Bantah Terima Uang Penjualan Sabu, Teddy Minahasa: Kalau Benar, Saya Takut Serahkan CCTV

Teddy Minahasa menegaskan, apabila betul ada transaksi terkait hasil penjualan narkoba, dapat dilihat dari CCTV yang ada di rumahnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Apr 2023, 15:47 WIB
Terdakwa Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa Putra memasuki ruangan untuk menjalani sidang perdana kasus narkoba di PN Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023). Sebelumnya, pada Rabu (1/2/2023), enam anak buah Teddy Minahasa sudah lebih dulu menjalani sidang perdana dalam kasus yang sama di PN Jakarta Barat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Eks Kapolda Sumatera Barat sekaligus terdakwa kasus narkoba Teddy Minahasa membantah menerima sejumlah uang dalam bentuk dollar Singapura dari AKBP Dody Prawiranegara hasil penjualan sabu. Dia mengatakan, bila menerima uang hasil narkoba, maka tentu akan merusak CCTV rumahnya.

"Seandainya benar menerima uang yang katanya berisi uang itu mungkin saya takut menyerahkan CCTV rumah saya Yang Mulia. Atau bahkan cepat-cepat saya rusak atau obstruction of justice sebagaimana kasus-kasus yang terjadi sebelumnya kasus KM 50 CCTV rusak, kasus Ferdy Sambo CCTV juga rusak," kata Teddy pada saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (28/4/2023).

Teddy mengatakan, berdasarkan keterangan saksi Arif Hadi Prabowo dan Fathullah Adi Putra pada 24 September 2022 memang benar akan bahwa Dody sempat datang ke rumah Teddy. Namun bukan membahas perihal transaksi narkoba.

Dia menegaskan apabila betul ada transaksi terkait hasil penjualan narkoba, dapat dilihat dari CCTV yang ada di rumahnya. Namun ia mengaku CCTV itu diserahkannya secara kooperatif kepada penyidik.

"Lagi pula secara psikologis saya sendiri yang kooperatif dan inisiatif menyuruh penyidik untuk menyita decoder rumah saya untuk dapat membuktikan apakah paperbag itu saya terima atau tidak. Apabila penyidik bisa membuktikan hal ini maka dapat terungkap gambar atau video peristiwa di ruang tamu saya, depan teras rumah saya, dan lobi samping rumah saya," tegas dia.


Teddy: Jaksa Ambil Kesimpulan Semaunya

"Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika," kata Jaksa saat membaca tuntutan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain itu, pada tuntutan Jaksa, jenderal bintang dua disebutkan bahwa telah menerima keuntungan hasil dari penjualan narkoba kepada Linda Pudjiastuti alias Anita yang juga terdakwa kasus narkoba. Padahal Teddy di hari yang sama itu pula sudah memerintahkan Dody untuk menarik, membatalkan, dan memusnahkan barang haram tersebut.

"Namun menurut Dody Prawiranegara atas sabu yang satu kilogram tidak bisa ditarik karena sudah terpecah-pecah atau dijual. Atas peristiwa 24 September 2022 artinya tidak ada barang bukti sabu yang disita dan tidak ada pembeli sabu yang ditangkap," ucapnya.

Lantas, hal itu pula yang menjadi pertanyaan eks Kapolda Sumatera Barat yang selama ini bukti tuntutan dari Jaksa tidak pernah dihadirkan selama proses persidangan.

"JPU telah mengambil kesimpulan semaunya sendiri agar dapat menyeret saya dalam kasus ini. Sedangkan saya sama sekali tidak pernah menerima uang maupun cash ataupun transfer melalui bank," kata dia.

 

 


Dituntut Hukuman Mati, Teddy Minahasa: Saya Bukan Bandar Narkoba

"Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.Terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan," lanjut jaksa. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa dituntut hukuman mati atas kasus dugaan penjualan barang bukti narkoba jenis sabu. Teddy Minahasa menilai tuntutan hukuman mati sangatlah tidak adil.

"Karena saya bukan pemilik sabu, saya bukan bandar narkoba, saya juga bukan residivis. Saya tidak menghendaki atau mengatur transaksi, dan saya pun tidak menerima keuntungan atau hasil penjualan sabu oleh Dodi Prawiranegara dan kawan-kawan," kata dia di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).

Teddy Minahasa menerangkan, hukuman mati sangatlah berat dan tidak mencerminkan rasa keadilan. Dia pun meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan seadil-adilnya sesuai dengan proses pembuktian selama persidangan berlangsung dan alat bukti yang ada, baik secara formil maupun materiil.

"Serta berbagai jasa dan kontribusi saya kepada masyarakat, bangsa, dan negara selama saya mengabdi sebagai anggota Polri, termasuk latar belakang dan rekam jejak saya dalam kehidupan sehari-hari," ucap dia.

Teddy Minahasa menerangkan ia menjadi tulang punggung bagi kehidupan keluarga, orang tua, dan mertua serta menjadi donatur rutin di beberapa Yayasan Yatim Piatu dan Panti Asuhan.

Namun sejak terjadinya seluruh hidupnya telah hancur, dan pasti berdampak terhadap kehidupan keluarga, orang tua, dan mertua.

"Ini semua karena rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya. Segala martabat dan kehormatan saya sudah tercabik-cabik oleh ganasnya pemberitaan media arus utama maupun oleh netizen serta buzzer yang digerakkan oleh para konspirator melalui sosial media," jelas Teddy Minahasa.

Dia pun menyebut dirinya dituduh sebagai Jenderal sabu, sebagai pengedar sabu, sebagai sindikat narkotika, mafia narkotika, gembong narkoba, dan lain-lain. Konstelasi tersebut di atas sudah melampaui batas peri kemanusiaan.

"Sehingga saya sudah dihakimi terlebih dahulu oleh publik (trial by the press)," jelas Teddy Minahasa.

 

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com

Infografis Ragam Tanggapan Tuntutan Pidana Mati Irjen Teddy Minahasa. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya