Liputan6.com, Jakarta - Semangat ibadah setelah Ramadhan sejatinya tidak pernah padam. Justru motivasi melaksanakan ibadah dan taat kepada Allah SWT setelah Ramadhan harus semakin ditingkatkan.
Syawal menjadi bulan pembuktian pertama bahwa semangat mengerjakan amal kebaikan itu tidak hanya di bulan Ramdhan, tapi juga bulan-bulan lain. Membaca Al-Qur’an (tadarus), sholat malam, sedekah, dan amal ibadah lainnya dapat ditingkatkan selain di bulan Ramadhan.
Ada beberapa ibadah yang dapat dikerjakan pada bulan Syawal. Ibadah ini bisa disebut sebagai pembuktian seorang muslim istiqomah menjalankan amal kebaikan setelah Ramadhan.
Baca Juga
Advertisement
Secara khusus, ibadah yang dapat dikerjakan pada bulan Syawal adalah puasa enam hari. Dalam hadis nabi disebutkan bahwa jika seseorang melaksanakan puasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka ia seperti puasa setahun.
Selain melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal, di bulan ini juga dapat mengerjakan sholat utaqa. Sholat utaqa dimaknai sebagai sholat pembebasan. Orang yang akan mengamalkan sholat ini akan dibebaskan dari impitan utang dan Allah akan memenuhi hajat mereka.
Mengutip NU Online, berikut adalah tata cara lengkap sholat utaqa dan keutamaannya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tata Cara Sholat Utaqa
Sholat utaqa dapat dikerjakan siang atau malam pada tanggal berapa saja di bulan Syawal. Sholat ini juga boleh dikerjakan dengan empat atau dua salam.
Sholat utaqa dikerjakan sebanyak delapan rakaat. Setiap rakaatnya membaca surat al-Fatihah. Kemudian membaca 15 kali surat al-Ikhlas setelah membaca al-Fatihah.
Selesai sholat delapan rakaat, kita membaca tasbih sebanyak 70 kali dan sholawat sebanyak 70 kali. Setelah itu kita berdoa sebagaimana doa usai sholat pada lazimnya.
Advertisement
Keutamaan Sholat Utaqa
Perihal keutamaan melaksanakan sholat utaqa, Syekh Abdul Qodir al-Jailani mencantumkan hadis berikut.
قال النبي صلى الله عليه وسلم: والذي بعثني بالحق ما من عبد يصلي هذه الصلاة إلا أنبع الله له ينابيع الحكمة في قلبه وأنطق به لسانه وأراه داء الدنيا ودواءها. والذي بعثني بالحق ما من عبد يصلي هذه الصلاة كما وصفت لا يرفع رأسه من آخر سجدة حتى يغفر الله له وإن مات مات شهيدا مغفورا له. والذي بعثني بالحق ما من عبد يصلي هذه الصلاة في السفر إلا سهل الله عليه السير والذهاب إلى موضع مراده. وإن كان مديونا قضى الله دينه. وإن كان ذا حاجة قضى الله حوائجه. والذي بعثني بالحق ما من عبد يصلي هذه الصلاة إلا أعطاه الله تعالى بكل حرف وبكل آية مخرفة في الجنة، قيل وما مخرفة يا رسول الله؟ قال صلى الله عليه وسلم: بساتين في الجنة يسير الراكب في ظل شجرة من أشجارها مئة سنة ثم لا يقطعها.
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, ‘Demi Allah, Tuhan yang mengutusku dengan haq, tiada seorang hamba yang mengerjakan shalat ini, melainkan Allah alirkan mata air hikmah di hatinya; Allah gerakkan lisannya untuk mengucapkan kalimat-kalimat mengandung hikmah; dan Allah perlihatkan kepadanya penyakit sekaligus obat dunia.
Demi Allah, Tuhan yang mengutusku dengan haq, tiada seorang hamba yang mengerjakan shalat ini sebagaimana aku tunjukkan, melainkan Allah mengampuninya setiap kali ia mengangkat kepalanya dari sujud. Kalaupun ia meninggal, maka kematiannya dinilai sebagai syahid yang membawa ampunan Ilahi. Demi Allah, Tuhan yang mengutusku dengan haq, tiada seorang hamba yang mengerjakan shalat ini di perjalanan, melainkan Allah mudahkan perjalanan berangkat hingga pulang ke tempat yang dituju. Kalaupun ia tengah menanggung utang, niscaya Allah akan menutup utangnya. Kalaupun ia sedang berhajat, niscaya Allah luluskan hajatnya.
Demi Allah, Tuhan yang mengutusku dengan haq, tiada seorang hamba yang mengerjakan shalat ini, melainkan Allah berikan kepadanya sebuah makhrafah untuk setiap huruf dan setiap ayat yang dibacanya.’ Sahabat bertanya, ‘Apa itu makhrafah ya Rasul?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Makhrafah adalah sebuah taman di surga dimana seorang berkuda yang berjalan di bawah naungan salah satu pohon di dalamnya selama seratus tahun tidak juga mencapai tepi naungan itu,’” (Lihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghuniyah li Thalibi Thariqil Haqqi Azza wa Jalla, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan pertama, 1997 M/1417, juz II, halaman 249).
Wallahu’alam