Mengenal Istilah dalam Informasi Iklim, dari El Nino hingga Dasarian

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 28 Apr 2023, 12:00 WIB
Ilustrasi Liputan Khusus El Nino

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan agar semua pihak bersiap-siap untuk menghadapi El Nino yang diperkirakan akan mampir ke Indonesia pada Agustus 2023 mendatang.

El Nino disebut berisiko membuat kekeringan yang luas, termasuk menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Bahkan, dampak kekeringan diketahui bisa berdampak pula dalam produksi pangan yang meningkatkan angka inflasi.

Lantas, apa itu El Nino? Mengutip dari laman http://iklim.ntb.bmkg.go.id/, Jumat (28/4/2023), El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Selain El Nino, sebenarnya terdapat berbagai istilah dalam informasi iklim. Berikut istilah-istilahnya:

La Nina

La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Angin Monsun

Angin Monsun atau bisa disebut juga angin musim, adalah angin yang bertiup dalam skala regional (skala benua) yang berubah arah azimut minimal 120 derajat dan terjadi secara periodik (6 bulan sekali).

Indonesia terkena dampak dari 2 tipe angin Monsun, yaitu Monsun Timuran dan Monsun Baratan. Angin Monsun Timuran rata-rata bertiup dari atah timur hingga tenggara dan bertiup pada bulan April s/d Oktober di setiap tahunnya. Angin Monsun Timuran ini adalah indikator musim kemarau bagi wilayah Indonesia.

Sedangkan, Angin Monsun Baratan rata-rata bertiup dari arah barat hingga barat laut dan bertiup pada bulan Oktober s/d April di setiap tahunnya. Angin monsun Baratan ini adalah indikator musim hujan bagi wilayah Indonesia.

Curah Hujan

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan dalam satuan mm (milimeter) yang terkumpul dalam luasan 1 meter persegi tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 mm, artinya dalam luasan 1 meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm atau tertampung air sebanyak 1 Liter.

Dasarian

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 dasarian, yaitu:

- Dasarian I: tanggal 1 s.d 10.

- Dasarian II: tanggal 11 s.d 20.

- Dasarian III: tanggal 21 s.d akhir bulan.

Rata-rata, Normal dan Standar Normal

Rata-rata curah hujan selama minimal 10 tahun (1971-1980, 1976-1985, 2000-2010, dst) Normal Rata-rata curah hujan selama 30 tahun, menggunakan periode waktu yang tidak ditentukan (1971-2000, 1976-2005, 1981-2010, dst). Standar Normal Rata-rata curah hujan selama 30 tahun, menggunakan periode waktu yang sudah ditentukan, dimulai tahun berakhiran 1 diakhiri tahun berakhiran 0 (1931-1960, 1961-1990, 1991-2020, dst)

ZOM (Zona Musim)

Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan. Daerah-daerah yang pola hujan rata-ratanya tidak memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan, disebut Non Zona Musim (Non ZOM).

Luas suatu wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas suatu wilayah administrasi pemerintahan. Dengan demikian, satu wilayah ZOM bisa terdiri dari beberapa kabupaten, dan sebaliknya satu wilayah kabupaten bisa terdiri dari beberapa ZOM.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya