Terkait BPJS Kesehatan, Ombudsman Minta Faskes Buka Unit Kerja Pelayanan Pengaduan

Ribuan peserta BPJS Kesehatan melakukan pengaduan mengenai pelayanan yang tidak sesuai ketika di RS.

oleh Ika Defianti diperbarui 29 Apr 2023, 07:15 WIB
Petugas memeriksa tekanan darah pasien BPJS Kesehatan yang berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI menerima banyak keluhan mengenai pelayanan tidak sesuai yang dialami peserta BPJS Kesehatan di berbagai pusat fasilitas kesehatan (faskes) ataupun Rumah Sakit (RS). Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menyatakan ada ribuan aduan yang disampaikan peserta BPJS Kesehatan setiap tahunnya.

Endi pun meminta agar pusat kesehatan dan RS dapat menempatkan unit kerja informasi dan pengaduan untuk menangani berbagai keluhan para pasien. Selain itu orang yang mengisi unit kerja tersebut dituntut memiliki kemampuan penguasaan informasi cukup mumpuni.

"Bahwa nanti yang menangani itu unit kerja teknis, itu tentu operasionalnya. Tapi, dia harus bisa menjelaskan secara komperehensif. Jangan pernah kemudian sekadar mencari informasi, sekadar mengadu, orang kemudian diping-pong sana-sini, enggak boleh. Harus satu titik akses di unit kerja informasi dan pengaduan itulah semua dia peroleh," kata Endi kepada Liputan6.com.

Kemudian, Endi menyebut, bagian unit kerja tersebut juga harus diisi orang-orang yang memiliki empati hingga kematangan emosional. Sebab orang-orang yang mengajukan pengaduan rata-rata diselimuti rasa panik, cemas, hingga kemarahan.

"Jangan sampai kemudian orang yang mengisi unit kerja pengaduan juga orang yang membalas dengan kemarahan. Wah itu tambah ramai itu. Jadi, kami meminta benar rumah sakit untuk tempatkan unit kerja pengaduan Anda, tempatkan unit kerja informasi diisi orang-orang terbaik yang ada di sana," ucapnya.

Menurut Endi, hal tersebut untuk memberikan kesan bahwa kehadiran rumah sakit merupakan tempat untuk melayani masyarakat dan memberi jaminan keselamatan. 

"Jadi rumah sakit, bisnis rumah sakit, bisnis kesehatan bukan bisnis biasa, bukan bisnis yang sama dengan urusan sektoral-sektoral yang lain, jauh sekali," ujar dia.

Endi menambahkan, "Karena itu mereka yang bergerak di bidang kesehatan dari pemerintahnya, BPJS-nya, sampai pada fasilitas kesehatan, itu semua harus menyadari ini bahwa anda mengemban misi kemanusiaan, mengemban tugas penting negara memberikan jaminan keselamatan rakyat."


Empat Solusi dari Ombudsman RI Soal Layanan BPJS Kesehatan

Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya ketidaksesuaian layanan yang diberikan rumah sakit terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan. Salah satunya mengenai praktik batasan kuota yang diberikan fasilitas kesehatan.

Sejumlah solusi mulai dari evaluasi hingga pengetatan pengawasan ditawarkan Ombudsman RI sebagai langkah tindak lanjut. Setidaknya ada 4 poin yang ditawarkan.

Pertama, memastikan fungsi pengawasan oleh Kementerian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan, BPRS, dan BPJS Kesehatan dilakukan secara optimal dengan memaksimalkan pengawasan self assessment. Sehingga tidak ada lagi penolakan pemberian layanan terhadap pasien BPJS Kesehatan.

"Bahwa self assesment itu bukan sekadar akreditasi, tetapi betul-betul diperiksa bagaimana kemampuan rumah sakit dalam memberikan layanan apakah betul memang ada kendala jumlah dokter di masing-masing rumah sakit? Atau seperti apa? Sehingga ada solusi yang bisa ditawarkan ketika self assessment itu kemudian naik dalam tahapan akreditasi," ujar Asisten Ombudsman RI Bellinda W. Dewanty dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).

Kedua, menyusun regulasi perihal keterbukaan informasi publik dalam mengakses pelayanan kesehatan serta melakukan sosialisasi secara masif di seluruh faskes di Indonesia.


Menyusun SOP untuk Pengaduan Fasilitas Kesehatan

Sosialisasi langsung mengenai tata cara rumah sakit rujukan kepada pasien BPJS Kesehatan yang sedang antre berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). (Merdeka.com/Arie Basuki)

Ketiga, menyusun standar operasional prosedur serta evaluasi perihal pengelolaan pengaduan penyelenggaraan pelayanan fasilitas kesehatan pada FKTP dan FKRTL. Termasuk mengoptimalkan peran petugas pengelolaan pengaduan di faskes.

"Kami menginginkan agar disusun standar operasional prosedur terkait evaluasi perihal pengelolaan pengaduan. Karena kami masih melihat bahwa pengelolaan pengaduan baik itu di tingkat pertama maupun ditingkat lanjutan, pengelolaan pengaduan hanya sekadar pengaduan yang tidak kemudian dieskalasi," paparnya.

Keempat, melakukan evaluasi perihal jaminan mutu penyelenggaraan pelayanan fasilitas kesehatan baik yang diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan maupun oleh BPJS Kesehatan perihal kepastian sistem pembiayaan peserta BPJS Kesehatan.

"Kami tahu betul bahwa BPJS Kesehatan memiliki kedeputian khusus terkait dengan jaminan mutu. Oleh karenanya kami mengimbau, meminta agar BPJS Kesehatan memaksimqlkan jaminan mutu ini agar tidak terjadi praktik-praktik maladministrasi baik itu di tingkat FKTP maupun di tingkat lanjutan," tegas Bellinda.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya