6 Fakta Menarik Tradisi Seba Badui

Berikut fakta menarik tradisi seba suku Badui.

oleh Tifani diperbarui 29 Apr 2023, 02:00 WIB
Warga Suku Badui Dalam dan Luar bertemu Gubernur Banten Wahidin Halim dalam Seba Baduy. (Liputan6.com/ Yandhi Deslamata)

Liputan6.com, Banten - Tradisi seba menjadi salah satu tradisi urang kanekes atau orang Badui yang digelar setahun sekali. Tradisi ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi masyarakat Banten.

Pasalnya, suku Badui dikenal sebagai salah satu suku yang menutup diri dari dunia luar. Namun, saat upacara perayaan tradisi seba, ribuan orang Badui, baik itu Badui Luar maupun Badui Dalam akan melaksanakan perjalanan jauh dari Desa Kanekes ke Kota Serang, ibu kota Provinsi Banten.

Tradisi turun-temurun ini kini menjadi acara yang dinanti-nanti masyarakat. Meski begitu masyarakat suku Badui tetap menjaga makna filosofi leluhur mereka. Dikutip dari laman kemdikbud.go.id, berikut fakta menarik tradisi seba Badui.

1. Digelar Setahun Sekali

Tradisi seba Badui merupakan sebuah ritual adat yang telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Tradisi yang diturunkan dari nenek moyang orang Badui dan digelar setahun sekali.

Tradisi seba Badui biasanya dilaksanakan setiap tahun setelah prosesi puasa selama tiga bulan (Ngawalu) dan berbagi pada saudara serta keluarga (Ngaraksa) selesai dilakukan. Dalam kesempatan ini, seluruh masyarakat Badui, terutama para pria akan ikut serta turun gunung menuju kota dan menghadap penguasa daerah atau penggede.

Penggede yang dimaksud adalah orang-orang yang menjabat di roda pemerintahan, seperti bupati dan juga gubernur. Sebab, suku Badui tinggal di kawasan Lebak, maka pemimpin daerah yang dituju adalah bupati Lebak dan gubernur Banten.

2. Tidak Memiliki Jadwal Pelaksanaan yang Pasti

Keunikan tradisi seba selanjutnya adalah tradisi ini tidak memiliki jadwal atau waktu yang pasti setiap pelaksanaanya. Jadwal seba baru akan diketahui setelah puun atau tokoh adat menerima wangsit dan menyampaikannya pada pemerintah setempat.

 


Penyerahan Hasil Bumi

3. Penyerahan Hasil Bumi

Dalam bahasa Badui, “Seba” berarti seserahan. Dalam acara tradisi ini, masyarakat Badui akan turun gunung membawa serta hasil pertanian atau hasil bumi mereka, mulai dari pisang, padi, durian, gula aren, dan palawija.

Seluruh hasil pertanian itu akan dibawa ke kota untuk diberikan kepada penggede. Penyerahan seserahan ini juga menjadi cara mereka mewujudkan rasa hormat terhadap pimpinan-pimpinan di daerah sekaligus bersilaturahmi.

Tradisi seba juga memiliki arti bahwa urang kanekes mengaku sebagai bagian dari Republik Indonesia.

4. Diskusi dan Penyampaian Wasiat

Tidak hanya sebagai tradisi yang bermakna mendalam, seba Badui juga digunakan untuk menyampaikan wasiat dari para leluhur adat. Secara garis besar, wasiat yang disampaikan tidak akan jauh-jauh dari imbauan untuk menjaga lingkungan dan kelestarian alam.

Namun, dalam beberapa kesempatan, ada pula makna-makna lain yang terselip di dalamnya. Hanya saja karena tak disampaikan secara gamblang, tak semua orang dapat memahami wasiat tersebut.

Salah satu contoh adalah ketika terjadi Tsunami Selat Sunda pada akhir 2018 lalu. Kejadian itu rupanya telah ‘diramalkan’ masyarakat Badui sejak jauh-jauh hari.

5. Moment Masyarakat Dapat bertemu Suku Badui Dalam

Secara gaya hidup, Badui Luar dan Badui Dalam memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Masyarakat Badui luar cukup terbuka terhadap informasi dan teknologi.

Mereka sudah mau mengenakan pakaian berwarna dan bergaya seperti kaus dan celana panjang. Badui Luar juga sudah menggunakan teknologi, seperti ponsel atau listrik.

Sementara Badui Dalam patuh dengan leluhur untuk hidup tanpa teknologi modern. Namun, dalam tradisi seba Badui, kedua komunitas Badui ini akan berkumpul dan berjalan bersama dari Lebak menuju kediaman Gubernur untuk memberikan persembahan terbaik dari hasil bumi mereka.

Saat pelaksanaan tradisi seba ini lah, masyarakat luas dapat bertemu dengan mastarakat suku Badui Dalam.

6. Diikuti Ribuan Orang

Setiap kali tradisi seba dilaksanakan, jumlah pesertanya dapat mencapai ribuan orang. Baik Badui Dalam maupun Badui Luar akan berjalan kaki bersama, sambil membawa seserahan mereka.

Badui Luar biasanya mengenakan pakaian hitam dengan ikat kepala berwarna biru. Sementara Badui Dalam akan mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna putih.

Selain itu, Badui Luar juga diperbolehkan menggunakan kendaraan bermotor, baik itu motor maupun mobil. Sebaliknya, Badui Dalam tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan bermotor sama sekali.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya