Liputan6.com, Jakarta - Perhatian terhadap perubahan iklim menjadi hal penting dalam rencana pembangunan di berbagai negara. Sebab, kerap kali terjadi fenomena perubahan iklim, seperti kenaikan suhu, kekeringan, dan juga banjir.
Alhasil, hal itu pun berdampak yang besar bagi keberlangsungan manusia, bisnis maupun ekonomi. Dengan demikian, sejumlah perusahaan pun berlomba-lomba ingin mewujudkan net zero emission (nol emisi karbon).
Advertisement
Lantas, jika masyarakat ingin berkontribusi langsung dalam mengurangi emisi karbon apakah bisa?
Menarik untuk diketahui, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai cara investasi sekaligus mengurangi emisi karbon dari lama Instagram Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Senin (24/4/2023).
Bagi investor yang ingin berinvestasi sekaligus mengurangi emisi karbon bisa menyesuaikan portofolio investasi dengan memilih perusahaan yang memiliki emisi gas rumah kaca (GRK) rendah untuk membantu mengurangi pemanasan global. Adapun, Indeks IDX LQ45 Low Carbon Leaders yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk investor yang peduli lingkungan.
Indeks ini bertujuan untuk mengurangi eksposur intensitas emisi karbon atas portofolio dari Indeks LQ45 hingga setidaknya 50 persen. Sementara itu, BEI juga membagi tiga kriteria saham untuk Indeks IDX LQ45 Low Carbon Leaders, yaitu:
- Dari saham-saham di Indeks LQ45, mengeluarkan saham yang masuk ke dalam industri batu bara berdasarkan IDX-IC.
- Menyesuaikan bobot di sektornya masing-masing sesuai dengan intensitas emisi.
- Mengeluarkan konstituen dengan nilai intensitas emisi tertinggi apabila intensitas emisi karbon portofolio belum mencapai 50 persen dibandingkan Indeks LQ45.
Jokowi Targetkan Mulai Bursa Karbon pada 2023
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memulai realisasi bursa karbon pada 2023. Dalam hal ini, KLHK akan membawahi penyelenggaraan bursa karbon secara nasional.
Adapun target itu lebih cepat dari yang dicanangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024. Namun, Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional KLHK Wahyu Marjaka mengatakan, persiapannya tidak akan mudah.
"Target waktu dari pimpinan kami menjalankan amanat dari pak Presiden (Jokowi) adalah tahun 2023 ini. Tetapi pemahaman kami juga tidak mudah memang, harus semua infrastruktur selesai dulu. Dari regulasi kita harus sudah pastikan harus selesai," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Wahyu memaparkan, sejumlah infrastruktur yang perlu disiapkan, antara lain Sistem Registri Nasional (SRN) yang terhubung antar stakeholder. Lalu, untuk memfasilitasi operasional perdagangan karbon semisal rumah karbon, dan lain sebagainya.
Lantas, ia pun menilai wajar mengapa OJK target penyelenggaraan bursa karbon baru bisa dimulai pada 2024 mendatang. Ke depan, KLHK pun akan terus berkolaborasi dengan pihak otoritas maupun berbagai sektor lainnya.
"Ini penting banget, karena (takut) kalau sistem yang kita siapkan, regulasi yang kita siapkan perangkatnya ternyata tidak match dengan apa yang dijalankan OJK. Jadi komunikasi ini menjadi sangat penting, dari awal terus dilakukan dulu," imbuhnya.
Advertisement
Kombinasi untuk Pelaksanaan Bursa Karbon
Untuk pelaksanaan bursa karbon, Wahyu buka kemungkinan itu bisa dikombinasi. Misalnya, apakah OJK dengan segala sistem yang dibuat KLHK akan membentuk suatu bursa sendiri, atau sama dengan bursa eksisting seperti di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Saya belum memutuskan saat ini, karena faktor yang harus kita hitung masih cukup banyak," ujar Wahyu.
Sementara ini, ia menyebut mekanisme perdagangan karbon mungkin akan dilakukan secara langsung. Seperti yang sudah resmi dimulai oleh perusahaan pembangkit listrik dengan menjual Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE).
"Kalau bursa karbon barangkali butuh bebetapa waktu untuk berbagai hal. Sama sebetulnya perdagangan langsung butuh itu, tapi mungkin perdagangan langsung butuh waktu lebih pendek," tuturnya.