Liputan6.com, Jakarta - BPJS Kesehatan mengakui, masyarakat banyak yang membuat aduan mengenai sejumlah aspek. Mulai kasus diskriminasi dari pihak fasilitas layanan kesehatan hingga perlakuan tenaga kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menilai masyarakat sering kali salah persepsi mengenai beberapa aduan yang disampaikan. Sebab, sejumlah aduan dari masyarakat tidak sepenuhnya masuk ranah BPJS Kesehatan.
Advertisement
Ghufron menyatakan, Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah (Pemda), dan BPJS Kesehatan memiliki peran yang berbeda dalam pelayanan fasilitas kesehatan.
"Jadi kalau terkait dengan teori supply and demand, maka yang supply itu tentu tugas dan tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan Pemda," kata Ghufron kepada Liputan6.com.
Dia menambahkan, "Jadi, termasuk Kementerian Kesehatan bikin regulasi. BPJS itu dari sisi demand side, jaminan atas akses pelayanan kesehatan tanpa kesulitan keuangan."
Ghufron mencontohkan, di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal atau 3T dan beberapa kota, masyarakat peserta BPJS mengeluhkan akses pelayanan yang jauh, fasilitas kurang memadai, tidak ada ketersediaan obat atau kosong, sampai dokter tidak sesuai jadwal. Dia menegaskan, hal tersebut bukanlah tanggung jawab dari BPJS Kesehatan.
Namun, untuk aduan pelayanan administrasi atau antrean pasien, BPJS kesehatan akan terus melakukan perbaikan. "Pelayanan kesehatan memang masih ada antrean tadi, dulunya panjang sekali ya ada enam jam, lima jam, sekarang rata-rata dua sampai tiga jam dan kita sudah bikin antrean online," Ghufron menjelaskan.
Ombudsman Minta Fasilitas Kesehatan Sediakan Pelayanan Pengaduan
Sementara itu, Ombudsman RI menerima banyak keluhan mengenai pelayanan yang tak sesuai kepada peserta BPJS Kesehatan di berbagai pusat kesehatan ataupun Rumah Sakit (RS). Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menyatakan ada ribuan aduan yang disampaikan oleh para peserta BPJS Kesehatan setiap tahunnya.
Endi pun meminta pusat kesehatan dan RS dapat menempatkan unit kerja informasi dan pengaduan untuk menangani berbagai keluhan para pasien. Selain itu orang yang mengisi unit kerja tersebut dituntut memiliki kemampuan penguasaan informasi cukup mumpuni.
"Bahwa nanti yang menangani itu unit kerja teknis itu tentu operasionalnya, tetapi dia harus bisa menjelaskan secara komperehensif. Jangan pernah kemudian sekadar mencari informasi, sekadar mengadu, orang kemudian di-ping-pong sana-sini, enggak boleh. Harus satu titik akses di unit kerja informasi dan pengaduan itulah semua dia peroleh," kata Endi kepada Liputan6.com.
Kemudian bagian unit kerja tersebut juga harus diisi oleh orang-orang yang memiliki empati hingga kematangan emosional. Sebab orang-orang yang mengajukan pengaduan rata-rata diselimuti rasa panik, cemas, hingga kemarahan.
"Jangan sampai kemudian orang yang mengisi unit kerja pengaduan kemudian juga orang yang membalas dengan kemarahan, wah itu tambah ramai itu. Jadi, kami meminta benar rumah sakit untuk tempatkan unit kerja pengaduan anda, tempatkan unit kerja informasi diisi oleh orang-orang terbaik yang ada di sana," ucapnya.
RS Harus Layani Masyarakat
Menurut Endi, hal tersebut untuk memberikan kesan bahwa kehadiran RS merupakan tempat untuk melayani masyarakat dan memberi jaminan keselamatan.
Jadi, kata Endi, rumah sakit, bisnis rumah sakit, bisnis kesehatan bukan bisnis biasa, bukan bisnis yang sama dengan urusan sektoral-sektoral yang lain, jauh sekali.
"Karena itu, mereka yang bergerak di bidang kesehatan dari pemerintahnya, BPJS-nya, sampai pada fasilitas kesehatan, itu semua harus menyadari ini bahwa Anda mengemban misi kemanusiaan, mengemban tugas penting negara memberikan jaminan keselamatan rakyat," ujar Endi.
Advertisement