Liputan6.com, Jakarta Jagad media sosial sedang gaduh dengan RUU Kesehatan yang menyetarakan produk hasil tembakau, yakni rokok dimasukkan ke dalam kelompok yang sama dengan narkotika, salah satu zat adiktif. Kontroversi datang dari sejumlah pihak yang menilai hal itu akan merugikan industri tembakau dan konsumen rokok.
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) melihat bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang menyetarakan rokok dengan narkotika tersebut rentan mengancam keberlangsungan ekosistem pertembakauan.
Advertisement
Ancaman yang dimaksud, menurut Sekjen AMTI Hananto Wibisono, khususnya terkait Pengaturan Zat Adiktif yang tercantum di Bagian Kedua Puluh Lima RUU Kesehatan.
“Sejak awal elemen ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari masyarakat tidak diakomodirnya suaranya untuk memberikan masukan terkait RUU Kesehatan tersebut," ujar Hananto dalam 'Diskusi Media: Mengawal Rancangan Regulasi yang Eksesif dan Diskriminatif Terhadap Ekosistem Pertembakauan' beberapa waktu lalu.
"RUU Kesehatan ini dibuat dengan sangat eksesif dan diskriminatif terhadap elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan."
Tembakau Diperlakukan Seperti Narkoba
Secara rinci, Pasal 154 RUU Kesehatan mengenai Pengaturan Zat Adiktif memposisikan tembakau sejajar dalam satu kelompok dengan narkotika dan psikotropika.
Padahal, tembakau sebagai komoditas strategis nasional adalah produk legal yang memberikan kontribusi serta sumbangsih signifikan terhadap penerimaan negara.
“Tembakau, produknya, aktivitas pekerjanya, semuanya adalah legal. Tembakau telah berkontribusi nyata terhadap pembangunan negeri ini, tapi dalam RUU Kesehatan justru diperlakukan seperti narkoba," jelas Hananto.
Diskriminasi Terhadap Produk Tembakau
Penyetaraan rokok dengan narkotika dalam RUU Kesehatan dinilai mendiskriminasi produk tembakau.
"Ini adalah ketidakadilan dan diskriminasi. Harapan kami, wakil rakyat, DPR RI, dapat membantu mengawal RUU Kesehatan dengan sebenar-benarnya dan seadil-adlinya,” tegas Hananto Wibisono dalam siaran persnya.
Pemangku Kepentingan Pertembakauan Tidak Pernah Dilibatkan
Hananto melanjutkan, tembakau sudah sejak lama telah menjadi andalan masyarakat sebagai penopang hidup. Ada 6 juta tenaga kerja, mulai dari sektor perkebunan, manufaktur hingga industri kreatif yang bergantung pada ekosistem pertembakauan.
“Lagi-lagi dalam proses perumusan regulasi, pemangku kepentingan pertembakauan tidak pernah dilibatkan. Tentu saja, situasi ini menyakiti jutaan jiwa yang menggantungkan penghidupannya dalam ekosistem pertembakauan,” lanjutnya.
Advertisement
Pangkas Hak Konstitusional Konsumen Produk Tembakau
Sosiolog Aris Arif Mundayat menjelaskan, RUU Kesehatan yang mengelompokan produk tembakau dengan narkotika dapat memangkas hak-hak konstitusional para pelaku usaha tembakau sampai konsumen produk tembakau.
“Konsumen dan produk tembakau bisa tidak terlindungi secara konstitusional. Bahkan petani tembakau dapat kehilangan komoditas tembakau jika dipersepsikan sama dengan narkoba oleh aparat hukum," jelasnya dalam keterangan pada 15 April 2023.
"Perlindungan konstitusional mestinya harus jelas dan tegas agar tidak ada yang dirugikan.”
Seharusnya Ada Perlindungan Konstitusional
Alih-alih menyetarakan tembakau yang merupakan produk legal dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan produk ilegal, Aris berpendapat agar RUU Kesehatan ini seharusnya dapat memberikan perlindungan konstitusional kepada ekosistem industri hasil tembakau.
Hal ini termasuk juga soal aspek pengendalian tembakau untuk tidak dikonsumsi oleh anak di bawah umur 18 tahun.
“Akibatnya, bisa buruk terhadap petani tembakau. RUU ini harusnya dapat memberikan perlindungan konstitusional terhadap perokok dewasa serta anak di bawah umur,” sambung Aris.
Produk Hasil Tembakau Masuk Kategori Zat Adiktif
Adapun bunyi lengkap Pasal 154 RUU Kesehatan yang menyetarakan rokok dengan narkotika, yakni:
(1) Produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua bahan atau produk yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat.
(3) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
- narkotika
- psikotropika
- minuman beralkohol
- hasil tembakau
- hasil pengolahan zat adiktif lainnya
(4) Produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai dengan huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dan huruf e harus memenuhi standar dan/atau persyaratan Kesehatan.
(6) Hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dapat berupa:
- sigaret
- cerutu
- rokok daun
- tembakau iris
- tembakau padat dan cair yang digunakan untuk rokok elektrik
(7) Hasil pengolahan zat adiktif lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dapat berwujud padat, cair, atau wujud lainnya yang tidak mengandung hasil tembakau.
Advertisement