Dokter Tan Ingatkan Makan Mi Instan Hanya untuk Kondisi Darurat

Menurut dokter ahli gizi komunitas, Tan Shot Ye makan mi instan seharusnya dilakukan hanya pada saat keadaan darurat.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Apr 2023, 11:00 WIB
Dokter ahli gizi komunitas, makan mi instan seharusnya dilakukan hanya pada saat keadaan darurat. (dok. Foto Miguel Andrade/Unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta Departemen Kesehatan Taipei mengklaim bahwa produk mi instan asal Malaysia mengandung karsinogen atau zat pemicu kanker.

Terlepas dari klaim ini, konsumsi mi instan di berbagai negara termasuk Indonesia terbilang tinggi. Data Instantnoodles.org pada Mei 2022 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua dari 10 negara dengan konsumsi mi instan terbanyak.

Data tersebut mengungkap, dalam satu tahun, masyarakat Indonesia mengonsumsi 13.270 miliar porsi mi instan.

Cara masak yang praktis dan rasa yang enak membuat konsumsi mi instan kerap dilakukan. Padahal, menurut dokter ahli gizi komunitas Tan Shot Yen, makan mi instan seharusnya dilakukan hanya pada saat keadaan darurat.

“Secara pribadi, dari dulu saya sudah mendorong masyarakat kembali ke pangan utuh. Produk industri hanya buat kondisi kepepet seperti bencana alam dan kelangkaan bahan pangan akibat perang,” kata Tan kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Kamis, 27 April 2023.

Tan menjelaskan bahwa mi instan termasuk produk industri, di mana dalam pengolahannya produk ini menyertakan aneka senyawa alias tidak alami.

“Pengolahan industri pasti menggunakan aneka senyawa. Ada yang dibolehkan, ada yang tidak, dan ada yang ‘area abu-abu’,” tambahnya.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan ada produsen nakal atau lalai yang menggunakan senyawa berbahaya. Seperti dalam kasus mi instan Malaysia yang diduga mengandung etilen oksida.


Etilen Oksida Bisa Picu Leukemia

Baru-baru ini Departemen Kesehatan Taipei mengatakan bahwa produk mi instan asal Malaysia mengandung karsinogen atau penyebab kanker. Image by Jk Lee from Pixabay

Terkait etilen oksida ini, Tan menjelaskan bahwa zat ini digunakan untuk membunuh bakteri dan jamur pada makanan yang masuk dalam pengolahan industri.

“Yang semestinya sudah tidak boleh digunakan lagi. Sebab etilen oksida hanya boleh buat sterilisasi alat-alat dan bahan-bahan yang tidak dimakan manusia,” ujar Tan.

Menurut informasi di situs web Biro Zat Beracun dan Kimia Taiwan di bawah Administrasi Perlindungan Lingkungan Tingkat Kabinet, etilen oksida adalah zat beracun yang berbahaya jika dikonsumsi atau dihirup.

Kantor berita pusat Taiwan melaporkan bahwa selain menyebabkan limfoma dan leukemia (kanker sel darah putih), etilen oksida juga dapat menyebabkan iritasi serius pada kulit dan mata orang-orang yang bersentuhan dengan zat tersebut. Bahkan dapat memicu disabilitas bawaan atau disabilitas pada keturunan.


Tak Ada Ilmuwan yang Berani Bilang Mi Instan Sehat

Produk mi instan Malaysia tengah diterpa kabar miring soal dugaan kandungan karsinogen atau zat pemicu kanker, begini tanggapan ahli gizi komunitas Tan Shot Yen. Image by Markus Winkler from Pixabay.

Sejak dulu, mi instan terkenal sebagai makanan yang tidak sehat. Bahkan jauh sebelum adanya isu-isu miring soal kandungan zat berbahaya.

“Tidak ada akademisi dan ilmuwan sejati yang berani bilang mi instan sehat,” ujar Tan.

Mi instan merupakan bagian dari produk ultraproses, lanjutnya. Sudah banyak studi mengangkat isu kematian dini, kepikunan, hingga gangguan gizi pada anak yang sedang tumbuh karena efek kecanduan mi instan yang muncul. Akibatnya, anak-anak tidak mau lagi makan makanan-makanan yang lebih sehat.


Tak Jadi Lebih Sehat Hanya karena Ditambah Sayur

Status mi instan sebagai produk ultra proses tidak berubah meski ditambah sayur mayur dan dimasak dengan cara masak yang benar.

“Sayang sayurnya. Mestinya sayur dibikin pecel, urap, atau plecing. Bukan dipadukan mi instan. Nggak ada studi yang membuktikan penambahan satu hingga dua batang sayur membuat orang makan mi instan lebih sehat,” jelas Tan.

Begitu pula dengan cara memasaknya. Direbus atau digoreng, mi instan tetaplah produk pabrik yang tidak bisa menggantikan pangan utuh.

“Mau dimasak dengan cara apapun, tetap produk ultra proses. Lebih konyol lagi, kenapa mesti impor terigu sementara di negeri kita aneka jenis karbo tumbuh,” pungkasnya.

Infografis 10 Negara Terbanyak Konsumsi Mi Instan dan Perbandingan Harga. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya