Bank Syariah Indonesia Catatkan Produk Cicil Emas Tumbuh Jadi Rp 6,29 Triliun hingga Maret 2023

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mencatatkan bisnis cicil emas naik 32,79 persen menjadi Rp 6,29 triliun hingga Maret 2023.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 27 Apr 2023, 20:50 WIB
Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mencatatkan bisnis cicil emas mengalami pertumbuhan sebesar 32,79 persen menjadi Rp 6,29 triliun hingga Maret 2023.

Direktur Retail Banking BSI Ngatari menuturkan, pihaknya membidik pertumbuhan cicil emas sebesar Rp 3 triliun pada tahun ini.

"Jumlah nasabah yang menggunakan cicil emas sudah mencapai lebih dari 110 ribu orang volume Rp 1,69 triliun. Adapun target hingga akhir tahun BSI optimis mencapai Rp 3 triliun khusus cicil emas," kata Ngatari dalam konferensi pers, Kamis (27/4/2023).

Melansir laman resminya, BSI cicil emas merupakan fasilitas pembiayaan yang disediakan untuk kepemilikan emas secara angsuran dengan menggunakan akad  murabahah dan akad rahn (pengikatan agunan). 

Adapun, akad murabahah adalah akad jual beli di mana harga dan margin (keuntungan) telah disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang dijelaskan dengan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau cicilan atau sekaligus.

Selain itu, ada juga akad rahn adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas barang berharga berupa emas lantakan dari nasabah kepada bank sebagai agunan atas pembiayaan yang diterima.

Tak hanya itu, Bank Syariah Indonesiacicil emas ini diklaim menjadi salah satu alat investasi yang aman untuk mewujudkan rencana dan impian di masa mendatang. Sebagaimana diketahui, cicil emas ini bisnis utamanya adalah gadai dan cicil. 

 

 


Bos Bank Syariah Indonesia Ramal Tren Pembiayaan Kuartal II 2023 Masih Terjaga

Konfrensi pers paparan kinerja kuartal I 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kamis (27/4/2023). (Foto: Bank Syariah Indonesia)

Sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) melihat tren pembiayaan pada kuartal II 2023 masih cerah. Ini mengingat adanya euforia masyarakat terhadap momentum Lebaran 2023.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi menilai tren pembiayaan kuartal II 2023 masih berpeluang untuk meningkat. "Bulan April ini kalau dilihat hari kerjanya pendek banyak libur dan mudah-mudahan dengan hari kerja yang terbatas, kami melihat ada euforia karena Lebaran ini permintaan untuk pembiayaan juga meningkat," kata Hery dalam konferensi pers Bank Syariah Indonesia, Kamis (27/4/2023).

Menurut ia, masyarakat Indonesia terbiasa ingin memiliki motor baru, mobil baru, rumah baru atau melakukan renovasi rumah saat momentum Lebaran. Hal itu bisa meningkatkan belanja yang sifatnya konsumtif sebanyak dua sampai tiga kali. 

Dengan demikian, pembiayaan dari sisi hasanah credit gold, konsumer, mitraguna meningkat. Walaupun hari kerjanya pendek.  "Tapi kami yakin pertumbuhan pembiayaan tetap bisa terjaga seperti bulan-bulan lalu semoga dengan hari kerja terbatas masih bisa menjaga pertumbuhan loan growth BSI dengan double digit," kata dia.

 

 

 


Restrukturisasi COVID-19

Pekerja melayani nasabah di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Dirut BSI Hery Gunardi menjelaskan bahwa integrasi tiga bank syariah BUMN yakni Bank BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri telah dilaksanakan sejak Maret 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di sisi lain, Direktur Manajemen Risiko BSI, Tiwul Widyastuti mengatakan, BSI memiliki nasabah restrukturisasi Covid-19 sekitar Rp 13,6 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat 41,2 persen portofolio yang masih mendapat perlakuan khusus karena ketentuan baru dari OJK. 

"Kemarin ada POJK baru, di mana terdapat perpanjangan khusus untuk sektor tertentu dan wilayah tertentu serta untuk pembiayaan UMKM. Kemudian yang sisanya 26,6 persen itu masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang dia dapatkan dilanjutkan dengan kita tetap monitoring," kata Tiwul. 

Ia menuturkan, terdapat 8,4 persen restrukturisasi yang telah kembali kemampuan bayarnya sehingga dikategorikan normal. Kemudian, ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restrukturisasi kembali, akan tetapi, tidak menggunakan ketentuan POJK baru melainkan program internal BSI.

"Tapi, InsyaAllah seluruh nasabah restrukturisasi baik Covid maupun non Covid well managed bahkan kita cluster itu sebagai salah satu kunci keberhasilan kita maka-nya persentase nasabah restrukturisasi terus menurun," imbuhnya.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya