Liputan6.com, Klaten - Usai Idul Fitri, masyarakat Jawa biasanya menggelar sebuah tradisi yang disebut lebaran ketupat. Tradisi ini biasanya digelar satu minggu setelah Idul Fitri atau 1 Syawal.
Mengutip dari nu.or.id, beberapa wilayah menyebut tradisi ini sebagai kegiatan syawalan. Masyarakat Klaten umumnya menyebut tradisi ini dengan nama kenduri ketupat.
Kehadiran tradisi ini sebenarnya berkaitan erat dengan Sunan Kalijaga. Salah satu Wali Songo ini dipercaya sebagai tokoh yang pertama kali memperkenalkan ketupat.
Baca Juga
Advertisement
Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo. Sejarah lebaran ketupat ini muncul dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di masyarakat.
Selanjutnya, tradisi ini dijadikan sebagai sarana untuk mengenalkan ajaran Islam. Masyarakat diajarkan tentang cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturahmi.
Sementara itu, kata 'ketupat' yang biasanya juga disebut 'kupat' berasal dari bahasa Jawa 'ngaku lepat'. Frasa tersebut berarti 'mengakui kesalahan'. Dengan demikian, kehadiran ketupat merupakan simbol bagi umat Muslim agar saling mengakui kesalahan dan memaafkan saat melaksanakan tradisi tersebut.
Janur
Selain itu, filosofi lain pada lebaran ketupat juga terdapat pada bungkus ketupat yang menggunakan janur. Bagi masyarakat Jawa, janur kuning melambangkan penolak bala.
Adapun bentuk ketupat yang menyerupai segi empat mencerminkan prinsip 'kiblat papat lima pancer'. Artinya, ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Selain itu, bungkus ketupat yang berupa anyaman rumit disimbolkan sebagai berbagai macam kesalahan manusia. Bukan itu saja, ketupat yang berwarna putih saat dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun atas semua kesalahan.
Sementara itu, ketupat umumnya diisi dengan beras yang dilambangkan sebagai kemakmuran di hari raya. Beberapa masyarakat juga menggunakan ketupat sebagai penolak bala dengan menggantungnya di pintu masuk rumah.
Biasanya, ketupat akan digantung bersama makanan lain, salah satunya pisang. Makanan tersebut dibiarkan menggantung dalam waktu lama sampai mengering.
Filosofi lain pada hidangan tradisi ini ada pada sayur pelengkapnya, yakni opor ayam dan sambal goreng. Makanan yang dibuat dengan menggunakan santan tersebut disimbolkan sebagai 'pangapunten' atau memohon maaf.
Banyaknya filosofi yang terdapat pada komponen-komponen dalam lebaran ketupat atau syawalan membuat masyarakat masih terus melestarikan tradisi ini. Okeh sebab itu, tradisi ini masih terus ada dan tidak tenggelam oleh modernisasi.
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement