Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali mengatur besaran kewajiban pasokan bahan baku minyak goreng ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebesar 300 ribu ton per 1 Mei 2023, pekan depan. Rasio pengali DMO Minyak Goreng terhadap ekspor juga disesuaikan kembali.
Pengusaha kelapa sawit mengaku tidak masalah dengab kebijakan DMO dan rasio pengali ekspor baru tersebut. Salah satu alasannya karena masih ada deposito kuota ekspor yang berlaku bagi eksportir.
Advertisement
"Penurunan ratio pengali ekspor dari 1:6 menjadi 1:4 saat ini tidak ada masalah, sebab masih ada stock dari deposito yang akan dicairkan secara bertahap selama 9 bulan," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Eddy Martono kepada Liputan6.com, Jumat (28/4/2023).
Diketahui, Kemendag menurunkan rasio pengali DMO terhadap ekspor dari semula 1:6 menjadi 1:4. Artinya, produsen minyak goreng bisa melakukan ekspor produknya 4 kali lebih banyak setelah dia memenuhi DMO.
Kebijakan ini turut diikuti dengan adanya deposito ekspor atau ekspor yang dibekukan sebanyak 3 juta ton. Selanjutnya, Kemendag akan mencairkannya secara bertahap selama 9 bulan kedepan hingga akhir tahun.
Menyambut kebijakan itu, pengusaha tersebut menyebut tak ada persiapan khusus yang diambil pihaknya.
"Seperti biasa saja kalau akan ekspor tidak ada (persiapan) khusus," ungkap Eddy.
Turunkan Hak Ekspor
Diberitakan sebelumnya, pemerintah akan menurunkan rasio penyaluran dalam negeri atau DMO terhadap ekspor minyak goreng menjadi 1:4 dari sebelumnya 1:6. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Mei 2023, pekan depan.
Dengan rasio ini, eksportir minyak goreng berhak mengirim hasil produksinya ke luar negeri 4 kali lebih banyak dari pasokannya ke dalam negeri. Sebelumnya, pada periode Februari-April, para eksportir boleh mengirimkan 6 kali lebih banyak dari pasokannya ke dalam negeri.
Plt. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Kemaritiman dan Investasi Mochammad Firman Hidayat menerangkan upaya ini bertujuan untuk menekan angka hak ekspor agar tidak berlebihan. Mengingat, saat ini hak ekspor yang dimiliki eksportir secara kumulatif berada di angka 6,9 juta ton.
"Jadi kalau kita tidak melakukan perubahan kebijakan, maka total hak ekspor yang dimiliki oleh keseluruhan eksportir itu bisa mencapai mendekati sekitar 10 juta ton. Artinya ini sudah cukup untuk bahkan lebih dari 4 bulan kebutuhan ekspor," ujarnya dalam Media Briefing di Kementerian Perdagangan, Kamis (27/4/2023).
Dia khawatir, jika hak ekspornya ternyata berlebih, bisa menggangu pada pasokan di dalam negeri. Pasalnya, hal serupa pernah terjadi di awal tahun, dimana pasokan ke dalam negeri tersendat.
"Seperti pengalaman kita di awal tahun ketika hak ekspor dimiliki eksportir itu berlebihan, maka ini jadi disinsentif untuk melakukan DMO, nah kita tidak ingin ini terjadi kembali, makanya kita perlu lakukan perubahan," terangnya.
Advertisement
Tak Ganggu Ekspor
Pada kesempatan ini, dia juga memastikan kalau pengurangan rasio ekspor ini tidak akan menggangu kinerja ekspor minyak goreng kedepannya.
"Salah satu yang diperhitungkan adalah dengan mengurangi rasio ekspor menjadi 1:4 dari sebelumnya 1:6. Jadi kita lihat nanti hak ekspor yang dimiliki eksportir secara keseluruhan kurang lebih di akhir tahun (2023) akan mencapai 4 juta ton ekspor. Jadi ini masih cukup 2 bulan ekspor," bebernya.
"Jadi ini Kita akan jaga hak ekspor yang dimiliki diantara range 2-3 bulan ekspor. Sebenarnya ekspor tetap akan berjalan sesuai dengan biasnaya sesuai dengan permintaan, dan berapapun permintaannya sebenarnya bisa dipenuhi oleh eksportir, karena hak ekspor yang mereka miliki saat ini lebih besar," sambung Firman.
Dibagi Dalam 9 Bulan
Senada, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso menerangkan kalai penurunan rasio pengali hak ekspor bukan suatu pembatasan. Dia juga menjelaskan soal penyaluran hak ekspor nantinya.
Budi menguraikan, hak ekspor minyak goreng bagi eksportir secara kumulatif yang dibekukan sebelumnya sebanyak 3,02 juta ton. Nantinya, seluruhnya bakal disalurkan secara bertahap selama 9 bulan kedepan hingga akhir 2023.
"Atau kalau dari 3 juta (ton) tadi, maka rata-rata perbulan (bisa disalurkan) 336 ribu ton," kata dia.
Sementara itu, untuk hak ekspor secara kumulatif yang dimiliki eksportir sekitar 9,9 juta ton. Ini merupakan hasil penjumlahan 6,9 juta ton yang belum terealisasikan dan 3,02 juta ton yang sempat didepositokan atau dibekukan.
"Sementara, rata-rata ekspor kita perbulan itu 1,86 juta ton, ini dari Januari sampai Maret (2023) ya. Jadi saya pikir ini tidak akan mengganggu kinerja ekspor kita," bebernya menjelaskan.
Advertisement