu Tulis Bogor, mungkin tak ada yang mengira di atas lahan seluas 3,8 hektare di sepanjang jalan tersebut, yang dikelilingi oleh tembok bercat putih dan pagar hitam yang jarang-jarang, berdiri sebuah bangunan kokoh yang dikenal dengan sebutan Istana Batu Tulis.
Sebab dari luar pagar, yang mencolok justru rindang pepohonan yang mengelilingi area tersebut. Di balik pagar hitam, yang terlihat pos penjagaan, pendopo dan luasnya lahan dengan aneka bunga dan rupa-rupa tumbuhan serta kolam. Tentu selain bangunan istana yang menjorok lebih dalam, tak ada yang tahu ada apa di dalam istana tersebut.
Istana tersebut ternyata dulunya adalah tempat peristirahatan Bung Karno menjelang akhir jabatannya. Semisterius yang pernah mendiaminya, Istana ini terlihat 'asing' di tengah riuh pikuk aktivitas warga di hadapannya.
Riuhnya anak-anak Sekolah Dasar 02 Batu Tulis yang berada di seberang Istana, banyaknya penjaja makanan gerobak, dan lalu lalangnya kendaraan yang melintasi jalanan tersebut seakan tak peduli dengan kehadiran Istana tersebut.
Dulunya, sebelum meninggal, sosok Bung Karno yang karismatik dan belum terkalahkan yang dimiliki Indonesia itu menginginkan untuk dimakamkan di Istana tersebut, namun rezim Orde Baru yang saat itu berkuasa tidak menyetujuinya. Atas nama pemerintahan Orde Baru yang mengeluarkan Keppres RI Nomor 44 Tahun 1970 yang memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Bung Karno.
Advertisement
Istana Batu Tulis Milik Keluarga Sukarno
Sebelum menjadi milik pribadi, menurut Dedi Sasmita, Satpam sekolah SD 02 Batu Tulis yang tiap hari berpatroli menyeberangkan siswa di depan Istana tersebut, ketika dia kecil Istana masih boleh dimasuki warga sekitar. Dirinya pun mengaku sering bermain di halaman dan mandi di kolam Istana.
"Kalau ini masih terlihat enak, masih bisa dilihat. Dulu temboknya tinggi-tinggi, enggak bisa kelihatan. Tapi untungnya masih bisa masuk," cerita Dedi.
Diakuinya, saat zaman orde baru, Istana Batu Tulis masih milik pemerintah dan masih dibuka untuk umum. Namun saat zaman Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Istana Batu Tulis diserahkan kepada keluarga Sukarno .
Sejak itulah, Istana Batu Tulis tak lagi dibuka untuk umum dan penjagaan terhadap Istana pun terlihat sangat ketat, meski jarang ditemui penjaga pos di depan pagar. Dari beberapa literatur sejarah Kota Bogor menyebutkan, bahwa pembangunan Istana ada kaitannya dengan Gunung Salak.
Saat terjadinya letusan gunung salam di awal 1699, Belanda mengirim Van Riebeeck vulkanologi untuk meneliti dampak letusan. Sebuah catatan pada 1702 menggambarkan dataran tinggi antara Batavia dengan Cisadane di belakang bekas keraton raja-raja yang disebut Pakuan, berubah menjadi lapangan luas dan terbuka tanpa pepohonan sama sekali.
Misteri Istana Batu Tulis yang Belum Terungkap
Begitu dahsyatnya letusan Gunung Salak, sehingga aliran Ciliwung dekat muaranya tersumbat sepanjang beberapa ratus meter akibat tertutup lumpur letusan Gunung. Tidak ada berita mengenai nasib penduduk sepanjang aliran Ciliwung waktu itu.
Namun demikian, pada 1701 penduduk Kampung Baru diceritakan masih dapat mengantar Ram & Coops ahli vulkanologi Belanda itu. Ini berarti letusan Gunung Salak tidak sampai memusnahkan penduduk Bogor. Sayang Abraham van Riebeeck tidak membuat catatan apa-apa mengenai akibat letusan itu.
Namun untuk menunjukkan bahwa kehidupan penduduk masih ada di Bogor, Van Riebeeck mendirikan Istana Batu Tulis. Pendirian itu sekaligus sebagai tanda bahwa Gunung Salak tidak menakutkan lagi. Istana yang dibangun pada 1704 oleh Van Riebeeck selanjutnya menjadi pondok peristirahatan Sukarno.
Dalam kaburnya cerita sejarah, Istana Batu Tulis menyimpan banyak misteri yang sulit terungkap. Hal itu sama dengan sosok yang pernah mendiaminya, Sukarno, seorang Proklamator, Presiden pertama RI, dan sosok pemimpin karismatik yang pernah dimiliki Indonesia.
Advertisement