Mengenal Dedolarisasi dan Pengaruhnya Bagi Ekonomi Indonesia

Dedolarisasi adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan dan atau komoditas lainnya.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Apr 2023, 20:00 WIB
Dedolarisasi menjadi fenomena yang menarik ketika Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan pandangan senada.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, menilai bahwa dedolarisasi menjadi fenomena yang menarik ketika Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan pandangan senada.

Gubernur Bank Indonesia menyebutkan, Indonesia sudah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang, misalnya dalam mekanisme local currency transaction (LCT).

Seirama dengan Menteri Keuangan yang menyampaikan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS, maka semakin ditingkatkan pola local currency settlement (LCS) dengan negara-negara mitra dagang.

"Pola kebijakan dan kesepakatan ekonomi ini menjadi potret dedolarisasi," kata Ajib, Senin (24/4/2023).

Ajib menjelaskan, dedolarisasi adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan dan atau komoditas lainnya.

Menurutnya, hal ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah yang akan mendongkrak nilai tukar mata uang lokal terhadap dolar AS. Dimana, paling tidak ada 6 (enam) hal yang akan mempengaruhi penguatan nilai tukar, yaitu: inflasi, suku bunga, neraca pembayaran, ekspektasi, dan kebijakan pemerintah.

Selanjutnya, yang perlu menjadi bahan perhatian adalah proyeksi ekonomi tahun 2023 yang sudah dirancang dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM), dimana kisaran nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah Rp.14.300,- sampai dengan Rp.14.800,-.

Posisi kurs dolar AS sekarang kisaran Rp.14.800,- dengan nilai yang fluktuatif, bahkan sebelumnya nilai kurs nya stabil di atas Rp.15.000,-.

"Kondisi kurs inilah, yang menurut Menteri Keuangan menjadi salah satu faktor fluktuasi utang negara. Dimana posisi utang negara per Desember 2022 sudah mencapai angka Rp 7.733,99 triliun," ujarnya.

Dengan demikian, stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentang Kerangka Ekonomi Makro, menjadi satu hal penting untuk turut menjaga kesehatan fiskal Indonesia.

 


dari BRICS hingga ASEAN

Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di samping itu, gerakan dan kebijakan dedolarisasi ini juga menjadi fenomena global yang diambil oleh negara-negara maju yang mempunyai orientasi ekonomi yang sama.

Misalnya kelompok negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan berupaya mengurangi penggunaan dolar AS dalam bertransaksi antar negara. China dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai USD 17,5 miliar bisa menjadi motor lokomotif ekonomi dunia.

Ditambah dengan Rusia yang bisa membuat konstraksi ekonomi global, tentunya akan memberikan dampak yang signifikan dalam konteks politik dan ekonomi. India juga mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa, karena mempunyai demand, dalam jumlah penduduk, nomor besar kedua di dunia, dengan lebih dari 1,4 miliar populasi.

Adapun dalam konteks regional, Indonesia bisa menjadi lokomotif gerakan dedolarisasi melalui Keketuaan ASEAN. Posisi strategis yang diemban oleh Indonesia menjadi kesempatan untuk membuat kesepakatan regional yang bisa memberikan keuntungan ekonomi untuk seluruh negara anggota ASEAN.

Dalam KTT Asean pada tanggal 9-11 Mei 2023 di Nusa Tenggara Timur (NTT) nanti, kebijakan-kebijakan strategis tentang dedolarisasi perlu dibahas secara terstruktur.

 


Dampak Positif ke Indonesia

Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kebijakan-kebijakan dedolarisasi yang bisa dibangun dengan negara-negara hubungan dagang, paling tidak akan memberikan tiga dampak positif terhadap ekonomi Indonesia.

Pertama adalah efisiensi. Ketika terjadi transaksi dagang antar 2 (dua) negara, maka transaksi bisa langsung menggunakan mata uang bersangkutan.

Kedua adalah relatif terhindarnya dari ancaman global finacial crisis, karena banyaknya diversifikasi mata uang yang dilakukan dalam transaksi internasional. Ketiga, adalah keuntungan dalam neraca pembayaran dan kesehatan fiskal Indonesia, ketika dolar AS menjadi lebih ter depresiasi dan stabil.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya