Usai Gerhana Matahari, Puncak Hujan Meteor Lyrid Sambangi Indonesia di Hari Lebaran Idul Fitri

Fenomena astronomi puncak Hujan Meteor Lyrid bakal sambangi Indonesia di Lebaran Idul Fitri 2023, usai Gerhana Matahari Hibrida

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 22 Apr 2023, 15:00 WIB
Radiant atau titik asal dari hujan meteor Lyrid berada di rasi Hercules, dekat perbatasan dengan konstelasi Lyra. (Aplikasi SkySafari)

Liputan6.com, Jakarta - Usai Gerhana Matahari Hibrida, akan ada lagi fenomena astronomi yang bisa dilihat dari Indonesia, yaitu Puncak Hujan Meteor Lyrid.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat, puncak hujan meteor lyrid akan terjadi pada malam hari Lebaran Idul Fitri 2023, yaitu di tanggal 22-23 April, atau mulai malam ini, Sabtu (22/4/2023).

Andi Pangerang, Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN melalui laman Edukasi Sains Antariksa menulis, hujan meteor ini dinamai berdasarkan Radian yang terletak di Konstelasi Lyra.

Sumber hujan meteor ini berasal dari Komet C/1861 G1 (Thatcher). Lyrid juga telah aktif sejak 13 April sampai 1 Mei, dengan puncaknya yaitu sekitar Minggu, 23 April 2023 dini hari.

Hujan Meteor Lyrid bisa disaksikan sejak 22 April pukul 22.30 di arah Timur Laut, berkulminasi di Utara pukul 04.00, dan memudar di arah Barat Laut seiring terbitnya Matahari.

Intensitas di Indonesia pun bervariasi antara 13 sampai 16 meteor per jam. Fase Bulan saat Hujan Meteor tampak adalah fase sabit awal di 8 persen di belahan langit Utara dan terbenam pukul 19.30 di arah Barat.

Andi menjelaskan, Elongasi Lunar sebesar 115 derajat, sehingga Hujan Meteor ini, tidak dipengaruhi oleh intervensi cahaya Bulan.

Mengutip laman resmi BRIN lebih lanjut, Andi Pangerang juga mengatakan bahwa hujan meteor tidak memiliki dampak negatif bagi masyarakat, serta tidak mengakibatkan lapisan ozon menipis.


Penjelasan Soal Hujan Meteor

Ilustrasi hujan meteor/unsplash austin

Hal ini diungkapkan Andi dalam Dialog Obrolan Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa di kanal YouTube BRIN Indonesia pada Februari lalu.

Menurut Andi, hal tersebut karena beberapa meteor akan habis terbakar oleh atmosfer Bumi, sehingga masyarakat bisa melihat fenomena alam itu tanpa khawatir dan cemas.

BRIN juga menjelaskan, meteor atau biasa disebut bintang jatuh sendiri adalah fenomena kenampakan dari lintasan, saat benda antariksa melintas menuju atmosfer Bumi.

Meteor disebabkan oleh orbit Bumi yang beririsan dengan orbit benda antariksa lainnya, seperti komet atau asteroid, pada saat bumi melewati orbit benda langit, maka akan menghasilkan batuan yang jatuh ke atmosfer bumi.

Hujan meteor sendiri memiliki karakteristik, intensitas, waktu pengamatan dan konstelasi yang berbeda-beda, misalnya geminid dengan intensitas sekitar 100 meteor per jam, yang diperkirakan akan terjadi pada Desember 2023.

 


Yang Harus Dilakukan Agar Hujan Meteor Bisa Terlihat Jelas

Hujan Meteor Geminid. (NASA)

"Yang paling dekat adalah meteor Lyrid yang diperkirakan akan terjadi pada 23 April 2023, dengan intensitas 25 meteor/jam dan dapat dilihat mulai pukul 10 malam di arah timur Indonesia," kata Andi.

Namun, Andi menegaskan bahwa jika ingin mengamati hujan meteor atau fenomena antariksa lainnya dengan jelas, dibutuhkan cuaca yang cerah dan mendukung, serta bebas dari tutupan awan.

Langit juga harus bebas dari polusi atau gangguan cahaya buatan lainnya, yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, serta medan pandang yang bebas dari penghalang.

"Apabila ingin mengabadikan hujan meteor dibutuhkan kamera all sky yang diletakkan di arah zenith (arah atas) sehingga kamera akan merekam sampai malam selesai, baru bisa melihat meteor melintas," imbuhnya.

(Dio/Dam)


Infografis Mengenal Gerhana Matahari

Mengenal Gerhana Matahari (Liputan6.com/Deisy)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya