Liputan6.com, Jakarta Insiden kekerasan dokter di Puskesmas Pajar Bulan, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat menuai respons dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
IDI menyebut, kekerasan pada dokter dan tenaga kesehatan cenderung mengalami peningkatan. Terlebih lagi, berkat media sosial kekerasan itu bisa semakin terlihat.
Advertisement
IDI juga mengungkapkan, kekerasan terhadap dokter bukanlah fenomena baru. Pada wilayah tertentu, ada dokter dan tenaga kesehatan yang masih khawatir soal potensi terjadinya kekerasan. Apalagi, masih sedikit dokter yang terlatih untuk menghindari atau menghadapi situasi seperti itu.
Dalam menanggapi kekerasan terhadap dokter magang yang terjadi di Lampung pada Minggu lalu, IDI sendiri menyatakan akan terus mendampingi dokter yang bersangkutan bersama dengan IDI Wilayah Lampung dan IDI Cabang Lampung Barat untuk mendapatkan proses perlindungan hukum.
Kronologi Kejadian Dokter Dikeroyok Pasien
Berdasarkan keterangan IDI, insiden pengeroyokan terjadi pada Sabtu, 22 April 2023 pukul 05.20 di Puskesmas Pajar Bulan, Lampung Barat. Pengeroyokan itu terjadi pada dua dokter magang di sana.
"Terjadi penyerangan terhadap dua dokter internship (magang) yang bertugas jaga di Puskesmas tersebut oleh seorang pasien dan keluarganya," tulis IDI melalui siaran pers yang diterima Health Liputan6.com, Rabu (26/4/2023).
"Korban (dokter) baru melapor ke polres Lampung Barat pada sore atau malam harinya karena masih dalam kondisi syok dan ada yang melaporkan juga mereka sempat diancam dengan keras," sambung keterangan itu.
Dokter yang Jadi Korban Pengeroyokan Diamankan
Ketua IDI Cabang Lampung Barat, dr Iman Hendarman mengungkapkan bahwa dokter yang menjadi korban pengeroyokan oleh pasien dan keluarganya sudah dibawa ke tempat yang lebih terpantau keamanan dan fasilitasnya.
"Saya berinisiatif segera menarik korban dari posisi di Fajar Bulan ke Liwa (sekitar satu jam), agar bisa menjamin keselamatan mereka di tempat yang lebih terpantau keamanan dan fasilitasnya," ujar Iman.
"Kemudian saya segera berkoordinasi dengan Reskrim Polres Lampung Barat untuk dapat mempercepat proses pemenuhan pemeriksaan (barang bukti video, visum, dan lain-lain) sehingga proses hukum dapat dilaksanakan," tambahnya.
Di sisi lain, Ketua IDI Wilayah Lampung, dr Josi Harnos mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan sesuatu yang tidak boleh dibiarkan.
"Hal ini dapat mengganggu proses distribusi para dokter dan tenaga kesehatan di wilayah terpencil karena merasa tidak terjamin keamanannya dan perlindungan hukumnya apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Josi.
Advertisement
Upaya IDI untuk Jamin Keselamatan Dokter
Lebih lanjut Josi mengungkapkan bahwa pihak IDI terus melakukan koordinasi dengan pihak pemerintah. Pasalnya, diperlukan upaya untuk mengurangi insiden kekerasan pada dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
"Selama ini, IDI terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat seperti Dinas Kesehatan Lampung Barat untuk membahas faktor-faktor risiko yang terkait dengan kekerasan terhadap dokter," ujar Josi.
"Dan kemungkinan langkah-langkah pada tingkat pribadi, kelembagaan, atau kebijakan yang diperlukan untuk mengurangi insiden tersebut."
Selama ini, kekerasan pada dokter dan tenaga kesehatan yang tercatat begitu beragam. Mulai dari ancaman telepon, intimidasi, caci maki, serangan fisik tetapi tidak melukai, serangan fisik yang menyebabkan luka sederhana atau berat, pembunuhan, vandalisme, dan pembakaran.
Dampak Kekerasan yang Terjadi pada Dokter
Menurut IDI, profesional medis yang menghadapi kekerasan diketahui dapat mengalami masalah psikologis seperti depresi, insomnia, stres pasca trauma, ketakutan, dan kecemasan, yang menyebabkan keengganan untuk bertugas di wilayah terpencil.
Apalagi, proses distribusi dokter yang magang maupun spesialis selama ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
IDI pun berharap pihak Kemenkes RI bisa menjamin keselamatan dan perlindungan terutama dari segi hukum untuk tenaga kesehatan yang ditugaskan.
Advertisement